[Hari Baru]

128 11 0
                                    

Kriingggg kringgg kringg

Bel SMA Bina Bangsa sudah berbunyi menandakan bahwa murid-murid harus masuk ke dalam kelas, namun berbeda dengan dua murid yang berlarian agar tidak terlambat masuk, namun nyatanya mereka berdua tetap tidak boleh masuk karena terlambat 2 menit.

"Eh pak!! bukain dong, saya telat 2 menit doang ini." kata lelaki yang sedang memohon pada satpam SMA Bina Bangsa.

"Gabisa, siapa suruh telat." kata satpam itu acuh.

"Loh pak, kok udah ditutup sih?" suara wanita yang lembut terdengar di telinga lelaki itu.

"Iya nih, baru juga 2 menit pak. Bukain dong." sahut lelaki itu juga.

Satpam itu tetap tidak mau membuka gerbangnya, dengan terpaksa dua remaja yang terlambat harus lewat pintu belakang yang letaknya di dekat tempat pembuangan sampah.

"Woi!!" bisik lelaki itu.

"Apa?" jawab gadis yang bingung harus bagaimana.

"Ikut gue." lelaki itu mengajaknya ke suatu tempat. Akhirnya mereka berjalan menyusuri gang sempit dan menemukan pintu belakang sekolah.

"Kamu gila ya!!" sahut gadis itu dengan menatap lelaki di hadapannya dengan tidak percaya.

"Lo mau masuk nggak?" dengan ragu gadis itu mengiyakan pertanyaan lelaki itu.

"Gue bukain pintunya," lelaki itu membuka pintu dan menyuruh gadis itu masuk dengan perlahan.

"Pelan-pelan." kata lelaki itu lagi.

"Iya-iya bawel." sahut gadis itu.

Saat mereka berdua sudah masuk, mereka tidak sadar bahwa sudah ada guru Konseling yang sedari tadi mengawasi mereka berdua.

"SHIREEN!! DANESH!!" panggil guru itu.

"Aduh mati gue!" ucap Danesh.

"Sssaaya.." Shireen ragu untuk melanjutkan perkataannya.

"Ikut ibu ke lapangan!!" Shireen dan Danesh masih berdiri disana, dengan perlahan mereka mengikuti arah langkah kaki gurunya.

"Tidak ada toleransi apapun kepada murid yang melanggar hukuman!" guru BK itu menghukum Danesh dan Shireen untuk berdiri ditengah lapangan hingga pukul 9 siang.

Dengan terpaksa Shireen dan Danesh menjalankan hukumannya, satu jam berlalu, Danesh melihat ada yang tidak beres dengan Shireen.

"Eh? lo mimisan." kata Danesh dan tidak disadari oleh Shireen.

"Hah?" Shireen mendongak, wajah Danesh tidak terlalu terlihat di matanya karena sinar matahari yang sangat silau.

"Ayo ke UKS." ajak Danesh.

Danesh membawa Shireen kedalam UKS dan menyerahkannya pada petugas PMR.

"Lo disini aja, hukumannya biar gue yang urus." Shireen sudah tidak bisa menahan tubuhnya, dia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur di UKS.

"Gue nitip ya," ucap Danesh pada petugas PMR yang berada disana.

Danesh berlari ke lapangan, jantungnya berdetak sangat kencang. Dia melanjutkan hukumannya dibawah terik matahari.

"Aku mohon jangan sekarang Tuhan." Danesh berbicara dalam hati, dia tidak mau pingsan disini hanya karena berlari sebentar.

"Danesh lo harus kuat." ucap Danesh lagi.

Hukuman pun telah Danesh selesaikan, dengan lemah Danesh masuk ke dalam kelasnya.

"Dan!!" seru Rama, teman SMP Danesh hingga sekarang.

"Hmm." sahut Danesh.

"Kok bisa lu telat?" tanya Rama.

"Gue tadi malem abis nemenin nyokap ngajar privat di rumah cewe." jawab Danesh.

"Tumben? eh apa? cewe? cantik ga?" Rama mencecar Danesh dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting.

"Gabut aja gue dirumah, lu mau tau cewenya? dia cantik kok, dia blasteran bule juga, abis itu dia juga masih umur 6 tahun." Rama menyesal telah mendengarkan jawaban dari Danesh dan memutuskan untuk bermain game di ponselnya.

"Bodo amat Dan bodo amat!!" seru Rama.

Danesh tertawa dan dia merasa jantungnya sudah berdetak sedikit normal, dia beruntung punya sahabat seperti Rama meskipun sedikit menyebalkan.

Danesh mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru fisikanya sewaktu ia dihukum, tapi Rama saat ini tidak bisa diandalkan. Dia juga sangat bodoh dengan pelajaran fisika.

"Dan, gue liat dong." bisik Rama.

"Lo yang dari tadi ngikutin pelajarannya, kenapa lo yang nanya ke gue sih?" ucap Danesh.

"Ya kan lo tau gue bego banget di fisika." jawab Rama.

"Ya apa kabar gue? gue masuk kelas pas jam mapel fisika udah kelar, gue gatau penjelasannya kaya gimana udah ada tugas aja." gerutu Danesh.

Untungnya, Tuhan berpihak pada mereka berdua. Guru matematika tidak bisa masuk kelas karena ada rapat pemilihan murid untuk Olimpiade Matematika, tentu saja bukan Danesh yang terpilih.

"Dan, nih tugas gue udah kelar." ucap Ara teman sekelas Danesh.

"Wah, makasih Ra." ucap Rama, Danesh masih sibuk dengan bukunya.

"Gue ngasih ke Danesh ya, bukan ke lo." ucap Ara ketus.

Danesh mendongak, tersenyum tipis membuat Ara salah tingkah.
"Makasih Ra, nanti gue balikin yah." ucap Danesh sambil mengacak pelan rambut Ara.

"Bawa aja gapapa, gue pergi dulu." Ara tersenyum salah tingkah, mukanya sudah memerah seperti kepiting rebus. Memang, rumornya Ara menyukai Danesh sejak kelas 10 hingga sekarang Ara masih menyukainya.

"Lo suka sama Ara?" tanya Rama. Danesh menoleh pada teman sebangkunya.

"Lo suka sama Ara?" tanya Danesh pada Rama.

"Kok lo balik nanya sih?" seru Rama.

"Ya abis lo nanya sesuatu hal yang ga masuk akal." jawab Danesh.

"Berarti lo ga suka sama Ara? oke makasih." jawab Rama.

Danesh hanya menggeleng kepalanya perlahan, dia tidak mengerti kenapa sahabatnya begitu unik, hingga sampai saat ini pun, Danesh belum bercerita pada Rama soal penyakitnya. Danesh terlalu takut kehilangan seseorang yang paling penting dalam kehidupannya yang hanya sebentar.

---
Terimakasih sudah membaca 💜

Just One Day[Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang