Akhirnya Rion mengalah, dia mencoba percaya pada anak gadisnya.

"Dengerin Papi, kalo kamu ketahuan pacaran--"

"Nggak dilanjutin sekolah, black card harus di kembaliin, dan semua fasilitas lain nya disita." Ujar Tea melanjutkan ucapan Papi nya. Mata gadis itu memicing dengan bibir cemberut. Rion terlalu sering berujar seperti itu hingga tanpa disadari Tea sudah sangat hafal bagaimana kalimatnya.

"Bagus, kalo masih ingat."

"Kalo ketahuan doang kan? Berarti kalo nggak ketahuan aman." Gumam Tea sangat pelan sekali seraya menggigit bibirnya.

"Kamu ngomong apa tadi?"

"Nggak. Papi katanya ada meeting, kenapa masih disini?"

"Oh iya, yaudah Hp kamu Papi sita untuk sementara. Ah, nama cowok tadi siapa?"

Demi kerang ajaib, Tea semakin kesal. Dia ingin mengumpat kalau saja tidak ingat pria di depan nya ini Papi nya, sosok yang dia anggap sebagai segalanya.

"Galen." Akhirnya begitulah jawaban nya. Tea tidak berbohong kan, Galen itu nama tengah Sean.

"Ok. I'll be back soon." Setelah itu Rion mengacak rambut anak gadisnya lalu bergegas keluar dari ruangan nya menuju ruang meeting tanpa melepas jaket bomber yang dia kenakan tadi. Dia lupa lebih tepatnya. Sementara itu, Tea langsung melampiaskan kekesalan nya dengan cara memukuli bantal sofa dengan barbar.

***

"Pokoknya lo jangan nekad hubungin Tea kalo ceritanya gitu."

"Biasanya nanti hp dia disita untuk sementara."

"Sumpah ya, Papi Rion tuh serem banget kalo anak nya ketahuan deket-deket cowok. Cukup gue aja yang bikin lo babak belur deh, Sean." Jelas Gaby panjang lebar begitu mendengar laporan Sean kalo dia dan Tea ketahuan Papi Rion. Masalah kemarin, mereka sudah saling memaafkan karena tadi pagi Sean menceritakan yang sebenarnya kalau dia sesuka itu sama Tea. Dan sekarang, Sean perlu bantuan Gaby karena dia terlalu khawatir pada cewek itu.

"Terus gue harus gimana dong, Gab." Sean merajuk, wajahnya cemberut seperti anak kecil minta dibelikan permen kapas.

"SUMPAH GUE JIJIK. LO NGGAK USAH SOK IMUT GITU, EWH! BUKAN LO BANGET DAN NGGAK COCOK ANJIR GELI GUE." Gaby bergidik ngeri melihat keanehan teman sebangku Akrie itu.

"Kan gue khawatir Gab. Tea nggak bakal di apa-apain kan?"

"Emang susah ya kalo udah bucin. Imej gagah perkasa sama tampang fakboy nya jadi hilang gitu aja gara-gara khawatirin sumber bucin nya." Sean cuma nyengir.

"Yaudah bantuin kek Gab! Gue udah kangen nih."

"Anying! Lo kalo bucin gitu banget sih."

"Bocan-bucen mulu dari tadi! Kan gue kesini minta bantuan nyet!" Sean sedikit kesal.

"Ya habisnya lo gitu sih. Aneh tau nggak. Kalo sampe fans-fans lo tau bisa patah hati mereka."

"Biarin. Kan gue sukanya sama Tea doang. Bukan mereka yang sering gue godain."

"Emang bangsat lo!"

"Kalo sama Tea nggak gitu, sumpah deh!" Ucap Sean sambil membentuk huruf V pada jarinya.

"Karep mu, Mas! Nih ya, mending lo sabar dikit. Pasti Tea kabarin lo kok, nanti dia bakal pinjam hp Bi Martem atau nggak siapa gitu."

"Bener nih? Tea biasanya gitu ya?" Gaby mengangguk.

"Tea tuh selalu punya akal licik kalo ada sesuatu penting yang menyangkut kesenangan hatinya."

"Ah, I see."

Me vs PapiKde žijí příběhy. Začni objevovat