Pesan Misterius Dari Dunia Maya

174 26 50
                                    


Aku sedang mencuci piring ketika rentetan nada dering di ponselku terus saja berbunyi. Merasa khawatir ada yang penting, buru-buru  kubilas tangan yang penuh busa. Setengah berlari, aku pun menuju ke meja makan di ruang tengah, lalu meraih ponsel dan membuka layarnya.

Keningku berkerut seketika saat melihat ada pesan masuk di messenger. Kuketuk balon pesan itu. Ah, rupanya dari seorang teman akrab di masa sekolah dulu. Kami masih dekat, meskipun tidak terlalu sering berinteraksi karena kesibukan masing-masing, apalagi kami tinggal di kota yang berlainan.

Dengan penasaran kulihat apa isi pesannya. Tidak ada apa pun yang tertulis. Hanya ada beberapa foto kucing hitam dengan berbagai pose. Sepertinya sih kucingnya sama. Apa maksudnya? Kuketikkan pertanyaan itu. Kutunggu beberapa saat, belum ada respon. Sedikit jengkel, kutinggalkan gawai lalu melanjukkan mencuci piring.

Baru saja meletakkan piring terakhir di rak, gawaiku kembali berbunyi. Kali ini dering dari sambungan telepon. Kulihat tulisan private number tertera di layar gawai. Belum sempat kuangkat, deringnya berhenti. Aku bertanya-tanya siapa yang iseng begitu. Kuletakkan lagi gawaiku. Aku ingin melanjutkan bebenah rumah dengan menyapu dan mengepel. Baru saja kelar menyapu kamar saat gawaiku kembali berbunyi. Ada rasa jengkel menatap benda pipih itu. Dengan malas kuraih gawaiku. Masih berkedap-kedip tanda panggilan telepon masih tersambung. Kugeser ikon jawab.

"Halo..."

Sunyi, tidak ada jawaban. Tapi masih tersambung. Karena jengkel aku pun sedikit mengomel.

"Kamu itu siapa sih? Ngapain telepon-telepon kalau cuma diam. Kamu pikir saya kurang kerjaan?! Kalau kamu nggak mau ngomong, saya blokir nomor ini."

Kutunggu beberapa saat, tetap sunyi. Dengan kesal kuputuskan sambungan dan kublokir nomor itu. Dalam hati kumaki orang itu. Merepotkan saja. Lebih baik melanjutkan beres-beres.

Sampai selesai membereskan seluruh rumah tidak ada gangguan lagi. Kupikir memblokir nomor tak dikenal itu memang cara paling ampuh menghentikan teror yang menyebalkan itu. Tapi rupanya dugaanku salah. Ternyata tidak semudah itu mengatasinya.

Menjelang Magrib aku buru-buru mandi. Ada serial drama Korea yang biasa kutonton tiap sore di salah satu tv swasta nasional. Sebelum mandi kusempatkan dulu menutup semua jendela. Di saat-saat seperti itu nyamuk sudah mulai mengerahkan pasukan untuk mencari donor darah.

Setelah mandi aku menyalakan tv dan langsung menyetel saluran yang kuinginkan. Sudah mulai rupanya. Sambil menonton aku mengeringkan rambut dengan kipas angin di samping sofa. Ketika iklan, buru-buru aku ke kamar untuk mengambil sisir. Aneh, kulihat jendela kamar terbuka lebar. Padahal aku yakin sekali tadi sudah menutupnya. Ah, barangkali aku kurang menekan grendelnya yang memang agak susah ditutup. Makanya jendela itu pun terbuka lagi, meskipun agak janggal karena terbuka begitu lebar.

Tak ingin terus berpikir negatif, aku keluar dan kembali melanjutkan menonton tv. Sedang asyik menonton, tiba-tiba gawaiku berdering. Dari deringnya aku tahu ini pasti telepon dari suamiku yang sedang meeting antar cabang di Surabaya. Suamiku mewakili kantor cabang Malang, tempat kami bermukim saat ini.

"Halo Mas..."

"Halo Sayang, lagi apa kamu? Pasti lagi nonton Gangnam apa itu?"

"My ID is Gangnam Beauty."

Terdengar suara tawa renyah di seberang sana. Mas Sadewa memang bukan penggemar drama Korea. Dia selalu menggodaku yang tergila-gila menonton serial drama negeri gingseng itu. Mumpung belum punya anak, begitu kilahku.

"Udah makan belum Mas?"

"Ini lagi nunggu yang lain mau makan di luar. Kamu udah makan?

"Tadi sore sih udah. Paling nanti makan buah aja kalau lapar lagi. Mas jadi pulang besok?"

The Unexplained StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang