4. Anggap Saja

45.7K 6.2K 425
                                    

Hestama itu memang kebangetan. Voucher 200 ribu dalam bentuk delapan lembar nominal 25 ribu, ia berikan pada Lolita satu per satu. Itupun, masih dengan syarat membantu Bunda di warung sepulang kuliah.

Dan demi lembar-lembar dengan tulisan Rp.25.000., Lolita rela menolak setiap ajakan Damar untuk bertemu sepulang kuliah. Entah menemani Damar latihan atau sekedar makan bersama di kantin. Yang Lolita lakukan adalah, sepulang bimbingan, ia memesan ojek dengan gopay yang selalu Andra isi ulang saldonya. Ia pasti turun di warung nasi bunda dan mulai mengambil bagian sebagai penyedia minuman. Hal ini sudah berjalan nyaris dua minggu.

Sebenarnya bunda heran dengan Lolita yang mendadak selalu pulang cepat dan tak pernah main sepulang kuliah. Saat bunda tanya perihal keanehan anak gadisnya yang mendadak membantu mencari nafkah, Loli hanya menjawab santai. "Demi masa depan yang cerah."

Bagi Lolita, tak apa. Demi bisa menikmati hari di Summarecon Mall atau Grand Metropolitan. Ia bisa menggunakan vouchernya kelak bersama Damar. Tanpa Hesta tau, pastinya. Lagipula, apa urusannya dengan Hestama. Sekali voucher ini sudah di tangah Lolita, tentu menjadi hak mutlak gadis itu. Ya, demi masa depan yang cerah. Voucher ini akan menjadi alat agar Lolita dan Damar semakin dekat. Nonton berdua dan makan berdua pastinya menyenangkan.

Lolita belum diperbolehkan membantu masak. Bunda takut reputasi warung nasinya, anjlok seketika. Tugas menyajikan makanan di piring adalah tugas Bunda. Mbak Lastri bagian dapur dan Lolita sibuk dengan es batu, air panas, dan aneka saset minuman siap seduh.

"Sedekah gak niat itu, ya Bang Hesta," gerutu Loli sembari menyeduh minuman saset rasa jeruk. "Sompret ... emang sompret tu orang. Loli doain jodohnya perempuan cerewet biar hidupnya gak pernah tenang." Memaksakan senyum, ia menyodorkan gelas besar kepada salah satu pelanggan yang tengah makan di sore hari ini.

"Kamu dari tadi ngedumel terus. Skripsi kamu apa kabar itu?" Bunda bertanya sembari mengelap piring sebelum menghidangkan nasi dan lauk pauk untuk pembeli.

Lolita memutar bola matanya. "Katanya disuruh bantu Bunda. Ini bantu Bunda, malah ditanyain skripsi. Gimana, sih?"

Bunda menoleh pada Lolita dengan wajah heran. "Bantu Bunda? Siapa yang suruh? Andra?"

Menggeleng, Lolita menjawab, "Bukan. Bang Hesta yang suruh."

"Hesta?" Suara Bunda tampak terperangah. "Jadi yang bikin kamu bantu Bunda akhir-akhir ini, Hesta?"

Lolita mengangguk. "Demi voucher buat nongkrong di Summarecon Mall, Loli rela menderita di warung Bunda ---- Aw!" Satu pukulan mendarat di kening Lolita.

"Bantu Bunda ini, kamu pake pamrih dari Hesta?" Bunda berkacak pinggang dan bersuara lantang. "Bener-bener kamu ya, Loli!" Melihat sosok yang tengah mereka perbincangkan datang, Bunda memanggil pria itu lantang. "Hesta, sini!"

Hestama yang mendapat titipan belanja obat pel, pembersih toilet, dan pengharum pakaian, seperti biasa, meletakkan kantung berisi produk kantornya di ujung warung dekat dapur. "Iya Bun?"

"Loli palakin kamu apa? Bunda gak mau ya dibantu sama anak yang gak ikhlas bantu."

Menyernyit sesaat, Hestama kini paham apa yang bunda maksud. "Hesta ada voucher buat Loli. Karena banyak, Hesta kasih cicil dengan syarat Loli harus bantu Bunda. Memangnya kenapa, Bun?" Hestama kini beralih memandang Lolita yang mulutnya sudah maju beberapa centi. "Abang juga gak keberatan kirim shopeepay dan gopay ke akun kamu. Asal jangan rewel kalo dimintain tolong."

Bunda menggeleng. "Kamu gak usah repot-repot. Makin manja nanti ini anak."

"Ikh Bunda kok gitu ...," sela Lolita. "Anggap aja Bang Hesta lagi latihan nafkahin istri."

Let Me Ki__ You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang