31

5.3K 606 39
                                    

Problem
•﹏•













"Ingat untuk tidak ragu menendang belalainya kalau dia macam-macam." Baekhyun menepuk bahu Jimin saat juniornya itu baru saja selesai berganti pakaian.

Jimin mengangguk singkat, "doakan aku tetap baik. Aku pergi."

Lelaki manis itu melangkah keluar ruang ganti menuju gedung seni musik, lebih tepatnya ke studio pribadi Yoongi. Iya, sebegitu berpengaruhnya keberadaan seorang Min PD-nim di kampus ini sampai bisa memiliki studio sendiri yang khusus direkomendasikan oleh rektor.

Didepan pintu Jimin menghela napas, menekan bel setelah dirasa dia siap menghadapi Yoongi. Dia hanya berharap Yoongi tidak salah paham atau semacamnya.

Tidak lama pintu terbuka, disana Yoongi berdiri menunggu Jimin masuk lalu menutup pintu tanpa lupa menguncinya kembali. Kemudian Yoongi berbalik, mendudukan diri dengan angkuh di kursi kebesarannya menghadap Jimin yang masih berdiri.

"Bagaimana? Puas?"

Jimin mengerutkan kening bingung.

"Apa begitu tingkah seseorang yang katanya takut dengan sebuah sentuhan?"

Ucapan Yoongi mulai dimengerti Jimin.

Dengan wajah datar namun tatapan yang begitu tajam serta mengintimidasi, Yoongi kembali berkata, "Apa sebenarnya isi kepalamu itu, Park Jimin? Kau pikir kau bisa mempermainkanku?"

"Apa maksudmu?" Jimin mencoba tenang, meski faktanya dia mulai bergemuruh.

"Jangan berpura bodoh, sepertinya kau lebih pantas berada di klub drama karena kau benar-benar pandai ber-acting sampai-sampai aku percaya."

Kedua tangan Jimin mengepal disisi tubuh, menahan ngilu didadanya yang tiba-tiba saja datang. "Kau berpikir bahwa aku membohongimu soal trauma itu? Kau pikir-"

"Siapa yang tahu kalau kau sudah sembuh? Kita tidak bertemu beberapa bulan dan kau mengatakan kau akan sembuh demi aku." Yoongi tertawa sinis. "Ah, apa ini bagian dari alur drama yang kau rencanakan?"

Sudah cukup, Jimin meneguk ludah kepayahan. Pandangannya mulai tidak fokus, dadanya sesak, dan tanpa bisa dicegah dia tertawa getir. "Ternyata begitu pemikiranmu ya?"

"Jangan memasang wajah seperti itu, aku tidak akan iba apalagi setelah tahu kalau kau ternyata jauh dari pemikiranku selama ini. Baru kemarin kau bersikap seolah akan mati hanya karena aku memelukmu, tapi lihat hari ini,"

Jimin menggeritkan gigi, menahan setengah mati air mata yang kian mendesak dipelupuknya. "Jadi seperti itu, aku semurah, segampang, dan serendah itu dimatamu ya?" ujarnya sok santai, bahkan ada senyum tipis dibibir penuh sewarna cerry itu. "Oh, tapi maaf sepertinya ada kesalahpahaman disini. Aku tidak bermaksud membuatmu iba karena aku tidak butuh rasa kasihan darimu atau siapa pun itu. Aku hanya ingin sembuh untuk diriku sendiri, untuk orang-orang yang menyayangiku dengan tulus, bukan hanya untukmu mantan kekasih yang pergi meninggalkanku begitu saja setelah tahu aku nyaris dinodai oleh ayah tiriku sendiri."

Yoongi masih diam tidak merespon, hanya balas menatap Jimin yang berdiri dengan kedua tangan bergetar dalam kepalan juga sorot matanya yang terluka. Dua bola jernih itu berair, pipinya yang memerah dialiri air mata yang sejak tadi ditahan lelaki mungil itu.

Jimin tertawa hambar, menyeka air matanya yang jatuh tanpa permisi. "Seharusnya aku sadar kalau kau memang tidak pernah setulus itu padaku. Kita berada dijalan yang berbeda. Seharusnya aku tidak kembali kehadapanmu, seharusnya aku memilih tinggal dengan kakakku dan menuruti ucapannya. Terimakasih sudah menyadarkanku dan maaf sudah mempermainkanmu."

Daily LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang