Part 10

5.9K 701 38
                                    

Senyum manis tidak bisa Aji sembunyikan lagi dari bibirnya. Sepanjang perjalanan menuju kantor tidak hentinya lelaki itu mengucap syukur dalam hati. Baru sau hari berdekatan dengan Naswa, tetapi lelaki itu merasakan kebahagiaan sedemikian rupa. Bagaimana jika ia sudah lama berdekatan dengan Naswa? Mungkin hari-harinya akan diisi dengan kebahagiaan semata.

“Pagi, Bos! Kenapa itu bibirnya senyum terus?!”

Bambang bertanya dengan nada heran, pasalnya Aji terkenal dengan profesionalitas tanpa kata ramah. Mungkin jika berpapasan dengan karyawan ia akan mengangguk dengan senyum tipis. Namun, kali ini ia tersenyum lebar seolah tidak sedang menanggung beban masalah apa pun.

Aji menggeleng sembari melangkah memasuki ruangannya. Bambang tidak lagi tinggal diam. Ia mengikuti bosnya itu karena terlampau ingin tahu apa yang terjadi. Tanpa sungkan ia memasuki ruangan bercat putih itu.

“No! Pasti ada yang salah ini!” Bambang berkata seraya menatap Aji intens.

“Sekretaris dilarang kepo dengan urusan bos!” Aji berkata dengan penuh penekanan.

Bambang mengelus dada dengan wajah memelas. Tingkat kekepoannya telah mencapai puncak. Pada akhirnya, pertanyaan demi pertanyaan terus terucap dari bibir lelaki itu. Tanpa memedulikan Aji yang mulai kesal dengannya.

“Kenapa, sih, Ji?! Gue kepo!”

“Gue ... udah nikah.”

Mau tidak mau Aji memberitahukan ini pada Bambang. Lelaki itu tidak suka jika sahabatnya mengoceh tanpa henti seperti tadi. Sekarang justru sebuah tawa membahana memenuhi ruangan tersebut.

“Lo enggak halu, kan?” tanya Bambang sesaat setelah memberhentikan tawanya.

“Seingat gue, lo bakal nikah seminggu lagi sama Rea. Terus kenapa bisa lo ngomong udah nikah?” Bambang mengeluarkan pertanyaannya bertubi-tubi.

“Namanya rencana manusia dan Tuhan yang menentukannya. Jadi, mana gue tahu kalau rencana itu gagal. Gue nikah semalam bukan sama Rea.”

Bambang mengerjapkan mata dan memandang horor ke arah Aji. Ia bahkan tidak pernah memergoki sahabatnya dengan wanita lain selain Rea? Lantas Aji menikah dengan siapa?

“Lo nikah sama manusia, kan?” tanya Bambang dengan nada lirih.

Sebuah buku nota yang tebalnya lima centimeter berhasil mendarat di kening Bambang. Sontak lelaki itu mengaduh kesakitan. Di sampingnya, Aji justru tersenyum puas.

“Eh, sableng! Kalau kepala gue bocor lo mau nambal?”

Aji menggeleng tegas. “Nggak mau, dong!”

“Sableng!”

“Gue waras, Buambang! Cuman lo aja yang kurang satu ons. Seorang Aji Mahendra adalah lelaki normal pada umumnya. Jadi kalau nikah pastinya sama manusia berjenis kelamin perempuan! Bukan sama jin!”

Hilang sudah wibawa Aji jika sudah bersama Bambang. Lelaki itu sebal bukan kepalang karena pertanyaan sahabatnya. Memang sempat tersebar gosip miring bahwa ia gay. Namun, ia enggan menanggapi dan mengklarifikasi.

“Terus, lo nikah sama siapa?! Kenapa mendahului undangan? Kenapa mantennya bukan Rea? Apa karena lo udah kebelet nikah? Apa karena lo udah buat kembung anak orang?”

“Gue nikah sama wanita.”

“Hah?!”

Bambang bangkit dari meja yang diduduki. Hampir saja tubuhnya terjerembab jika tangannya tidak berpegangan di sisi meja. Lelaki itu benar-benar terkejut dengan berita yang Aji bawa hari ini.

Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]Where stories live. Discover now