"Kami membawa makan malam lebih, untung saja." Hoseok meletakan dua bungkusan diatas meja lalu melirik pada Namjoon. "Jimin lagi?"

Kepala Namjoon mengangguk. Mengambil posisi duduk di sofa single lain yang kebetulan menghadap pada Yoongi. "Hei, kalian masih belum berbaikan?"

Ah, seminggu yang lalu setelah  Jimin menghubunginya, esok paginya Yoongi bercerita saat Namjoon dan Hoseok mengunjunginya di studio.

"Diamlah, aku sedang tidak mau membahas hal ini."

"Apa kau-"

"Hoseok," lelaki Jung menatap Namjoon yang menggelengkan kepala, gestur menyuruh berhenti sebelum Yoongi murka dan semuanya makin runyam.

"Hei, mau kemana?" Hanseol menatap Yoongi yang tiba-tiba beranjak.

"Disini terlalu berisik. Aku butuh tidur."

Ketiga pasang mata itu menatap punggung Yoongi yang menghilang di salah satu pintu kamar.

"Masalahnya sepele tapi sepertinya Yoongi benar-benar marah."

Namjoon kembali mengangguk sambil membuka bungkusan untuk menyoapkan makan malam mereka. "Apa karena Jimin ke Jepang dia jadi seperti ini?"

Hoseok menoleh dari depan lemari pendingin, "Jepang?"

"Info dari Taehyung saat aku mengantar Seokjin ke cafe."

Hoseok tidak lagi menjawab, hanya menatap pintu kamar sekilas sebelum mengedikkan bahu seolah tidak peduli.

Sedang Yoongi sendiri pun sebenarnya tengah gusar. Pikirnya dia hanya terlalu tertekan dengan pekerjaan sekaligus statusnya sebagai mahasiswa. Namun, ketika jemarinya meraih ponsel dan membuka aplikasi perpesanan Yoongi seolah sadar.

Ada yang hilang.

Pesan teratas bukan lagi milik lelaki mungil kesayangannya, justru dari Hoseok yang menanyakan keberadaan dirinya sebelum akhirnya mereka bertemu di tempat ini. Sirkuit pribadi milik keluarga Min.

Jarinya bergerak, menekan pesan dengan foto profil anak ayam kuning. Sudah seminggu. Selama itu lelaki manisnya menghilang tanpa kabar dan Yoongi baru sadar saat ini.

"Seharusnya aku tidak rindu 'kan?" Yoongi membaca pesan terakhir Jimin yang mengatakan ingin bertemu. Tepat ketika Jimin mengunjunginya di studio dan mengajaknya untuk makan bersama dan dia menolak mentah-mentah. "Tidak. Yoongi, kau sedang memberi pelajaran pada Jimin agar dia lebih menghargaimu sebagai pihak yang lebih dewasa sekaligus kekasihnya. Mana ada kekasih yang menyebut kekasihnya sendiri sebagai seorang psiko?!"

Yang kemudian, ponsel tergeletak sembarang diatas nakas. Yoongi abaikan begitu saja dan memilih untuk istirahat.







DAILY LOVE







Sudah delapan hari ini Jimin kesulitan untuk tidur. Juga terhitung dua hari sejak dirinya melarikan diri. Benar, Jimin melarikan diri. Dia tidak pergi ke Jepang seperti yang disangka Taehyung dan Seokjin. Jimin butuh waktu dan tempat menyendiri. Meski berakhir menyakiti diri sendiri.

Matanya yang berkantung samar menatap layar ponsel. Wajah Yoongi disana, tersenyum manis dengan kaus polos putih dan kepala yang terbungkus topi sewarna. Dia rindu, sungguh. Sampai lehernya terasa tercekik karena menahan tangis. Lebih-lebih setiap kali ingat penolakan kekasihnya tempo lalu.

Ini kali pertama, Yoongi bersikap abai. Menolak secara terang-terangan di depan mata. Tingkah Yoongi yang seperti ini memicu pemikiran buruk di kepala Jimin.

Apakah Yoongi sudah tidak menyayanginya?

Apakah sebatas ini perasaan Yoongi terhadapnya?

Apakah tidak bisa Yoongi memberikan satu kesempatan Jimin untuk bicara dan meminta maaf secara benar?

Daily LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang