Empat Belas

41.2K 5.9K 817
                                    

Seperti biasa, setelah sholat Isya, Nela akan bersantai ria di atas ranjangnya sambil memainkan iPhone barunya yang sangat dia sayangi. Walaupun dia pura-pura gengsi dan malu saat Bram menghadiahkan ponsel itu, tetap saja Nela bangga bisa memilikinya. Apalagi saat ponsel lamanya terjual, wah tambah bahagia Nela karena mendapatkan duit jajan tambahan.

Karena malam ini adalah malam minggu, Nela bisa tidur lebih malam karena besok libur. Well, meski dia harus bangun pagi untuk sholat subuh dan membantu Bunda siap-siapin jual sarapan, namun Nela bisa tidur lagi setelahnya. Bagi Nela, Minggu adalah hari terindah di hidupnya yang monoton ini.

Eh sebenarnya, hidupnya tidak monoton lagi setelah Bram hadir. Setiap saat, setiap detik, pria nyebelin itu memang gangguin dia tanpa henti. Nano-nano rasanya. Kadang Nela merasa jengah, tetapi tak jarang pula Nela merasa senang melihat sikap bucin Bram yang lucu. Lumayan kan bisa dijadiin referensi untuk ceritanya di Wattpad.

Oh, ngomong-ngomong soal judul cerita Nela yang panjangnya mirip judul sinetron itu, akhirnya ia mengganti judul "Dijodohin sama Om-Om? Ih Ogah Banget Deh. Tapi Kalau Om-Omnya Cogan dan tajir, Gue mau!" menjadi "Jodohku Om-Om?!". Simpel dan elegan kan?

"Nela, ada gojek tuh di depan."

Esih, Bundanya Nela berteriak dari arah ruang tengah. Jam-jam seperti ini, biasanya Beliau sedang menonton ajang menyanyi dangdut di salah satu siaran televisi swasta. Artis favorit bundanya adalah Soimah.

"Gojek? Aku gak pesen kok," sahut Nela sambil mengintip halaman depan rumah melalui jendela kamarnya. Benar kata bunda, di sana ada tukang ojek yang membawa kantong berwarna putih. Bukan Gojek sih, lebih tepatnya gofood.

Nela sontak keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tamu. Ia juga tidak lupa memakai jilbab instan yang dipakai langsung tanpa jarum pentul.

"Jadi siapa yang pesen kalo bukan kamu? Wong Johan lagi main di rumah temennya," kata Esih acuh tak acuh, memeluk bantal kecil sambil menonton layar televisi. Sesekali dia juga tertawa mendengar lelucon yang dilontarkan oleh pembawa acara dangdut tersebut.

Nela sepertinya tahu siapa yang mengirimkannya makanan di malam minggu yang mendung ini. Namun untuk membuktikannya, ia pun membuka pintu rumah sambil melihat si tukang ojek yang ternyata masih muda—mungkin dia masih sekolah.

"Ya?" Nela menyembulkan kepalanya sedikit dari balik pintu.

"Mbak Nela?"

"Iya kak, aku sendiri."

"Ini pesanan atas nama Bram, pacar Mbak." Driver tersebut turun dari motornya dan memberikan kantong putih yang Nela duga isinya martabak. Soalnya, aroma khas daun pandan dan coklat yang masih panas itu menyeruak masuk ke hidungnya.

Ngomong-ngomong, Nela terlalu malas menjelaskan status pacar Bram kepada driver tersebut. Mau sok menolak tetapi si tukang ojol ini juga tidak ada hubungannya. Jadi, lebih baik Nela diam saja deh.

"Sudah dibayar kak?" tanya Nela sambil melihat isi dalam kantong itu. Dugaannya tepat saat melihat tulisan Terang Bulan Manis Abis sebagai nama toko tempat martabak itu dibeli.

"Udah Mbak. Pacar Mbak yang bayar."

"Oh iya. Makasih ya kak."

Setelah driver pergi sambil mengendarai motor maticnya, Nela pun menutup pintu sembari membawa si terang bulan di tangannya. Ia sebenarnya bingung sih kenapa Bram tiba-tiba membelikan makanan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, namun ini tidak buruk juga karena kebetulan dia sedang pengen makan yang manis-manis.

"Pesen makanan terus ya Nel. Padahal makanan di rumah aja bejibun," celoteh Esih ketika anak gadisnya ini duduk bersila di sampingnya.

"Bukan aku yang pesen kok bun. Ini dibeliin temenku." Nela membuka kantong kresek tersebut dan membuka kotak martabak yang terbuat dari karton. Aroma semerbak manis spontanmembuatnya meneguk ludah. Duh tahu aja si Bram kesukaannya.

Playboy Insaf [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang