10. Mustahil

42.1K 4.9K 130
                                    

Hestiana pasti sedang bercanda. Lolita tersedak hingga tepung ayam yang tengah ia makan keluar lagi dan kembali ke piring, sebagian. Karena sebagian sisanya, terbang entah kemana. Apa tadi Tiana bilang? Empat lembar kertas biru itu ... bisa saja dari salah satu pria yang menikmati kopi pagi ini? Bang Andra tidak seromantis itu cara menafkahi Lolita. Kakaknya akan mengeluarkan gawai dan bertanya, mau dimasukkan kemana uang jatahnya? Rekening Bank, shopee pay, atau go pay? Ya, sesimpel itu transaksi dengan Andra. Jadi, tidak mungkin kan kakaknya tiba-tiba menyelipkan uang saku pada kantung depan tas ranselnya?

Dan ... candaan paling ekstrim yang Tiana katakan adalah jika kemungkinan besar, Hestama lah yang menyelipkan uang itu.

"Lo negak aer kolam berapa banyak sih, Ti? sampe halu gitu pikiran lo." Lolita mengambil gelas cola dan meminum cairan itu pelan. "Kasih gue vocer ini aja, syaratnya banyak banget. Jadi, gak mungkin dia kasih gue cash cuma-cuma."

Tiana yang mencocol kentang ke saus, hanya mengendikkan bahu tak acuh. "Ya ... itu sih asumsi gue aja. Kalau bukan mereka berdua ya siapa lagi? Kecuali ... lo piara tuyul."

"Ngaco lo!" Lolita kembali menekuri ayam tepungnya. "Demi neneknya Tapasya, kalau beneran Bang Hesta yang kasih ini duit, gue doain cepet dapet bini. Biar gak ngeribetin idup gue lagi kalo dia kawin"

"Segitu sebelnya ya lo sama dia?"

Lolita mengangguk mantap. "Hooh. Dia tuh gak ada manis-manisnya. Mendingan Bang Tigor deh, biarpun mukanya dibawah pas-pasan. Dia masih mau manis-manisin gue, traktir gue, jemput gue."

"Lah ini vocer kan traktiran dari Bang Hesta, bukan?"

"Tapi pake syarat. Jadi, itungannya gak ikhlas. Gue gak demen."

Sebenarnya, saat Lolita antri sewa ban tadi, gadis itu sempat berpikir. Siapa kira-kira yang berbaik hati menyelipakn uang ini. Namun, hatinya menolak keras saat otaknya mengarahkan asumsi bahwa Hesta lah pelakunya.

Andra tak pernah diam-diam saat memberikan jatah untuk Lolita. Bunda apalagi. Beli bubur ketan hitam saja minta bayarin Loli. Jadi, tidak mungkin bunda menyelipkan uang untuk dia. Menolak asumsi tentang Hestama, Lolita akhirnya memilih untuk abai tentang asal susul lembaran rupiah itu. Lolita pun, tak berniat mencari tau dan mengucapkan terimakasih pada siapapun yang berbaik hati menolongnya pagi ini.

"Oya, hubungan lo sama Damar gimana? Ada kemajuan?"

Mendengar pertanyaan Tiana, kunyahan ayam di mulut Lolita berhenti seketika. Gadis itu menggeleng samar lantas mengunyah lagi hingga tandas. "Gue bingung sama Damar. Sejak kejadian Kejurda di Bandung lalu, dia jadi beda." Menghela napas, Lolita melanjutkan. "Masih deket sih kita, cuma ... dia jadi agak jaga jarak. Gak sesantai kemarin."

"Menurut lo kira-kira kenapa?"

Lolita mengendikkan bahu. "Kayaknya dia kecewa sama gue karena gak jadi jalan ke Dago. Atas semua ini, tentu gue menyalahkan Bang Hesta sepenuhnya. Dia brengsek banget campurin hubungan gue sama Damar."

Tiana berdecih nyinyir. "Lo juga brengsek. Bohong sama bunda. Untung gak jadi."

"Ye ... kan ini demi kebahagiaan dan masa depan gue."

"Pret lah! Bahasa lo."

Ponsel Lolita berdering dan ada nama bunda disana. Lolita menerima panggilan itu dan dengan nada malas, mengiyakan apapun perintah bunda dari seberang sana.

"Iya ini lagi makan dan mau selesai. Bunda tunggu Loli pulang. Nanti langsung ke warung." Lolita menutup gawainya lantas lanjut menyelesaikan makanannya hingga tandas. "Tiana, gue langsung pulang ya. Mbak Lastri sakit. Kemarin mereka bikin nasi berkat Jumat dengan jumlah yang lebih banyak karena ada yang pesan. Kayaknya kecapekan. Jadi, gue harus bantu bunda sore ini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let Me Ki__ You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang