Babak Baru di Montreal │Chapter 2 - Dunia Terbalik

44 3 0
                                    


Bekasi, Indonesia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bekasi, Indonesia

"I hope she has a great time, learning to live by her self and be more confident than she was before", David berujar pelan sesaat setelah sambungan telepon dengan Ayu ditutup.

David, laki-laki yang kukenal di Bali 6 tahun silam, ternyata adalah pelabuhan hatiku yang terakhir. Ia juga sangat menyayangi Ayu, anakku.

Aku memejamkan mata saat membayangkan putri cantikku. Lituh Ayu, begitulah ia dinamai. Cing Qori yang memberikannya nama itu dan sesuai dengan namanya, ia pun tumbuh dengan paras rupawan dan hati yang baik. Ia adalah anak yang periang, pemberani, dan juga penyayang. Ia begitu mudah mendapatkan teman dan selalu berjuang untuk apapun yang diinginkannya.

Aku tersenyum saat mengingat perjalanan kami ke Semarang di suatu waktu, kami naik kereta dari Jakarta dan tak disangka aku mabuk perjalanan. Ayu kecil dengan sigap menggosokkan minyak angin ke dada dan dahiku. Ia terlihat begitu mencemaskanku, ia terus memelukku dan menggenggam tanganku.

Ia juga anak yang mandiri, pernah aku meninggalkannya 5 hari karena ada pekerjaan di Bandung, ia aku titipkan pada Mpok Wati. Mpok Wati bilang Ayu tidak manja dan justru banyak membantunya mengerjakan pekerjaan rumah.

Ayu anakku sayang, Ayu anakku malang. Aku terdiam begitu membayangkan betapa kelamnya kisah kami berdua, saat itu kami...

"Hey, what's wrong", David suamiku tiba-tiba datang lalu memeluk tubuhku dan membelai rambutku. Mataku tampak berkaca-kaca, "Nothing, but thank you", ujarku pelan. Ia tersenyum, meraih tanganku dan menggenggamnya erat lalu membimbingku ke arah tempat tidur, hingga kami pun larut dalam buaian peraduan.

Tak terasa aku bermimpi, namun mimpi itu terasa begitu nyata. Dalam mimpi itu aku berjalan di stasiun kereta, melewati kereta tua, deretan rumah kardus dan karung-karung kumal yang kosong dan bau apek. Lama aku berjalan, hingga akhirnya aku tiba di ujung jalan stasiun menuju jalan besar.

Samar-samar kulihat ada sesosok laki-laki duduk di atas trotoar. Wajahnya terlihat tak begitu jelas awalnya namun lama kelamaan aku bisa mengenali wajahnya, dia Alex, lelaki yang amat kucintai di masa lampau. "Alex", ujarku pelan. Ia menoleh ke arahku, setengah mukanya penuh luka dan darah. Aku berteriak ketakutan, teringat olehku akan kenyataan bahwa ia meninggal karena kecelakaan di hari yang seharusnya menjadi hari pernikahan kami.

"Nami..", ia berujar lirih. Aku kembali menoleh ke arahnya, namun kini tak ada lagi luka pada wajahnya. Ia terlihat begitu tampan, persis seperti saat pertama kali kami bertemu di ujung jalan ini, saat aku berjalan menuju Kampung Wetan tempat Pak De dan istrinya, Cing Qori tinggal. Aku baru saja pulang dari wawancara kerja dan kala itu ia berdiri tepat di tempat ini sambil mengunyah tusuk gigi.

"Mo kemane Neng? Ihh cantik bener", ujarnya diiringi tawa cengengesan. Tentu saja aku tak menghiraukannya sedikitpun.

"Mi", kembali ia berujar, membuyarkan lamunan masa laluku. Aku menatapnya nanar, ingin ku memeluknya namun aku tak mampu berkata sepatah katapun dan ia sepertinya mengerti dengan maksudku tanpa perlu aku ucapkan, karena ia segera berdiri dengan tubuh kurus kering itu, tubuh yang selalu kupeluk erat sambil berbaring di atas rumput taman bendungan.

BABAK BARU DI MONTREALWhere stories live. Discover now