Part 8

6K 819 58
                                    

"Asalkan apa, Ma?"

"Jangan sakiti dia."

Mama Aji tersenyum seraya berlalu. Meninggalkan Aji yang termenung dengan kejutan hari ini. Ia masih tidak percaya kenapa mamanya bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Sangat berbanding terbalik dengan dulu yang pernah menentang keberadaan Naswa.

***

Bakda Isya, keluarga Aji bersiap untuk ke rumah Naswa. Entah mengapa sekarang lelaki itu merasakan keringat dingin mengalir di telapak tangannya. Entah karena takut ditolak atau takut untuk bertemu Naswa. Mengingat kejadian yang tidak menyenangkan pernah terjadi.

Selama lima belas menit perjalanan, tidak ada percakapan yang terlontar. Keheningan masih mengurung suasana mobil. Tepat saat jam menunjukkan pukul setengah delapan malam, mobil putih itu telah terhenti di depan rumah Naswa.

"Jangan gugup, Ji. Ingat umurmu bukan ABG lagi, masa iya masih gemetar mau lamar cewek?!" Papa Aji mulai menggoda anaknya.

Aji tersenyum sekilas. Nyatanya kali ini berbeda. Meskipun ia sudah pernah melaksanakan rapat dengan para petinggi bisnis lain. Namun, berbeda dengan posisi sekarang. Membayangkan saja ada rasa ragu yang mulai datang menyerbu.

"Jangan berpikir negatif. Kamu bisa, Nak!" bisik Papa Aji.

Keluarga itu melangkah mendekati pintu. Mereka mengetuk dengan penuh harap. Di dalam rumah, ketukan pintu membuat Ayah Naswa beranjak dari duduknya. Setelah pontu terbuka, raut terkejut lelaki itu tidak mampu disembunyikan lagi.

"Assalamualaikum." Papa Aji mengucap salam lantas menjabat tangan Ayah Naswa.

"Waalaikumussalam. Mari silakan masuk!"

Tidak lama setelah duduk, Ibu Naswa datang sedikit tergopoh. Tidak berbeda dengan suaminya tadi. Ia pun terkejut dengan kedatangan keluarga Aji.

"Apa Naswa ada, Bu?" tanya Aji tanpa basa basi.

Wanita paruh baya itu segera mengangguk dan melesat ke kamar anaknya. Entah mengapa serasa ada bunga-bunga yang mulai membelit hati Ibu Naswa. Instingnya mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang bahagia.

Ketukan pintu dengan suara sedikit keras membuat Naswa beranjak. Wanita itu tengah fokus untuk membaca buku hingga tidak sadar jika sedang ada tamu di rumahnya. Tanpa terburu-buru ia membuka pintu. Menampakkan raut riang ibunya.

"Ada apa, Bu? Kenapa tersenyum?"

"Ada yang mau bertemu denganmu."

Tanpa menunggu persetujuan, Ibu Naswa langsung menyeret anaknya menuju ruang tamu. Tepat saat kaki Naswa tiba di ruang tamu, rasa terkejut menyapa batinnya. Setelah itu, rasa gugup mulai menggelayut.

"Nah, duduk di samping Ayah, Nak!"

Naswa menuruti perintah. Ia menundukkan pandangan dan duduk di samping ayahnya. Sejenak suasana hening dominan di ruangan tersebut.

Dalam diam, Aji masih berusaha merangkai kata yang pas. Saat sudah sedikit lama berpikir, lelaki itu menyatakan niatnya juga. Seperti dulu, masih dengan suara tegas dan lantang.

"Saya Aji Mahendra, bermaksud untuk melamar Naswa Farida menjadi istri saya."

Naswa bergeming dengan kepala mendongak. Tatapan matanya bersirobok dengan Aji. Menimbulkan sensasi desiran di hati yang berbeda. Tidak bisa dideskripsikan lagi.

"Bagaimana, Nak?"

Ayah Naswa menatap netra anaknya. Tanpa tatapan harap atau menuntut. Kali ini semua keputusan dilimpahkan pada Naswa. Tidak ada paksaan dan tekanan.

Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]Where stories live. Discover now