Dark

391 85 10
                                    





Hujan kian menderas di setiap detiknya. Tetesan air yang melimpah jatuh dan dan membasahi kota tanpa cahaya lampu itu. Di sana, Ji Hyung terduduk di salah satu tempat tanpa alas, sibuk menatapi pemandangan dengan pikiran yang menyalang entah kemana.

"Hei."

Ji Hyung mendongak. Suara pria yang dikenalnya itu lantas membuatnya membuang muka kemudian. Terkesan kekanakan tapi ya---dia memang kenyataannya masih anak-anak. Seorang anak yang kesal pada Papa-nya.

Pria yang memanggilnya barusan hanya mengulum senyum lalu berjalan mendekat.

"Aku tidak tahu apa yang membuatmu membenciku. Padahal ini hari pertama kita bertemu dan aku sudah menyelamatkan nyawamu."

Kata si pria membuat Ji Hyung menekuk lutut. Wajahnya masih berpaling. Dengan hati yang masih teriris karena pada kenyataannya sang Papa tidak mengenalinya.

Ah ya, wajar saja. Karena sang Papa masih mengingat dengan jelas bahwa anak yang ditinggalnya bersama sang Istri masih berusia 12 tahun.

Ji Hyung memejamkan mata, menahan linangan airmata yang mendesak keluar. Entah mengapa hatinya merasa sangat sakit. Ingin rasanya mencekik pria itu sekarang dan berteriak 'mengapa kau tidak pernah pulang?! Apa kau tidak tahu Mama selalu menunggumu bersama airmata di wajahnya?!'

Tapi, Kim Ji Hyung tetap berusaha menenangkan hatinya. Ia harus tahu apa yang membuat Papa-nya tak pulang. Dan yang paling penting, apakah Papa masih mencintai Mama dan ketiga anaknya yang ditinggalkan selama bertahun-tahun?

Itu pertanyaan yang ingin Ji Hyung lontarkan. Namun, daripada mendengar jawabannya, ia ingin melihatnya secara langsung.

"Hei, siapa namamu?" Pria itu tak menyerah untuk mendekati si pemuda. Yang dilihatnya kali pertama ketika bom teroris kembali diledakkan untuk sekian kalinya adalah seorang anak yang pingsan di ujung lorong gelap. Sebelum meledak, ia berlari, keluar dari jalur dan menyelamatkan pemuda itu dari serangan bom.

Ketika pemuda itu sadar, ia hanya memandangi wajahnya. Ia tak tahu apa yang dipikirkan pemuda itu saat melihatnya.

Tapi, satu hal. Pemuda ini terlihat membencinya tanpa alasan.

Ji Hyung meneteskan airmata tanpa ia sadari. Pria yang akrab dipanggil Taehyung itu menyodorkan segelas teh hangat tapi Ji Hyung masih enggan untuk bergerak dari posisi.

"Hei, Nak. Kau tidak kedinginan?" Taehyung meletakkan gelasnya di sebelah pemuda itu kemudian melepas jaketnya saat mendapati punggungnya yang menggigil kedinginan. Lalu, ia menutupi punggung Ji Hyung dengan jaket tebalnya lalu mengusap kepala belakang pemuda tersebut.

Ji Hyung terpaku. Usapan singkat dari sang Papa yang sudah lama ia lupakan kini kembali, memunculkan perasaan yang sudah lama digantinya dengan kebencian.

"Hueningkai."

"Huh?" Taehyung berkedip bingung. Pemuda itu kemudian menoleh, memandangnya dengan pandangan datar.

"Namaku Hueningkai."

Mata elangnya berkedip bingung. "Oh. Aku Taehyung."

"Kau dokter?" Ini pertanyaan yang sungguh retoris di pikiran Ji Hyung.

"Ya. Seperti yang kau lihat."

Ji Hyung tanpa sadar mengeratkan jaket itu di tubuhnya. Tunggu, Ji Hyung sepertinya tahu siapa pembuat jaket ini.

"Kau suka?" Taehyung tersenyum samar manakala menyadari si pemuda mulai merasa nyaman dengan jaketnya. "Istriku yang membuatkannya untukku."

Taehyung kembali duduk di posisi semula. Tangannya kembali memberi segelas teh yang kali ini diterima di tangan anak itu.

Ji Hyung diam. Papa-nya masih ingat dengan Mama? Hal ini membuktikan bahwa yang dipikirkannya selama ini adalah salah.

"Kau sudah menikah?" tanyanya gugup.

Taehyung mengangguk. Sorot matanya tampak redup, selaras dengan awan mendung di atas sana. "Kau tahu, istriku itu wanita yang sangat mengagumkan. Aku selalu merindukannya."



"S-siapa nama Istrimu?"













"Namanya Bae Suzy."




















Oh, tidak.

Ji Hyung benar-benar salah meragukan cinta orangtuanya.








__________________
/sudah dapat titik terang?/
😅💜

LOVE STORY of TAEZY🍮Where stories live. Discover now