Bagian 5.

951 67 5
                                    

Pagi menjelang, aku terbangun karena sakit kepalaku yang membuatku menyerkit saking hebatnya. Suara ketukan pintu terdengar, sepagi ini.

"Mohon maaf Raja, saya diperintahkan untuk Raja segera menghadiri rapat bersama para menteri" aku heran,

"Kenapa sepagi ini?" ucapku sedikit pelan

"Maafkan hamba raja, Hamba pun tak tahu"
lalu pelayan itu pergi setelah kusuruh.

"Ada apa?" tanyaku pada Gajah Mada yang sudah disampingku, ia menatapku

"Ada masalah tentang keamanan beberapa desa, sekiranya bandit-bandit yang meresahkan warga mulai menjadi ancaman, minggu lalu anak kecil diculik oleh bandit, para warga menjadi geram karena keamanan yang tidak berjalan baik" jelasnya panjang lebar, aku tertegun masalah bandit adalah satu bulan yang lalu kenapa sampai sekarang masih terjadi?

Dikala aku masih diam, ada seorang menteri menggebrak meja membuat semua orang terkejut.
"Saya benar-benar kecewa! Apa yang Raja lakukan akhir-akhir ini?! Sistem pemerintahan sudah sangat lemah sejak sepeninggal Raden Wijaya! Belum juga para pemberontak pelayan istimewa Raja yang pasti merugikan kerajaan!" ucapnya lantang dengan nada marah.

Brak!

"Anda tak seharusnya bicara tak sopan dihadapan Raja. Prajurit! bawa dia ke penjara!" ucapan Gajah Mada membuatku terbelalak,

"Tu-Tunggu, apa yang kaulakukan!?"

"Apa Baginda tak mengerti? Baginda telah dilecehkan!"

Aku memerintah supaya meteri itu tak dipenjara, "Biarkan saja, aku tak tersinggung!" ucapku tegas, aku berdiri untuk menghentikan aksi dua prajurit yang akan menggeret menteri itu namun seketika tubuhku oleng karena sakit kepala itu datang lagi untung Gajah Mada sigap memapahku.

Semua orang terkejut bukan main saat aku mengerang kesakitan 

"Raja!!"

Aku sedikit mendorong Gajah Mada saat ia berteriak memanggil tabib,

"Jangan dulu rapat sedang dimulai aku tak ingin mengganggu, lanjutkan saja panggil Dya Gitarja sebagai wakilku" 

"Tapi..."

"Itu perintah!" ia diam, lalu menyuruh satu prajurit memanggil Dya. Beberapa menit ia datang dengan terburu-buru dan raut cemasnya, ia ingin mendekatiku namun aku mencegahnya, memberi isyarat supaya mengikuti sidang saat ini.

Sidang selesai, aku berhasil menahan sakit, semua orang tergupuh mendekat padaku, satu menteri tadi yang marah meminta maaf berkali-kali padaku,

"Panggil Tabib kerajaan kesini" aku menolaknya

"Aku sudah baik-baik saja, dan aku setuju dengan usul Tribhuwana untuk tadi, segera persiapkan segalanya, tangkap bandit yang meresahkan warga, lalu untuk warga yang menjadi korban, beri dia seekor sapi masing-masing rumah, dan segera cari anak-anak yang diculik bandit" jelasku panjang lebar membuat mereka menatap kagum, ini pertama kali aku memerintah hal yang sewajarnya sebagai seorang raja.

Aku sudah diantar kekamar, mereka memaksaku untuk kembali tidur, hari sudah cukup gelap namun aku sama sekali belum menutup mata, sibuk dengan pikiranku, memikirkan bagaimana nasibku saat ajalku diraga ini diambil, hal itu membuatku takut karena notabenya aku sudah tahu.

Aku masih bingung apa aku benar-benar dipindah kemasa ini, atau hanya mimpi, namun sakit kepala ini menjadi saksi jika semua ini bukanlah mimpi.

sakit itu datang lagi, semakin parah, membuatku mengerang kuat yang mungkin terdengar dari luar, aku sudah tak tahan tubuhku ambruk bersamaan dengan pintu kamar yang dibuka kasar.

"Raja!"orang yang berteriak itu adalah Gajah Mada.
"Raja bertahanlah!!" ucapnya lalu memindahkan tubuhku keranjang, Gajah Mada berteriak keras memerintah pelayan untuk cepat memanggil Tabib kerajaan, sudah beberapa menit berlalu, sakitku masih terasa beberapa kali juga aku mengerang, dan tabib itu belum datang membuat Gajah Mada frustasi,

"Ga-jah Mada.." ia mendekat kala aku memanggilnya

"Bertahanlah baginda.. Tabib akan segera datang"

ucapnya cemas. Kami menunggu sekitar satu jam lebih, dan selama itu aku menahan sakit yang tak kunjung mereda, Dya Gitarja tak ada karena ia kembali ke tempat tinggalnya bersama ibunya.

Pintu terdengar diketuk, Gajah Mada dengan sigap membuka pintu disana menampilkan tabib kerajaan membuatnya menghela nafas, namun aku melihat Tabib itu, aku tahu ekspresi kurang mengenakkan.

apakah ini akhirnya?

Tabib itu mulai memeriksa, menanyakan apa keluhanku lalu mendiagnosa bahwa ada benjolan yang sudah membesar dikepalaku, Gajah Mada terkejut bukan main, lalu ia bertanya bagaimana cara mengobatinya "Benjolan itu harus diambil sekarang juga, atau nyawa Baginda melayang" Gajah Mada membeku ditempat, ia menatapku dengan pandangan khawatirnya, meminta persetujuanku yang kujawab anggukan,

"Gajah..mada kemarilah" ia mendekat

"Jangan mencemaskanku, kau tunggu diluar" ucap kusingkat, awalnya ia menolak namun kala mataku menyiratkan ketegasan membuatnya mengangguk patuh, tanpa disadari pula Tabib itu tersenyum ditempat.

Tbc

MAJAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant