Pagi ini hujan turun, tidak deras memang tapi cukup membuat suasana hatiku pagi ini rusak seketika. Aku mendengus sembari terus berjalan menuju halte dengan tubuh memakai jas hujan transparan untuk melindungiku dari tetesan hujan.
Kakiku melangkah dengan cepat saat menyadari dari kejauhan bus sudah berhenti di depan halte, aku tidak mau tertinggal bus kali ini.
Deru napasku tersengal dan sepatuku yang sudah basah terkena cipratan air yang aku injak.
Terlihat banyak orang-orang dengan pakaian formal dan beberapa pelajar sepertiku mulai memasuki bus.
Aku berhenti tepat saat sudah di depan pintu, dengan sigap kulepas jas hujanku lalu melipatnya dan memasukkannya ke paper bag kecil khusus jas hujan yang ada di dalam tasku.
Saat aku memasuki bus dengan menenteng paper bag banyak tatapan mata sarat akan kecaman langsung kudapat. Mungkin di antaranya sebal denganku yang membuat bus lama melaju, membuat mereka-mungkin akan terlambat.
Baiklah, kali ini aku salah lagi. Aku menunduk sembari mencari tempat duduk. Dan terdapat satu kursi kosong lalu dengan cepat aku mendudukinya.
Aku menghela napas lega, setidaknya aku lepas dari tatapan mematikan itu.
Aku melirik ke samping kiriku, aku bahkan tidak menyadari ada seseorang yang duduk di sana.
Dengan sedikit ragu aku menatapnya yang memberikanku sebuah tisu. Untuk apa?
"Wajahmu terdapat banyak tetesan air,"
Kalimatnya membuat tangan kananku langsung meraba wajahku dengan keadaan masih membeku menatap manik hijaunya.
Dingin. Aku seperti habis mencuci muka, tapi aku yakin kali ini pandanganku masih diambil oleh laki-laki di hadapanku.
"Te-terimakasih," aku tergagap dan langsung meraih tisu yang diberikannya.
Aku meremas tisu yang sudah aku gunakan untuk mengelap wajah basahku tadi, entah mengapa aku saat ini seperti kedinginan. Apalagi sekarang mungkin bibirku sudah membiru. Tidak biasanya aku seperti ini, walaupun hujan sederas apapun kecuali aku sedang gugup.
Apa aku gugup? Karena apa?
Tidak lama kemudian bus berhenti di depan halte sekolah, aku turun dengan menenteng paper bag-ku.
"Hai, tunggu!"
Langkahku ingin terhenti saat aku mendengar seruan seseorang, namun aku tidak memperdulikannya mungkin seruan itu untuk orang lain bukan untukku.
"Kau cepat sekali jalannya," aku menoleh ke arah sampingku.
Aku ingin terkejut, namun aku tetap memasang wajah datar. Laki-laki pemberi tisu di bus tadi berada di sampingku.
"Maaf, ka-u bicara denganku?"
Aku merutuki kebodohanku, memang dia bicara dengan siapa kecuali hanya aku orang yang berada di dekatnya.
"Menurutmu?" Dia tersenyum, aku rasa itu senyum mengejek. Namun entah mengapa itu terlihat sangat memikat.
"Aku tidak tahu," ujarku dengan nada datar, apa-apaan laki-laki ini?
Aku menelusuri pakaian yang dia gunakan, seragamnya sama denganku. Aku tidak menyadari tadi saat kami di bus, karena dia yang memakai sebuah hoodie hijau tua yang kini ada di genggamannya.
"Aku murid baru di sini, aku bersyukur tadi saat aku melihatmu dengan seragam yang sama denganku, kalau tidak, mungkin aku akan kebingungan nantinya,"
"Kau mau, kan membantuku mencari kantor guru?" Tambahnya saat kami memasuki gerbang sekolah.
"Tentu," jawabku lirih. Dia sudah berbaik hati membagikan tisunya untukku tadi. Jadi, tidak ada salahnya,kan aku memberi bantuan?
YOU ARE READING
RESTRAINED
Fantasy(On Going) Ini bukan sebuah kemampuan, tapi ini adalah sebuah pertolongan. Elsie Addison, remaja yang selalu menginginkan hidup normal, hidup biasa, sampai keinginannya untuk ingin pergi dari dunia ini. Bukan bunuh diri, itu tidak ada dalam daftar h...
