Bab 2

5.3K 951 739
                                    

Pagi itu Gideon dan Aileen berangkat ke ibu kota bersama beberapa kesatria yang akan bertanding dalam turnamen Kerajaan. Karena Fortsouth dan Kingsfort terpisah oleh Laut Tangal, rombongan Gideon harus berlayar menggunakan kapal. Untuk sementara, segala urusan pemerintahan di Pulau Yaendill dipegang oleh Arden, sang penasihat. Ia juga akan bertanggung jawab atas perubahan sikap Ramos.

Suatu hari, Arden pergi bersama Ramos ke hutan untuk menemaninya berburu. Sebagai pelayan, Borin pun ikut juga dalam rombongan. Karena sering berlatih dan ikut berburu bersama Gideon, Ramos sudah cukup mahir dalam menggunakan senjata.

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah dataran yang agak tinggi di tengah hutan. Dari situ terlihat seekor rusa jantan yang sedang merumput di area yang lebih rendah. Mendapatkan buruan, Ramos segera bersiap dengan busur dan panahnya.

Matanya tajam membidik, tarikannya kuat dan terarah. Anak panah itu pun melesat cepat dan tepat mengenai jantung rusa malang yang seketika rebah ke tanah. Senyum puas tersungging di bibir sang tuan muda.

"Cepat bereskan hasil buruanku!" Ramos memerintahkan Borin yang segera bergegas menuruni lereng.

"Tolong," sambung Ramos tiba-tiba. Ia memahami bahasa tubuh Arden yang tersenyum kepadanya penuh arti.

Borin menoleh sejenak. Ia tampak keheranan setelah mendengar apa yang baru saja diucapkan tuannya. Beberapa detik kemudian, barulah ia berbalik untuk melanjutkan langkahnya menghampiri si rusa malang. Sambil mengangkat bahu, seulas senyum tercetak di bibir Borin. Seumur hidupnya, baru kali ini ia mendengar kata 'tolong' terucap dari bibir Ramos.

Setelah puas mendapatkan hasil buruan, Ramos memutuskan untuk kembali ke kastel. Ketika itu hari sudah mulai gelap dan Borin pun kembali berkumpul bersama para pelayan.

Malam itu berjalan seperti malam-malam biasanya. Peter duduk bersebelahan dengan Borin sambil sesekali mencuri pandang ke arah perempuan pelayan berkerudung di seberang ruangan. Sambil menikmati makan malam, Borin pun menyampaikan perubahan pada diri Ramos yang dirasakannya dalam beberapa hari terakhir.

"Sepertinya Ramos sudah berubah ...."

Peter terdiam sejenak berusaha mengartikan apa yang dimaksud oleh sahabatnya. "Berubah bagaimana? Apakah sekarang ia juga memakimu karena kau bernapas?" jawab Peter sinis.

Borin menarik sebelah bibirnya ke samping sambil melirik ke arah Peter. "Dasar menyebalkan," ujarnya sambil menyikut Peter pelan. "Bukan begitu, kurasa dia menjadi sedikit lebih baik belakangan ini. Dia tidak kasar seperti biasanya dan bahkan sempat mengucapkan 'tolong' ketika memintaku melakukan sesuatu."

"Oh ya?" Peter menyangsikan hal tersebut. Ia tidak merasa ada perubahan berarti pada tuan mudanya itu. Pandangan dingin dan aura kebencian masih selalu ia rasakan ketika berpapasan dengan Ramos di beberapa kesempatan.

"Sungguh! Untuk apa aku bohong padamu?" Borin menegaskan ucapannya. "Itu bahkan terjadi beberapa kali. Ketika ia memintaku menuangkan minuman atau membersihkan ruangannya. Bahkan, dia pernah sekali meminta maaf kepadaku setelah marah karena rambutku berantakan."

"Mungkin ia terkena pengaruh sihir," sahut Peter sekenanya. Ia memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan tersebut karena malam telah larut. Anak itu pun bergegas menghabiskan makanannya dan terlelap tak lama kemudian.

***

Sepuluh hari berselang, Gideon beserta rombongan akhirnya tiba di ibu kota. Mereka langsung menuju ke ruang takhta kerajaan untuk menemui Sang Raja. Di sana semuanya tampak serba mewah. Pilar-pilar menjulang dihiasi ukir-ukiran beraneka bentuk. Kaca-kaca jendela besar membuat ruangan menjadi terang memancarkan keagungan. Bendera biru putih dengan gambar mahkota dan pedang terpasang menghiasi dinding batu. Sementara itu, sang raja duduk penuh wibawa di singgasananya yang terbalut oleh beludru merah.

Putra Penyihir : Ritual Kematian [END] - Sudah Terbit (Sebagian Part Dihapus)Where stories live. Discover now