Misteri Gadis di Kolong Jembatan

84 11 12
                                    

“Mas Dito benar nggak percaya?” tanya Anggita dengan ekspresi kesal.

Gadis dua puluh tiga tahun itu benar-benar jengkel karena Dito tampak acuh saat dia bercerita soal penampakan gadis yang diduga hantu di bawah kolong jembatan yang sering mereka lewati.

Dito memandang adiknya sekilas, lalu kembali sibuk dengan laptopnya. Wajahnya tampak acuh tak acuh. Sejujurnya dia merasa terganggu dengan sikap Anggita. Gadis itu terlalu percaya hal mistis dan selalu ketakutan sendiri. Padahal apa yang dia ceritakan itu hanya desas-desus saja.

“Mas!” teriak Anggita menarik gemas lengan kakaknya.

“Apaan sih?” tukas Dito melepaskan cengkeraman jemari Anggita.

“Ini beneran Mas. Pak Rustam bilang melihat sendiri penampakan itu. Pokoknya Anggita nggak mau lagi lewat di situ. Seram. Bikin parno.”

“Yah gimana nggak parno, tiap hari ngomongin hantu mulu. Kalau nggak mau lewat situ, kamu naik ojol saja. Mas ogah muter jauh-jauh, ngerepotin,” kata Dito tegas.

Anggita mencebik mendengar ancaman lelaki dua puluh tujuh tahun itu. Kakaknya tahu dia segan naik ojol. Dengan marah Anggita mengentakkan kaki menuju ke kamar dan membanting pintunya.

Dito hanya bisa menggelengkan kepala. Adiknya itu memang manja dan penakut. Sudah diantar jemput setiap hari tapi masih saja suka mengeluh. Dito sama sekali tak percaya apa yang diceritakan gadis itu.

Hari-hari berikutnya, Anggita masih berusaha merayu Dito agar tidak melewati kolong jembatan itu. Tapi Dito bergeming tak peduli. Tetap saja memilih jalan itu meski harus mendengar rengek manja Anggita sepanjang jalan.

Sampai suatu hari, di mana Dito terpaksa pulang telat lagi karena ada rapat dadakan dengan tim dari pusat. Rapat yang dilanjutkan dengan makan malam bersama di restoran dekat kantor. Akibatnya, Anggita pun terpaksa pulang sendiri dan untungnya bisa nebeng teman yang lain, tidak harus naik ojol.

Jam sudah menunjukkan pukul 21.45, ketika acara makan malam selesai. Dito pun bergegas pulang karena dari tadi sang ibu terus menelepon, menanyakan kapan Dito pulang. Dipacunya si kuda besi berwarna hitam metalik dengan kecepatan sedang.

Entah mengapa tiba-tiba muncul perasaan tak enak saat melintas di sepanjang kolong jembatan. Arus kendaraan sedikit sepi, hanya beberapa truk peti kemas yang terlihat. Dito merasa bulu kuduk di tengkuknya meremang. Jantung pun ikut berpacu makin kencang karena teringat cerita Anggita. Otomatis mulutnya komat-kamit mengucap doa, berharap semua hanya sebatas perasaan semata.

Menjelang sampai di ujung lintasan yang berbentuk u-turn, tiba-tiba sesosok tubuh wanita menyeberang tergesa-gesa. Dito yang kaget karena kemunculan wanita itu yang tiba-tiba pun mengerem motornya mendadak.

Bunyi berdecit karena pergesekan ban dan aspal membuat wanita itu terperanjat. Dia terjatuh tepat di depan motor Dito yang berhasil dihentikan pemiliknya. Dito tertegun sejenak sebelum kemudian turun dan melihat keadaan wanita itu.

“Kamu terluka?” tanya Dito seraya berjongkok di sisi wanita itu.

“Eh, nggak Mas. Saya nggak apa-apa, cuma kaget,” jawab si wanita gugup.

“Mau ke mana malam-malam begini? Saya antar pulang ya?” ujar Dito menawarkan bantuan.

“Nggak usah Mas. Udah dekat kok,” kata wanita itu berusaha berdiri.

Dito mengulur tangan ingin membantu, tapi wanita itu menolak. Dia berdiri dengan cepat, sepertinya memang tidak terluka. Sedari tadi Dito tak bisa melihat wajah wanita itu. Kepalanya tertunduk dengan sebagian rambut menutupi wajahnya. Misterius sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Unexplained StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang