Chapter 1

807 73 24
                                    

“Ugh, kak Tama… Kok aneh banget, sih? Pake topi kuli bangunan segala."

Pratama, atau yang kerap dipanggil Tama, memandang pantulan dirinya di cermin. Ia menghela napas sebelum menanggapi komentar adik pertamanya.

“Ini namanya helm proyek, atau safety helm. Fakultas teknik wajib pake ini selama ospek. Setiap fakultas beda-beda atributnya,” jelas Tama. Diangkatnya nametag besar yang menggantung di depan dada, lalu meneruskan, “Sebenernya kakak agak malu pake ini, tapi gapapa deh. Toh cuma 4 hari, sehari lebih lama dibanding MOS kalian dulu."

Adik Tama yang lain tadinya ingin melontarkan hal yang sama dengan kakak keduanya, namun setelah mendengar ucapan Tama, ia mengurungkan niat dan memutuskan untuk memberi semangat saja. “Kalo begitu semangat ya, kak! Semoga ospeknya berjalan lancar dan kakak bisa segera kuliah.”

“Aku juga doain dari sini! Semoga cepet selesai!"

Senyum Tama mengembang ketika mendengar semangat dari adik-adiknya. Tama memiliki dua adik bernama Raditya Dwiarga dan Argandhi Tri Laksmana. Masing-masing dari mereka punya nama panggilan yang berbeda antara di rumah dan di sekolah. Jika di rumah, mereka dipanggil Dwi dan Tri, namun ketika di sekolah, nama mereka menjadi Radit dan Andhi.

Mereka adik-adik yang baik, selalu tahu kapan Tama membutuhkan semangat. Hanya dengan kata-kata singkat, moodnya langsung berubah drastis. Tama menarik kedua adiknya ke dalam pelukan seraya berkata, "Makasih ya, kalian. Kalian emang adik-adik kesayangan kakak!"

Radit dan Andhi tertawa sambil menggaruk kepala, salah tingkah. Mereka senang dipeluk dan dipuji oleh kakak mereka.

Sebenarnya Tama tidak terlalu memusingkan soal baju dan atribut lainnya, namun yang membuatnya sedikit keberatan adalah nametag besar yang bertengger di depan dada.

Nametag tersebut berbentuk belah ketupat, berisi biodata singkat disertai foto bersama satu kakak tingkat yang tidak dikenalnya, juga motto hidupnya. Jangan lupakan tali pramuka yang digunakannya sebagai bandul agar nametag bisa menggantung di leher.

Tama mendelik. Nametag itu sungguh memalukan baginya. Ia memegang benda itu sekali lagi guna membaca ulang biodata singkat yang tertulis di sana. Hal seperti ini rasanya tidak dibutuhkan, karena inti dari pengenalan kampus adalah agar mahasiswa baru dapat membiasakan diri pada lingkungan kampus dan mengenal kampusnya lebih dalam. Kalaupun butuh tanda pengenal, nametag kecil yang bisa dijepit di kantung kemeja pun sudah cukup.

Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Toh kegiatan ospek seperti ini memang sudah dilakukan turun-temurun. Ingin memprotes juga tak ada gunanya, takkan ada yang mendengar.

Mahasiswa baru tidak bisa apa-apa, ingat? Semua kendali dipegang sepenuhnya oleh para senior.

Detak jam menerobos masuk pendengaran Tama, mengalihkan pikirannya dari nametag jelek itu. Ia menyadari sesuatu. Ditolehkan kepalanya pada kedua adiknya, lalu melihat jam dinding. Alisnya mengernyit, menandakan ada yang salah.

"Kakak baru sadar..." Tama mengambil jeda. "Ini masih jam 4 pagi dan kalian udah bangun? Sana tidur lagi! Masih ada satu jam buat tidur. Nanti kalian ngantuk di sekolah."

Radit dan Andhi saling melempar pandang sebelum kembali menatap kakak mereka dan membalas, "Kita mau nemenin kak Tama sampe berangkat nanti!"

Sejujurnya Tama senang, Radit dan Andhi peduli padanya. Tetapi jika harus mengorbankan waktu tidur mereka, tentu Tama tidak bisa menyetujui begitu saja. "Kakak berangkat masih satu jam lagi, jadi mending kalian tidur sekarang," katanya disertai penekanan, membuat Radit dan Andhi sedikit merengut.

"Aku mau tunggu sampe kak Tama berangkaaaat," rengek Radit.

"Kak Tama, hari iniii aja. Kita berdua janji besok gak begini lagi," pinta Andhi. Berbeda dengan kakak keduanya, Andhi mencoba melakukan negosiasi.

EPIPHANY [Samatoki x Ichiro]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon