Tiga Belas

41.1K 5.8K 720
                                    

"Jadi pokoknya kamu gak boleh ke rumah malem ini. Titik. Gak boleh bantah!" Nela mengacungkan jari telunjuknya ke udara sambil melototi Bram.

Setelah makan siang dadakan karena Bram yang sudah hampir pingsan itu, akhirnya mereka berjalan-jalan menyusuri barisan rak buku dalam toko Gramedia Matraman tersebut. Untung saja, Nela tidak terlambat untuk menyuruh Bram makan sebelum mereka bicara, karena kalau mereka berdebat terlebih dahulu, sudah pasti Bram akan dibawa ke rumah sakit.

Nela tak menyangka kalau Bram bisa sebodoh ini. Rela tidak makan dan tidak tidur hanya karena diabaikan olehnya? Nela tidak tahu mau senang atau jengkel melihat Bram seperti itu. Dia juga harus berhati-hati mulai sekarang setelah tahu bahwa Bram akan menyiksa diri sendiri saat galau. Nela enggan menjadi penyebab utama kematian seseorang. Sampai kapanpun, dia tidak akan rela.

"Tapi kamu janji jangan jauhin aku lagi?" Bram hendak merangkul pundak Nela, tetapi Nela segera memelintir tangannya dengan cepat. Bram meringis kesakitan dan mengusap lengannya. Ternyata, Nela termasuk kecil-kecil cabe rawit. Tenaganya boleh juga.

Padahal Bram sudah terbang ke langit ketujuh saat Nela menaruh perhatian padanya tadi—sebelum mereka makan. Setelah dia mulai sedikit fit dan bertenaga, Nela kembali ke mode cewek jual mahal. Ah, apakah dia harus sakit dulu untuk mendapat perhatian gadis itu? Bisa jadi.

 Ah, apakah dia harus sakit dulu untuk mendapat perhatian gadis itu? Bisa jadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Uh ngapain aku harus janji begitu?" Nela berkacak pinggang. Pacar bukan, suami bukan, kenapa Bram bisa menuntutnya begitu? Dia merasa kalau harga dirinya sedang ditekan oleh pria bucin itu.

"Ya sudah kalau gak mau janji, aku tetep bakal ke rumah kamu malam ini. Siap-siap aja," ancam Bram dengan mata liciknya.

Nela sedikit kasihan melihat kantung mata Bram yang hitam itu. Kantung matanya punya kantung mata lagi. Dia memang cukup hebat bisa tidak tidur selama tiga hari. Bukan, lebih tepatnya Bram itu gila.

"Ihh!! Padahal akar masalah ini kan karena kamu ci—" Nela sontak menutup mulutnya setelah sadar bahwa hal itu tidak patut untuk diucapkan, "hmm, ya udah, yang waras ngalah. Aku mau janji tapi kamu juga harus janji—" Nela menyuruh Bram untuk mendekat sehingga ia bisa membisikkan sesuatu di telinganya, "gak boleh cium aku lagi," bisiknya sebelum menjauh.

Nela tidak melihat jika pipi Bram seketika merona karena merasakan kedekatan seintens itu. Bram pikir, Nela ingin menciumnya. Jantungnya berdebar keras tanpa terkendali, dan kakinya mulai goyah. Astaga, dia sungguh menyedihkan.

Bram mengaku kalau dia bukan pria suci. Dia sering melakukan kenikmatan dunia dengan pacar-pacarnya sebelum bertemu Nela. Tetapi kenapa reaksi tubuhnya saat bercinta sama dengan Nela membisikkan sesuatu di telinganya? Dia gemetaran. Astaga, Bram ingin dibisikin lagi. Suara Nela sangat lembut dan seksi. Ah, sial. Dia seperti remaja labil kalau begini.

Playboy Insaf [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang