Namun, yang dipikirkan Athalia salah. Adam tetaplah Adam yang dulu, tidak bisa diganti setting-annya. Bukan Adam namanya kalau tidak memberikan syarat di setiap hadiah yang diberikan untuk putrinya.

"Selama ini... Papa nggak pernah bawel nanyain kamu, kapan nikah, kan? Itu semua ada alasannya," tutur Adam dengan lagi-lagi raut wajah penuh kemenangan.

Rona gembira di wajah Athalia seketika luntur. "Alasan?"

"Iya, alasan. Papa nggak akan pernah nanyain kapan kamu nikah, kayak orang tua di luar sana. Tapi, Papa ngasih tenggat waktu. Nanti kalau usiamu udah lewat tiga puluh, tapi kamu belum juga dapet calon suami, Papa bakal turun tangan."

"Ma... maksudnya, Papa bakal nyariin jodoh buat Atha gitu?" tebak Athalia mulai kesal.

Adam mengangguk cepat. Wajahnya makin bertolak belakang dengan wajah Athalia yang seperti daster kusut.

"Kenapa nggak sekalian aja sih, Papa ganti nama Atha jadi Athalia Nurbaya?!"

Seingat Athalia, tidak pernah ada kata sepakat untuk perjanjian yang dirancang secara sepihak oleh papanya itu. Tapi, Athalia mencoba bersabar dan tidak mau lagi memasang wajah sekusut daster yang belum disetrika seperti waktu itu. Diam-diam ia sudah menyiapkan jurus pamungkas untuk menangkal keinginan papanya.

"Dari dulu juga Atha emang pinter, Pa."

Adam meneguk orange juice-nya kilat. "Jadi, Papa udah boleh nyariin calon suami buat kamu, kan?"

Athalia hanya mengangguk sembari mengangkat bahu. "Boleh. Tapi biar imbang, Atha juga bakal nyariin calon istri buat Papa. Atha juga mau punya mama."

Kontan Adam terbelalak. Putrinya ternyata bisa sepandai dirinya dalam urusan merancang taktik dan perjanjian. Tapi, apakah benar Athalia ingin punya seorang ibu? Kenapa hal itu baru diungkapkan sekarang? Kenapa tidak dari dulu-dulu sebelum usia mendudanya sama dengan usia putrinya?

Tetap saja Adam merasa menang. Mencarikan jodoh bagi lansia seperti dirinya bukanlah perkara segampang meneguk segelas air putih. Sementara mencarikan jodoh bagi perempuan cantik dan mandiri seperti Athalia masih sangat mungkin terjadi.

                                                                                          ****

Langkah Athalia semakin cepat terayun. Ia sudah menekan tombol untuk meng-unlock mobilnya di garasi kala seseorang menyusulnya dengan tergopoh-gopoh.

"Atha!" seru orang itu sambil mengumpulkan tenaga usai setengah berlari mengejar Atha.

Athalia menoleh dan mendapati seorang lelaki berpenampilan apa adanya sudah berdiri di belakangnya. Di tangannya terdapat black forest ukuran sedang yang sangat mungkin menggagalkan diet wanita mana pun—karena tidak mungkin memakannya hanya satu suapan. Di atas black forest itu tertancap lilin berangka 31 yang lupa dinyalakan si pembawa kue.

"Happy birthday, Tha. Ayo, tiup lilin dulu," ujar laki-laki itu lagi. Ia tersenyum meski bekas liur di sekitar bibirnya masih terlihat jelas.

Reaksi Athalia tidak seperti yang diharapkan lelaki itu. Athalia buru-buru masuk mobil. "Tiup lilinnya diwakilin bokap gue aja ya, Ji! Gue buru-buru tauk!" kata Athalia berteriak seenaknya sendiri.

"Eh, eh, nggak bisa gitu." Lelaki itu mengambil langkah seribu, langsung menjajari mobil Athalia sebelum gadis itu benar-benar menutup pintunya. "Semalem jam 12 malem gue udah nangkring di depan kamar lo, tapi lo malah ngunci pintu kamar. Jadi—"

Marry My DaughterWhere stories live. Discover now