41; Give Up (spoiler)

6.1K 628 51
                                    

Part 27 sampai 40, dan 42 hingga ending ada di ebook version ya man teman :)

Tinggal 10 hari lagi menjelang tutup PO ebook ORPHIC, jangan sampai kelewatan ya.

Isi formulirnya dengan klik link form di bio wattpad aku trus kalian bisa dm di instagram aku @dialy.me

———


Karena perjalanan panjang dan hampir tengah malam ketika mereka akan pulang ke rumah, membuat Sooji tertidur di sepanjang jalan yang mereka lalui. Ia tidur dengan nyenyak hingga sampai di rumah pun ia masih memejamkan matanya dengan napas yang teratur.

Tak ada alasan lain bagi Taehyung untuk tetap di dalam mobil sementara udara yang masuk ke dalam kendaraannya membuat tubuh pria itu semakin menggigil dan ia tidak mau Sooji merasa hal yang sama semakin lama. Hingga Taehyung menggendong Sooji masuk ke dalam rumah dan merebahkannya di atas ranjang lalu menyelimutinya, tanpa pikir panjang lagi Taehyung yang merasa sama lelahnya dengan Sooji memilih tidur di sebelah wanita itu. Tangannya mendekap Sooji sementara perempuan berambut panjang itu hanya menggeliat pelan dan melanjutkan tidurnya.

Taehyung tersenyum setelah berhasil mengecup pelipis Sooji. Ia memang tidak tahu bagaimana perasaan Sooji ketika tadi ia berusaha bersikap baik padanya dengan menghabiskan waktu semalaman bersamanya, hanya saja yang jelas Taehyung merasa senang. Jika memang ini yang harus ia lakukan untuk mendapatkan hati wanita itu, maka Taehyung sendiri berani bertaruh ia akan bersikap yang sama seperti hari ini esok. Tanpa kekerasan, tanpa bentakan atau paksaan.

Taehyung merubah posisinya senyaman mungkin dengan memeluk Sooji, pun jaraknya yang sedekat ini membuatnya mampu menghirup aroma tubuh Soji yang mengakibatkannya dengan perlahan jatuh terlelap.

Beruntung kali ini ia bisa tidur dengan mudah, mungkin karena Sooji? Ia juga tidak tahu, yang jelas ia harus istirahat sebelum matahari terbit dan harus bangun juga sebelum matahari terbit, yang berarti Taehyung hanya mendapat jatah tidur hanya beberapa jam saja.

———

Jimin berada di dalam kamarnya, duduk di atas lantai bersandarkan pinggiran ranjang dengan memeluk lututnya seraya melamun. Ia mengusak rambutnya sendiri sembari mendesah berat, kenapa harus temannya sendiri yang bermasalah? Pikirnya.

Anjing kecil pomeranian yang ia mandikan siang tadi menggonggong padanya dan tidak mau pergi dari sekitar Jimin. Mungkin karena sejak awal Jimin-lah yang membawanya, meski pun untuk diberikan kepada orang lain.

Melihat pomeranian itu duduk lemah di hadapannya sama seperti dirinya, membuatnya sadar. Ia memang tidak bisa berbuat apa-apa kecuali terus berasumsi.

"Apa yang harus kulakukan, Oru-ya?" gumam Jimin.

Anjing itu diam saja, mungkin karena lelah dan berhubung Jimin membiarkannya masuk ke dalam studio, pasti anjing kecil itu merasa seribu kali lebih nyaman daripada hidup di jalanan yang dingin, seperti ketika ia menemukannya dengan keadaan yang kotor hingga tak mengenalinya jika Oru tidak memakai liontin pemberian Sooji.

"Mungkin-aku memang tidak seharusnya begini." tangannya mengusap bulu halus Oru.

