Berikutnya, anak itu langsung masuk kedalam pelukan Mama nya dengan manja. Meskipun barbar di sekolah, Gaby akan jadi seimut itu kalau di depan kedua orang tuanya.

"Ululuuu... kesayangan Mama. Selamat ulang tahun ya sayang, I just pray for your happiness. I love you." Sebagai pamungkasnya, Jeni mengecup puncak kepala Gaby dengan penuh sayang. Disusul Evan yang kemudian ikut bergabung dalam pelukan itu.

Interaksi manis keluarga kecil itu mengundang tatapan gemas bagi beberapa orang, hingga tak sedikit juga mengabadikan moment itu. Kecuali dua orang yang sejak tadi menatap mereka dengan sendu. Ya, Tea dan Rion yang kemudian secara bersamaan langsung menundukkan kepala.

Benar, bohong kalau tidak iri melihat kebahagian orang lain yang nasibnya beruntung.

Maksudnya, Evan lebih beruntung kan dibandingkan Rion. Evan bisa membesarkan anak gadisnya dengan Jeni, istri yang dia nikahi belasan tahun lalu. Sementara Rion, dia hanya membesarkan anak gadisnya seorang diri, karena Lavenia yang dia nikahi pergi untuk selamanya, sehari setelah melahirkan. Evan hanya berperan sebagai Ayah untuk Gaby, tidak dengan Rion yang merangkap jadi Ibu sekaligus.

Dan tentu saja, dusta sekali jika Tea tidak pernah iri dengan Gaby yang memiliki orang tua lengkap, sementara dirinya hanya punya Papi.

Di setiap ulang tahun, Gaby selalu ada di tengah Mama dan Papa nya. Sementara Tea, dia selalu berdiri di sisi Papi nya. Kadang kala, Tea ingin sekali merasakan yang Gaby rasakan. Ada di tengah-tengah Papi dan Mami. Tapi itu mustahil, sebab Mami hanya dia kenal lewat cerita orang.

"Papi," Kata Tea seraya menyandarkan kepalanya pada pundak Rion. Beruntung sekali mereka duduk bersebelahan.

Rion yang semula menunduk pun langsung mendongak karena terkejut.

Ah rupanya dia baru sadar kalau bukan hanya dirinya yang sedikit tidak baik-baik saja saat melihat keutuhan keluarga, tapi Tea juga merasakan hal yang sama. Bahkan, mungkin Tea lebih tidak baik-baik saja dari pada dirinya. Setidaknya Rion masih punya orang tua lengkap, sedangkan anak gadisnya hanya punya dia seorang.

"Hm, kenapa sayang?" Rion jelas tau seperti apa perasaan Tea saat ini, makanya dia pun segera merangkul bahu putrinya sambil mengelusnya pelan seolah-olah mengatakan begini, "Don't to worry baby girl, you have me here."

"Besok suruh Tante Noushin ke rumah dong, aku kangen masakan dia."

"Besok--"

"Papi... pleaseeee." Ini nih, yang bikin Rion selalu lemah. Wajah memelas Tea lengkap dengan suara sok imut nya saat sedang menginginkan sesuatu, itu sangat ampuh untuk mengabulkan permintaan. Lantas dia pun segera mengangguk, tidak peduli jika besok banyak pekerjaan yang menumpuk.

"Okay-okay, Papi usahain."

"Janji dulu," Lalu Tea mengangkat jari kelingking nya untuk kemudian Rion satukan dengan kelingking miliknya.

"Buat makan malam doang."

"It's okay."

"Oh iya, lusa Oma datang." Kontan saja kesedihan Tea langsung hilang seketika. Yang tadinya lesu seperti tidak punya tenaga, kini langsung semangat empat lima hingga duduknya jadi tegak kembali.

Ah itu karena dia sudah sangat rindu dengan Oma nya. Oma yang dulu merawat nya, menemaninya bermain, dan melakukan apa saja yang Tea mau jika Papi tidak ada di rumah.

Dulu, mereka memang tinggal serumah untuk membesarkan Adrastea kesayangan mereka, tapi semenjak Tea memasuki sekolah menengah pertama, mereka pindah ke Bogor untuk menempati rumah yang sudah diidam-idamkan sejak lama, jauh dari kota serta ramah lingkungan dengan halaman luas dan kebun berhektar-hektar yang ditanami buah juga sayur di sekitaran rumah itu.

Me vs PapiWhere stories live. Discover now