33

5.6K 613 50
                                    

Deal?
•﹏•












Tepat pukul delapan malam Jimin sampai di rumah. Seperti seminggu terakhir, Seokjin menyambutnya dengan senyum kalem yang begitu manis. Jimin balas seadanya lalu pamit untuk membersihkan diri sebelum makan malam. Dalam kepalanya masih terekam dengan jelas kejadian siang tadi, saat Taehyung menepis kotak bekal yang sengaja dia buatkan untuk sahabatnya itu. Tidak munafik, ada rasa sakit yang menyusup dihatinya. Hanya saja Jimin paham situasi Taehyung saat ini, dia butuh waktu dan teman bicara.

Ketika tangannya memutar kenop, masuk ke dalam kamar, lalu meletakkan tas di atas meja belajar ada lengan yang melingkari tubuhnya. Membuat Jimin terkejut sekaligus lega.

"Tae?"

"Jimin, maafkan aku.. hiks!"

Jimin terburu memutar tubuh setelah melepaskan tangan Taehyung yang melilit tubuhnya. Dengan cemas merangkum wajah sembab itu. "Hei, kenapa menangis?" meski sudah tahu jawabannya, Jimin tetap saja bertanya.

Dengan sesenggukan Taehyung melemparkan diri, kembali ke pelukan Jimin yang hangat dengan elusan nyaman dipunggung dan kepala. Dia rindu sahabatnya. "Maafkan aku.."

Jimin membawa Taehyung duduk ditepian tempat tidur. Menyeka air mata yang membanjiri pipi. "Untuk apa?"

Jawaban halus Jimin hanya semakin membuat Taehyung merasa bersalah. "Ka-karena hiks! sudah meng-mengabaikanmu. A-aku jahat hiks! Maafkan aku.."

Kepala Jimin menggeleng lalu merengkuh kepala Taehyung untuk didekap. "Kau tidak jahat, Tae. Kau hanya butuh waktu sendiri untuk menenangkan pikiranmu. Dan, aku selalu disini menunggumu kembali untuk saling berbagi. Jangan menangis, kau sendiri yang mengatakan jika kita harus kuat menghadapi semua persoalan bukan?"

Lambat laun Taehyung lebih tenang, napasnya mulai teratur. Dia menyeka air matanya sendiri setelah mengurai pelukan. Menatap Jimin yang tersenyum kalem dengan kelopak sembab dan wajah total memerah. "Aku dan Jungkook.. kami berakhir."

Jimin diam menatap, menunggu Taehyung bercerita.

"Aku sudah berusaha, tapi tidak bisa. Kau sahabatku dan aku tidak mau kita menjaga jarak satu sama lain hanya karena seseorang. Aku-"

"Kau tahu, Tae? Bagiku kalian hanya terlalu saling mencintai sampai berani melukai satu sama lain. Aku tahu niatmu baik, tapi apa kau perlu menyiksa dirimu sampai seperti ini? Kalau kalian masih saling mencintai, jangan mengambil keputusan bodoh untuk meninggalkan satu sama lain. Cukup aku saja, aku tidak mau sahabatku mengalaminya juga."

"Aku kecewa pada diriku sendiri, Jimin. Kau tidak akan tahu bagaimana rasa sakit serta bersalah itu menghantuiki setiap waktu. Setiap kali melihat Jungkook, aku hanya akan melihat kekecewaan menguar dari seluruh tubuhnya, dan itu membuatku sesak."

Jimin menggeleng, "Tae, percayalah bahwa di mataku tidak ada yang lebih baik selain Jungkook untukmu. Dia yang paling sempurna. Nikmati waktu istirahatmu, pikirkan masa lalu kalian, apa kau rela melepaskannya begitu saja disaat kau tahu dengan jelas bahwa kalian masih saling butuh satu sama lain?"

Di sana Taehyung termenung, mengulas kilas balik kisah cintanya bersana Jungkook. Kelereng jernihnya beralih pada Jimin, balas menatap dalam hening saat kedua tangannya diremat halus.

"Aku tidak akan memaksa, semua kembali padamu. Apa pun keputusanmu aku mendukung. Yang kukatakan tadi hanya sebuah pengingat dan opiniku secara pribadi. Ingat, selalu ada aku dan Jin Hyung yang akan membuka tangan lebar ketika kau butuh teman bicara. Jangan diam, kami khawatir karena baru kali ini kau sekacau ini. Mengerti?"

Daily LoveOnde histórias criam vida. Descubra agora