Bukan karena ingin menyerah, ia menyayangkan Taehyung yang berbuat demikian. Ia hanya ingin mengatakan jika yang dilakukan Taehyung salah dan Sooji sudah melalui hari yang berat sejak kejadian yang menimpanya waktu itu. Perlahan, Jimin mulai melepaskan semuanya. Membiarkan segalanya terjadi tanpa ia yang sangat ingin tahu dengan apa yang disembunyikan Taehyung.

Terkadang ia memikirkan hal lain seperti, semakin Jimin ingin tahu maka, besarnya resiko yang akan ditanggung semakin terlihat jelas.

Karirnya dan juga teman-temannya.

Kenapa disaat ia ingin melindungi dan memastikan wanita itu dalam keadaan baik-baik saja, ia malah digoyahkan dengan nama besarnya di panggung hiburan? Sulit untuk mencapai diposisi ini setelah sekian lama dan sekarang ia harus di hadapkan pada pilihan sesulit ini.

Kenapa hanya dia yang tahu? Karena Tuhan sangat mengenal seorang Jimin sebagai seorang yang baik dan begitu lembut. Tuhan hanya ingin mengujinya. Seberapa baik dirinya hingga akan memilih mengorbankan karir sekaligus temannya demi seorang wanita yang membutuhkan pertolongannya.

Atau justru, memilih menyelamatkan karir temannya sekaligus karirnya dan menghempaskan Sooji? Yang itu berarti, Jimin merelakan wanita itu dan berhenti sampai di sini.

Jimin diam dalam waktu yang cukup lama, ia memejamkan kedua matanya dengan berat. Ia berpikir, menimbang di antara manakah yang paling penting.

"Aku menyayanginya," ujarnya pelan, membuat pomeranian itu mengangkat kepalanya seolah mengerti.

"Teman-temanku." lanjut Jimin.

———

Sarapan sudah di antar ke kamar Sooji sementara wanita itu masih tertidur. Pakaian baru yang dikirimkan melalui paket kini sudah tertata rapi di dalam lemari tanpa Sooji ketahui. Dan sesaat kemudian ia membuka matanya perlahan, ia melihat sekitarnya lalu duduk diam seraya mengumpulkan nyawa dan kesadarannya. Kepalanya menunduk, mengingat malam yang sudah ia lalui kemarin.

Sooji menengok tempat kosong di sebelahnya. Seingatnya Taehyung tidur di sana semalam ketika ia merasakan rengkuhan pria itu. Tapi, bukan itu yang Sooji maksud. Melainkan Park Jimin.

Sooji membuka tangan kanannya, mengamati gerak jarinya. Perlahan kedua matanya terpejam, ia membayangkan perasaan dingin pada telapak tangannya sama seperti kemarin. Lalu ketika ia membuka matanya untuk kali ini-

Sooji tidak melihat siapa pun berada di depannya. Ia tidak melihat Jimin seperti kemarin.

Entah kenapa ia sedih hanya karena membayangkan sesuatu yang tidak nyata. Sesuatu yang ia harapkan namun tidak ada.

Sarapannya tiba-tiba ada di sana ketika Sooji melihat nakas di sebelahnya dan saat ia menyentuh segelas susu itu ternyata masih terasa hangat. Ia menoleh pada pintu, kemudian berjalan ke sana.

Perlahan, tangannya menyentuh kenop pintu. Berharap ia mampu membukanya, tapi nihil. Demi apa Sooji berharap perubahan sikap Taehyung kemarin akan membuat pria itu sedikit memberinya kelonggaran seperti, membiarkannya keluar dari ruangan ini. Itu saja.

Namun ternyata, Taehyung masih sama. Tidak berubah sama sekali. Ia masih menjadi seorang yang berwatak keras hingga tak memberinya sedikit ruang untuknya bergerak dengan leluasa.

Sooji menatap kosong pintu di depannya.

Since the door was locked,
she shouldn't had much hope.

Since the door was locked, she shouldn't had much hope

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


———


Xx,
starbookdialy

ORPHIC || KTH ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang