Bagian 1

12.7K 435 6
                                    

Pov: Yura

.

"Ra .... " Suara parau terdengar dari balik tubuhku yang berbaring mengarah ke dinding. Ranjang ini sudah lama terasa dingin.

Aku diam, membiarkan kebisuan antara aku dan Mas Danu untuk kesekian kali. Dlalu mencoba mengajak bicara. Berulang menegurku tanpa pernah mendapat sahutan. Untuk apa? Untuk membahas hal yang sama. Mencoba merayu agar aku setuju dengan niatnya untuk menikah lagi.

"Sayang .... " Suara itu kembali terdengar.

Untuk sesaat aku memejamkan mata. Mencoba mengatur kata yang mungkin akan kusampaikan. Aku menghendaki perpisahan, tapi dia menolak.

"Kenapa, Mas? Katakan saja," sahutku tanpa berbalik badan.

Aku takut tidak siap mendengar permintaannya untuk yang kesekian kali. Aku bukan boneka yang tidak memiliki perasaan. Lima tahun bukan kebersamaan yang singkat melewati hari bersama. Suka, duka, tangis dan tawa. Aku berusaha berbesar hari mengikhlaskan suamiku menikah lagi, tapi dengan satu syarat. Akhiri hubungan ini.

"Sayang, bisakah kita bicara baik-baik?" tanyanya. Kali ini dengan sentuhan lembut di bahu kemudian mengusap rambut.

Aku menggigit bibir sendiri menahan perih, gejolak hati, amarah dan emosi kembali hadir. Mencoba menarik napas beberapa kali melepas sesak yang semakin menjadi.

"Yura .... " panggilnya kali ini. Aku duduk dan berbalik ke arahnya. Alis bertautan karena berusaha menahan berbagai rasa.

"Mas... Aku, aku nggak tau harus bicara apa lagi sama kamu. Aku... " Mas Danu langsung menghambur memelukku.

"Ra, kamu tau ini bukan keinginanku. Bukan! Aku hanya tak sanggup melihatmu terus di sakiti oleh Papa." ucapnya. Aku terisak.

Ya, Ayah mertua selalu berusaha menumbangkan ku dengan kalimat-kalimat pedasnya.

"Dasar mandul! Kalau aku tau kamu nggak bisa punya anak, aku tidak akan pernah setuju dengan pernikahan kalian!" teriaknya waktu itu.

Sungguh hati ini bagai di hujam ribuan pisau mendengar itu. Aku dan Mas Danu dinyatakan sehat, dan tidak mandul. Bahkan kami sudah menyerahkan buktinya kepada Papa. Namun, hingga kini Papa masih menganggap kalau akulah yang bermasalah.

Mas Danu ingin menikah lagi semata-mata hanya ingin menyenangkan hati Papa. Karena selama Mas Danu tidak menuruti perintahnya, dia akan terus berusaha memisahkanku dengan anak semata wayangnya ini.

Aku, Yura Pratiwi. Menikah di umur sembilan belas tahun karena Mas Danu langsung melamar saat aku lulus SMA. Tanpa pertimbangan aku langsung menerima, karena aku sudah kenal siapa Mas Danu. Pria berkumis tipis ini sangat menyayangiku. Matanya yang sayu selalu bisa memberi keteduhan hati.

"Mas, ceraikan aku," ucapku lirih. Mas Danu semakin mempererat pelukan. Kemudian sedikit menarik napas. Aku tahu ini bukan hal mudah baginya.

Mas Danu menghujani wajahku dengan ciuman diiringi air mata yang mengalir deras. Sesaat dia memandang. Membuat separuh jiwaku pergi melihatnya seperti ini.

Haruskah aku mengikhlaskan suamiku menikah lagi. Lalu, apakah aku siap menjalani hari-hari dengan wanita lain. Melihat kemesraan mereka, melihat sikap manja istri keduanya nanti. Melihat perhatian Mas Danu yang pasti terbagi. Apalagi jika dia mampu memberikan Mas Danu keturunan.

"Jangan cerai, Sayang. Please ... Aku mohon sama kamu, aku bisa mengabulkan semua keinginan kamu, asal jangan perpisahan kita," Mas Danu mengiba. Duduk lesu dengan wajah tertunduk.

Kedua tangannya kini menggenggam tanganku erat. Aku melepas perlahan kemudian beringsut turun dari ranjang, berjalan mengarah ke balkon dan membuka jendela.

"Mas, jika tidak berpisah. Bagaimana caranya hati ini bisa berbagi rasa dengan perempuan itu. Rasa cintamu, kasih sayangmu. Semua rasa yang kau beri bukan hanya untukku lagi, tapi ada wanita lain yang juga menerima semua itu," Aku menghapus beberapa titik air mata yang menetes seiring kalimat yang yang terlontar dari bibir tipis ini.

Udara dingin dari luar menambah bekunya hati. Aku hidup, serasa mati. Bagaimana nanti jika semua itu benar terjadi. Tuhan, di mana keadilan untukku? Apakah aku masih berhak bahagia? Ketika separuh hatiku ada pada Mas Danu, jika kami berpisah pasti ada yang kurang dalam hidup. Namun, jika aku bertahan harus siap dengan risiko-risiko yang akan datang.

Mas Danu memeluk dari belakang dia meminta maaf berulang kali.

"Maaf, Sayang," ucapnya lirih.

"Apa Mas sudah menemukan siapa orang yang pantas berbagi suami denganku?" Mataku terpejam, sesungguhnya hatiku tak sanggup bertanya tentang ini.

"Namanya Ema," sahut Mas Danu.

"Berapa umurnya?" lirih kuucapkan sembari menahan perih.

"23 tahun, Sayang .... "

Aku melepaskan pelukan dan melangkah menuju balkon rumah. Aku berteriak sekuat tenaga karena sesak semakin memenuhi hati.

Mas Danu segera berlari mendekatiku dan memaksa memeluk tubuhku.

"Sayang, tenanglah. Mas berjanji tidak akan menyentuhnya, kita akan menganggapnya sebagai adik saja. Yang penting Papa berhenti menyakitimu, "

"Bagaimana bisa kau tidak menyentuhnya, Mas! Dia masih muda, suatu saat kau pasti akan tergoda. Mengapa dia mau Mas ajak menikah, apa alasannya?" cecarku pada Mas Danu dengan deraian air mata.

Bukan hanya hati ini yang tersiksa. Aku yakin, perempuan itu juga pasti akan merasakan hal yang sama suatu saat nanti.

Bersambung

Dua RanjangWhere stories live. Discover now