Bagian 2.

2.2K 111 19
                                    

.
.
.

"Uughh" aku mengerang sakit kala sadar, mataku membuka pelan, mencoba bangun namun tak bisa.

"Dimana aku.."

Heran, kamar siapa yang tengah kutempati ini?
Interior kamar yang teramat beda, barang barang yang tak kukenali, dan itu terlihat cukup kuno.

Saat sedang sibuk berfikir, tak kusadari bila sebuah pintu kamar ini dibuka dengan pelan, seorang dengan kain yang dililit sedemikian rupa sebagai pakaian, terkejut gelagapan menatapku, ia berteriak. "Prabu Jaya telah sadar! Prabu Jaya telah sadar!" teriakan melengking itu sontak membuat orang disekitar sana ikut menyampaikan kabar.

"Prabu!" seru seorang pria dengan nada rendahnya, membuka pintu kamar, sosok tegap itu mendekatiku.

"Si..apa?" suaraku masih sulit untuk bicara, aku mencoba berganti duduk namun ia mencegahnya,

"Prabu, jangan duduk dulu. Apakah Prabu tidak mengenali saya?" tanya orang itu dengan nada sedih mendapatiku menggeleng pelan.

Kami diam, ia masih menatapku detail membuatku memalingkan wajah merasa terusik, pria itu mengetahui segera meminta maaf.

"Saya permisi hadirkan tabib kerajaan" ucap orang itu sopan pergi meninggalkanku sendiri di tempat asing ini.

Beberapa menit kemudian pintu terbuka, pria berperawakan tegas tadi membawa seseorang dengan pakaian putih—seorang tabib berjalan mengikuti.

Keduanya mendekat, lalu sang tabib memeriksa keadaan setelah ia meminta izin
"Hamba mohon maaf yang mulia, anda mengalami lupa ingatan" penjelasan dari tabib sontak membuat pria yang tadi membawanya terkejut.

"Obat apa yang dapat menyembuhkan penyakit beliau?" tanya orang itu pada sang tabib, gelengan ia dapatkan lalu tabib menjelaskan "Masih belum ada obat untuk mengatasi ini, namun sekiranya saya tahu hal-hal yang dapat membuat Raja kembali ingat..." tabib menjelaskan secara rinci, didengar baik-baik olehnya, lalu selesai menjelaskan ia meminta izin untuk pergi.

"Raja?"

"Apa baginda raja sama sekali tidak mengenali saya?" tanya orang itu dengan sopan, aku menggeleng, mendapati jawaban kurang memuaskan sontak membuatnya menghela nafas, ia berjongkok dengan satu lutut menempel tanah, memberi hormat

"Saya adalah panglima perang kejaraan Majapahit, Gajah Mada" ucapnya.

"Lalu anda, adalah raja ke-2 penguasa kerajaan Majapahit, baginda Jayanagara" lanjutnya, membuatku sontak terkejut tak kira.

"A-apa maksudmu!?!"

"Ya, anda adalah seorang Raja, baginda Jayanagara" ulangnya lagi, meski begitu tubuhku tetap membeku dengan mata melebar.

Hari mulai menggelap, kamar ini sedikit kurang penerangan, karena hanya beberapa lilin dipasang.

Ya, orang yang mengaku Gajah Mada tadi adalah seorang tokoh sejarah yang sangat terkenal pada masaku.

Dan aku teramat shock mendengar bahwa jiwaku dibawa kemasa lalu, kukira hal khayal seperti ini hanya dalam cerita fantasi, tapi aku benar-benar mengalaminya!

Gajah Mada sudah menjelaskan padaku, sebenarnya ini bukan kamar Raja melainkan sebuah ruangan rumah di desa Badander yang menjadi tempat ungsianku,

katanya keluarga kerajaan terpaksa diungsikan karena serangan pemberontakan oleh Ra Kuti, salah seorang pelayan istimewa mendiang Raden Wijaya yang menentang Jaya nagara menjadi Raja, hanya karena si Jayanagara ini bukan keturunan Kertanegara murni.

"Ya ampun, aku benar-benar berada di masa itu.." hembusku frustasi,

tubuhku mulai menggigil karena hembusan angin malam, selain aku merasa pusing dengan keadaan diriku, merileksasi kepala yang kubutuhkan, menatap langit malam dimana diabad ini benar-benar membuatku terkejut kembali, bintang-bintang itu, tak sebanyak saat dimasaku, sangat murni dan jernih.

Aku terkesiap kala terdengar suara ketukan pintu, orang itu menyahut "Baginda ini saya, Dya Gitarja.." aku terbengong, siapa Dya Gitarja?

Aku belum mengenal nama itu selama mempelajari sejara Majapahit ini.

"Baginda..." ucapnya lagi membuatku tersadar dengan lamunan "Masuklah.." orang dibalik pintu itu menampilkan wajah eloknya dengan menunduk, meski begitu aura cantiknya masih terasa.

"Aa—"

"Saya sudah paham situasi baginda yang hilang ingatan," ia mengangkat wajahnya, "Apa baginda juga tak mengenali saya?" aku hanya menggeleng, ia menitik air mata, mengusapnya cepat membuatku sedih menatapnya.

"Maaf, saya lancang" aku menggeleng

"Tidak, kamu tidak lancang, kok" ucapku, wanita itu menatapku dengan raut muka bingung.

"Apa yang baginda bicarakan, saya tidak paham" aku gelagapan mendengar penuturannya, sontak membuatku mengalihkan arah pembicaraan.

"Jadi... Siapa kamu?" ia kembali menunduk mendengar pertanyaanku,
"Saya adalah adik baginda, Tribhuwana Wijaya Tunggadewi, baginda dulu sering memanggil saya dengan nama asli Dya Gitarja"

"Jadi itu nama aslinya"

"Baginda..."

"Ah, apa kamu tahu kenapa saya mengalami lupa ingatan?" ia tampak memikirkan jawaban.

"Baginda dilukai Ra Kuti, hampir. Jika Panglima Gajah Mada tak segera menolong Baginda, mungkin Baginda sudah.." ia tak melanjutkan ucapannya, malah meminta maaf padaku yang membuatku menggeleng menolak.

Aura canggung ini lama-lama bisa membunuhku, aku mencoba mencairkan mengajak Dya Gitarja mendekat, namun ia malah menolak, aku tak menyerah, memaksanya lalu ia pun menuruti.

Kami sama-sama menatap langit malam nan dingin ini, dikamar ku. Sembari berbincang yang kadang membuat keduanya tertawa kecil, namun lagi-lagi ia malah meminta maaf.

Tiba-tiba kepalaku berdenyut sakit membuatku meringis kecil, aku melirik pada wanita disampingku, ia tak dengar karena terlalu hanyut dengan langit berbintang, sedikit menghela lega,

"Dya.." panggilku pelan membuatnya memalingkan pandang padaku.

"Sepertinya hari mulai malam dan dingin, kau harus tidur" wanita itu menatapku lama, lalu ia tersenyum dan mengangguk.

Seraya melenggang keluar kamar ia berpesan padaku supaya jaga kesehatan, aku pun mengangguk.

Sepeninggal Dya Gitarja kepalaku kembali pusing dibuatnya, entah kenapa serasa ingin pecah

Ada apa dengan tubuh Jayanagara ini?

Tbc

MAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang