Bagian 4.

1K 70 2
                                    


.
.
.

Malam berganti malam, siang berganti siang. Entah, sudah berapa lama aku hidup didunia ini.  Aku sudah terbiasa dengan lingkungannya, suasana jaman dulu yang berbeda 180 derajat,  pemerintahan kerajaan sudah kembali padaku, meski begitu Dya Gitarja dan Gajah Mada masih membantuku yang notabenya sedang mengalami hilang ingatan.

Kini kami, sedang berada di ruang persidangan, aku hanya mengikuti alur pembicaraan pada petinggi Kerajaan, sedang  berbicara tentang ekonomi kerajaan yang mulai merosot, sesekali mereka melirikku membuatku sedikit tak enak hati, kurasa mereka tak suka jika aku disini.

Dya Gitarja menemani malamku kali ini, agaknya sudah seminggu ia pulang kerumahnya,  dimana ibunya bertapa, hingga saat kemarin ia dipanggil menteri kerajaan untuk meminta  persetujuan melakukan beberapa tindakan untuk mengatasi masalah, awalnya ia menolak  karena jelas Pemimpinnya adalah aku,
namun mereka beralasan bahwa aku masih sakit dan mungkin belum bisa berpikir logis.

“Malam yang indah, saya baru tahu jika bintang itu secantik ini” ucap Dya menatap langit lekat
“Aku senang kau menyadarinya” sahutku, kulihat ia memalingkan wajahnya untuk menatapku

“Baginda tahu? Dulu baginda bukanlah orang yang suka mengamati langit” wajahku mendongak  merasakan hembusan angin, kurang mengerti ucapan orang disampingku.“Tapi sekarang  berbeda, kurasa baginda lebih lembut dan tidak angkuh seperti dulu” lanjutnya

Aku tersenyum, bukan senang karena dapat pujian, ia menyadarkanku, menjadi seorang Raja memang tak cocok dengan karakteristikku yang terlalu kalem, aku mulai mengingat perbincangan para pelayan waktu itu,

“Dya... Kurasa akan lebih baik jika kau yang memerintah Kerajaan ini..” ia tertegun mendengar pernyataanku

“Ma-maaf Baginda bukan begitu maksud saya, saya minta maaf jika baginda merasa tersinggung dengan ucapan saya” ia tergupuh, meminta maaf berkali-kali membuatku menggeleng pelan, dan menatap netranya

“Tidak, aku tidak tersinggung, jangan merasa bersalah”

“Tapi—“

“Kau tahu? akhir-akhir ini kepalaku mulai terasa sakit lagi, pengobatan yang dulu tak bertahan lama, Dya kurasa sakit ini semakin parah, aku tak tahu berapa lama tubuhku bisa bertahan...” lirihku diakhir kalimat, tapi ia masih mendengar, aku terkejut melihatnya mulai meneteskan air mata, membuatku merasa bersalah.

“Jangan menangis, seorang kepala pemerintah tidak akan menangis mendengar ucapan seperti itu kan?” ujarku mencoba menegarkan, ia hanya diam dan mencoba menghentikan senggukannya

“Dya, mulai sekarang belajarlah memimpin Kerajaan, para menteri lebih menyukaimu, mungkin kerajaan akan lebih baik jika ada padamu” aku melanjutkan, ia masih diam tak berani menyela, malam ini menjadi kesaksian untukku, penyataanku pada adik pertama Jayanagara, membuatku mengingat sesuatu dimana kematian Jayanagara terjadi membuatku menghela nafas.

“Tidurlah, besok pagi-pagi temani aku ke desa Badander, ajaklah juga Gajah Mada bersamamu”

Dya menatapku dengan raut wajah bingung, aku tersenyum “Setidaknya aku ingin memperbaiki kesalahanku sebagai Raja meski hanya satu desa saja, lagi pula desa itu sudah menolong kita saat istana diserang, aku ingin membalas budi” ia tersenyum haru, entah apa yang ia pikirkan,lalu Dya pamit melenggang keluar kamar.

Sepeninggalnya aku tak langsung tidur, kepalaku terasa berdenyut lagi, ingatan tentang Sejarah Raja Jayanagara muncul dikepalaku.

Bolehkah aku mengubah sejarah?

Haha, apa yang kupikirkan? Apa jadinya sejarah berubah karena ulahku

Tbc

MAJAWhere stories live. Discover now