[2/3]

7 3 1
                                    

MAZE OF MEMORIES


• • •

"Kuharap kereta waktu berlari dengan tempo yang cepat. Agar aku mampu melupakanmu dalam waktu singkat."

• • •








Sehari, dua hari, tiga puluh hari hingga tahun berikutnya rasaku masih terpendam, belum mampu kuungkap. Dan kamu masih setia menjadi teman baikku, aku pun masih setia menjadi tempat keluh kesahmu, kamu masih ceritakan semuanya padaku. Tentang kamu, tentang dia, tentang kalian berdua. Hingga masa membawaku pada kegamangan yang luar biasa, kuputuskan kakiku untuk melangkah pergi darimu. Yang membuatmu heran dengan tindakanku. Kamu seolah bertanya 'kenapa begini?' 'Ada apa?' 'Kamu kenapa?' 'Apa salahku?'. Lagi, lidahku kelu jika harus menumpahkan semua alasannya. Biar kupaksakan kakiku melangkah pergi, jangan mencegahku lagi. Aku ingin berdamai dengan diriku sendiri.

Berulang kali kau mengunjungi rumahku, berharap aku mau bertemu lagi denganmu. Tapi aku tak menuruti semua kemauanmu. Bukan aku benci, tapi aku hanya mencoba agar aku tak lupa untuk peduli pada diri sendiri.

Tapi kamu tak pernah menyerah, kamu lagi-lagi memaksaku agar aku menjelaskan semuanya. Menjelaskan tentang kepergianku. Dan sayangnya aku tak menanggapi itu sama sekali. Sampai suatu haru kamu menyerah, tak lagi mengunjungi rumahku tapi kamu pun tak hentinya mengirim ratusan pesan singkat padaku, yang selalu saja langsung kuhapus satu-persatu. Hingga pada pesan terakhir kamu bilang bahwa gadis dambaanmu sudah resmi menjadi milikmu. Haruskah kubalas pesanmu itu? Atau bernasib sama seperti pesan yang sudah kubuang. Jika Tuhan mengizinkanku, tolong kembalikan aku pada masa di mana awal aku mengenalmu. Seharusnya saat itu yang kulakukan adalah bersikap biasa saja, tapi ternyata memang kamu yang pandai menumbuhkan rasa.

Tapi sejauh kita bersana tidak kah kamu merasa bahwa kita serasi? Apakah kecocokanku bukan berarti kecocokanmu? Tidak kah kamu merasa bahwa kita ini sepaham, sependapat, bahkan beberapa kesamaan kutemukan dalam dirimu. Aku tahu itu tidak menjadi alasan mutlak untuk menjadikan kita bersatu. Tapi setidaknya, rasakanlah olehmu bahwa aku berhasil menemukan rumahku, yaitu kamu. Dan ketahuilah bahwa aku selalu saja dibutakan oleh tutur kalimatmu, seolah apa yang ada pada dirimu semuanya sempurna, tak ada tandingnya. Kuakui kamu memang bukan lelaki biasa, segudang keistimewaan yang kau sembunyikan dengan rapi itu tetap saja terpancar. Dan aku yakin orang yang mengenalmu pun sependapat denganku.

Dan mohon sadarlah bahwa kaulah yang menjadi alasan mengapa aku dengan mudahnya melupakan orang-orang yang dulu pernah singgah di hati. Kau pula yang akhirnya aku jadikan sandaran. Karena setiap sikap yang kau berikan mampu membuatku lupa tentang mereka yang pernah meremehkan. Berhasil meletupkan sesuatu dalam dada merupakan rutinitasmu. Bahkan aku mampu melupakan segala hal di dunia ini dan hanya satu yang kuingat: yaitu dirimu. Hanya kamu yang menerima kehadiranku tanpa syarat apapun, kamu yang selalu bersedia mendengarkan ceritaku, kamu yang mampu mengembalikan senyumku.

