Part 7

6.4K 668 28
                                    


"Ma."

Aji berkata seraya menyusul mamanya yang kini teruduk di ruang tamu. Satu keluarga tersebut kemudian berkumpul dengan wajah yang berbeda dan memperhatikan Mama Aji. Wanita paruh baya itu masih berusaha mengendalikan napasnya agar tidak memburu.

"Kenapa kamu memilih wanita itu, Ji? Dia bukan gadis lagi! Bahkan dia sama dengan Rea."

Suara wanita paruh baya itu meninggi. Tidak ada tedeng aling-aling lagi. Kedua lelaki di hadapannya menunduk bersiap mendengarkan ceramah yang mungkin bisa membuat hati tercubit.

"Dia sama dengan Rea. Tidak beda dengan sundal di luaran sana!"

Aji tidak lagi bisa diam. Lelaki itu mengelus pelan punggung mamanya. Berusaha menenangkan wanita paruh baya yang kini marah.

"Sabar, Ma. Dengarkan penjelasan Aji dulu!" Aji berkata diiringi tatapan memohon.

"Apa? Penjelasan apa? Kenapa kamu memilih dia?"

Sedetik kemudian Aji beranjak pergi untuk mengambil air. Ia menyodorkan segelas air tersebut kepada mamanya. Beberapa menit keheningan melanda. Tampaknya emosi yang tadinya membuncah telah mulai berkurang.

"Dengarkan Aji dulu, Ma. Aji bahkan baru tahu kalau Naswa sudah tidak gadis lagi. Justru karena keberanian Naswa mengungkapkan semua kekurangannya, Aji semakin mantap untuk menjadikan dia menantu di rumah ini."

Mama Aji melebarkan matanya. "Kamu gila, Ji! Mama tidak sudi!"

"Naswa berbeda, Ma. Ia berbeda dengan Rea. Sudah dijelaskan kalau Naswa kehilangan kegadisannya karena kejahatan seorang lelaki. Bukan seperti Rea yang memberikan kegadisannya dengan suka rela karena cinta."

Ruangan tamu menjadi hening. Semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing. Tanpa berkata lagi, Mama Aji pergi ke kamarnya. Dalam hati, Aji berdoa agar mamanya menerima semua yang terjadi.

***

Sepertiga malam terasa dingin. Hujan telah mengguyur kota Surabaya dini hari tadi. Bertepatan dengan gelegar petir yang saling menyambar, Naswa tengah bermunajat. Netranya telah basah dengan bulir bening yang sampai kini masih menghiasi.

Seperti mawar yang telah terenggut mahkotanya. Lantas apa yang bisa dibanggakan lagi. Tinggal tangkai yang berduri dan perumpamaan itu sama seperti hidup Naswa.

Ia merasa telah gagal menjadi wanita yang menjaga izzahnya. Tidak ada celah untuk sekadar mengungkapkan alasan agar seorang lelaki bisa menerimanya. Nyata, kekurangan yang dimiliki memang tidak bisa ditoleransi.

Di kamar lain, seorang wanita paruh baya tengah bersujud panjang. Menggumamkan doa yang menggetarkan langit dan seisinya. Ibu Naswa telah meminta agar anaknya bisa bahagia.

Di malam itu, langit tengah riuh dengan dua doa yang berkesinambungan. Meski tanpa suara lantang, tetapi dengan ketulusan hati, semua malaikat seakan mengaminkan. Entah akan ada kejutan apa untuk esok. Bukankah Allah bisa memberikan skenario yang tidak teduga?

***

[Hari ini saya ingin bertemu kamu di kafe dekat rumahmu.]

Belum sempurna netra Naswa terbuka, selarik pesan yang dikirimkan oleh nomor yang tidak dikenal tersebut mampu membuatnya kehilangan kantuk. Tertera di baris terakhir bahwa nomor yang tidak dikenal tersebut adalah milik Mama Aji. Jantung wanita itu berpacu mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia takut untuk melangkah menghadapi kenyataan yang mungkin akan menyakitkan lagi.

Naswa masih mengingat semua. Tatapan sinis yang dilemparkan Mama Aji tampak jelas saat ia mengungkap semua kekurangan yang ada. Namun, menururnya tatapan itu masih dalam batas wajar.

Bukan Gadis Lagi (Completed) [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang