Awal

864 31 2
                                    

      Bunga matahari tidak memalingkan pandangannya, bahkan di saat sang pusat tata surya berpamitan pada langit jingga yang perlahan berubah gelap. Mereka berpisah sore itu. 

"Kamu mau ga, jadi seperti bunga matahari?" Ucapnya.

"Kenapa?" Aku menoleh, lalu bertanya.

"Ia tak bersedih, bahkan di saat hal yang membuatnya tumbuh telah pergi," Kami bertatap mata, "Biar aku yang jadi matahari," Sambungnya.

Aku tersenyum, tapi ada perasaan yang mengganggu di hatiku.

       Segaris cahaya lolos melalui tirai jendela kamar, mendarat lurus mengenai diriku yang sedang terlelap. Memaksa nyawaku yang sedang berkelana menjelajah semesta kembali pulang.

 Memaksa nyawaku yang sedang berkelana menjelajah semesta kembali pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

 Lagi-lagi mimpi ya? Gumamku sembari meletakkan tubuh di sandaran kasur. Sudah hampir satu tahun, tapi aku masih memimpikan memori yang sama.

Mataku merubah fokusnya menuju jarum panjang pada jam dindingku yang bergeser ke angka enam setelah lengkap satu menit putaran terjadi.

     Suara samar langkah kaki terdengar menghampiri kamarku. Mungkin mama.

"Chika, waktunya sarapan sayang. Hari ini sudah mulai sekolah lagi loh." Seperti dugaanku, benar mama. "Iya ma, aku berberes dulu." Sahutku merespon. 

        Aku berjalan menuju kelas ku. Lorong sekolah terlihat tak terlalu ramai, mungkin karena agenda kegiatan hari ini hanya ramah-tamah antar guru murid dan pembinaan awal kelas, sehingga banyak yang lebih memilih untuk menambah libur satu hari lagi.

"Pagi Chika!," Ucap Dey bersamaan denganku yang sedang meletakkan tas di sebelahnya.

"Hai. Ceria banget kayaknya."

"Well its first day school after holidays, also i can finally meet you in uniform again."

"Oh, i see. Okay then." Sahut ku sedikit tertawa sambil duduk, lalu melihat satu bangku yang kosong di arah serong kiri ku. Suara-suara familiar mulai terdengar,menggema di dalam kepala. Saat itu juga dada ku terasa seperti di hantam kuat-kuat. Ini sakit, sesak. 

"Eh Chik, liat deh itu siapa tuh." Ucap Dey sambil menyenggol-nyenggolkan sikunya. Lamunan ku terpecah.

     Anak laki-laki berseragam sama dengan kami menempati bangku kosong itu. Aku merasa asing, walaupun dia menolehkan wajahnya membelakangiku. Sepertinya dia pindahan dari kelas lain, tapi gayanya terlalu 'berbeda'. Sekolah kami sangat tertib dalam soal peraturan. Dari rambut coklat kecoklatan yang entah asli-atau-tidaknya sudah menutup sebagian leher, dasi yang dilonggarkan, bagian belakang seragamnya yang tidak di masukkan. Aksesoris yang mencolok seperti cincin di jari kelingking dan jari manis. Bukan, dia bukan pindahan dari kelas lain, tapi sekolah lain. Dengan tampilan seperti itu aku bisa memastikan dia seharusnya sudah mendapat poin sanksi tidak sampai lima langkah setelah memasuki gerbang jika memang berasal dari sekolah ini.

Dia menatap keluar jendela, menyanggakan dagu dengan tangan kirinya. Sebagian kulitnya terpapar sinar matahari pagi, putih, terlalu putih, hampir seperti kulit pucat-tak-enak-badan. Aku terlalu terfokus padanya, tak menyadari bahwa saat ini dia sedang bertukar tatapan denganku. Warna coklat terang pada iris matanya nampak jelas di bawah sorotan pendar baskara. Sudut bibirnya merekah, perlahan membentuk senyum. Entah kenapa dia terlihat seperti matahari. Aku yang seketika sadar spontan membuang muka, berpura-pura membalik lembar halaman buku di meja.

--

     Terik mulai menyengat ke kulit, sedang kepala sekolah masih semangat memberi sepatah dua patah kata yang sudah di tulisnya sebelum berangkat ke sekolah, atau bahkan sebelum upacara ini di mulai. Perbedaanya hanya lah ada tidaknya penghalang di antara kepala dan matahari yang mulai bersemangat melakukan tugasnya.

"Gila, panas banget." Keluh seseorang di sampingku. Aku menoleh, si murid pindahan ternyata. Dia sedang berjongkok, melindungi dirinya dari terik matahari dengan menggunakan bayangan dari yang lain. 

Dia mendangak ke arahku lalu tersenyum, "Agak majuan dong, hehe."

---------------------------------

Prolognya segini dulu sepertinya. Hope i can continue this story soon!

Leave a star atau sekedar comment means a lot for me.

-- = short time skip
** = long time skip

( ON BREAK ) Where stories live. Discover now