Kehadiranmu tak pernah kuduga sebelumnya, karena bertemu dengan orang sepertimu bagiku hanya ilusi belaka. Orang sepertiku tak sepatutnya dipertemukan dengan orang sepertimu, karena jika suatu saat aku kehilangan dirimu, aku akan terlihat begitu menyedihkan. Entah seperti apa dirimu sebenarnya, sejuta rahasia yang bahkan tak sanggup kusingkap dengan mudahnya. Ada puluhan halangan yang sulit kutepikan. Ingin sekali menyingkap seluruh peristiwa yang kamu alami, dan suatu saat dirikulah yang menjadi bagian dari setiap peristiwa yang kamu jalani.

Aku paham, semua yang terjadi tak bisa kuubah semauku. Semuanya bergulir mengikuti takdir yang sudah tergaris. Dan jika aku memiliki kunci hatimu, kan kubuka lalu kuubah arah haluanmu, menjadi menghadapku. Kita akan saling berhadapan, kemudian saling menemukan sesuatu yang kita butuhkan

Melupakanmu adalah opsi yang selalu kuhindari. Aku tak ingin mengabiskan waktu hanya untuk melupakan seseorang, bagiku itu hal yang percuma. Semakin berusaha untuk melupakan justru akan semakin teringat. Jadi kuputuskan untuk tidak melupakanmu dengan penuh paksa, biar waktu yang menyeretmu keluar dari pikiranku. Biar waktu yang menghapus seluruh partikel kenangan yang kau beri. Yang kubutuhkan cukup satu yaitu berbenah diri agar tak lagi mengalami hal seperti ini. Agar tak lagi merasa dikecewakan orang lain hanya karena kesalahan diri sendiri. Semua yang terjadi bermula karena aku yang terlalu berharap pada manusia. Hingga aku lupa pada Sang Pencipta. Kuharap Allah memberi jalan lain agar hatiku tak lagi terpaut padamu.

Setelah berbulan-bulan kita tak lagi bersua, tak lagi saling bicara dan perasaanku ternyata sudah hampir reda. Namun entah kisah apa lagi yang harus kuhadapi, karena setelah sekian lama kita terpisah, kamu justru kembali menyapa. Keramahanmu masih sama, binar matamu masih serupa. Kali ini kuharap aku bisa lebih dewasa menghadapimu yang selalu kupandang istimewa itu. Kusambut kedatanganmu dan ternyata kamu tahu tentang aku yang menaruh hati padamu. Entah apa yang harus kulakukan lagi jika sudah begini.

Kemudian kamu seolah paham jika aku sedang tidak mampu untuk memulai percakapan, akhirnya kamu yang memulai semua pembicaraan. Kamu yang berulang kali meminta maaf padaku, kamu yang berulang kali menggenggam tanganku. Seolah kamu benar-benar ada di posisi yang salah. Padahal tidak begitu, bagiku ini semua bukan salahmu. Tokoh utama yang paling bersalah adalah diriku sendiri. Namun aku tak ingin lagi menyalahkan diri sendiri. Lagi, soal rasa memang tak bisa kita paksa. Aku mencintaimu bukan keinginanku, karena mungkin memang sudah fitrahnya manusia akan selalu jatuh cinta.

Kuberanikan diri mengungkap segala hal yang selama ini kualami saat bersamamu. Tentang kamu yang serupa dengan doaku, tentang kamu yang selalu menjadi pendengar setiaku, tentang kamu yang serasa rumahku. Dan kamu lagi-lagi meminta maaf atas semua yang tak pernah kamu sadari itu. Kamu meminta maaf tentang cerita-ceritamu yang pernah kutelan itu.

Setelah kita saling mengucap maaf satu sama lain, kamu memintaku agar menjadi temanmu lagi dengan suasana yang baru. Awalnya aku ragu, aku takut jika rasa itu tumbuh kembali. Dan sebetulnya rasa itu memang masih ada hanya saja berkurang, sudah tak sebanyak dulu.






















Setelah Kita Berpisah © 2018
NISAID

Maze of MemoriesOù les histoires vivent. Découvrez maintenant