Satu

38 7 1
                                    

"Ingatan yang aku simpan didalam hippocampus-ku muncul kembali hanya karena melihat sebuah senyuman yang pernah aku lihat sebelumnya."

Aku Maura Putri Anastasia Mahendra, salah satu calon mahasiswi disalah satu Universitas terkemuka di Indonesia. Ah, ini seperti sebuah mimpi dimana aku bisa diterima di Universitas yang sangat aku impikan itu, walaupun kedua kakakku sudah terlebih dahulu disana, aku tidak masuk melalui mereka. Ini murni berkat usaha dan kerja kerasku belajar tanpa henti melalui buku yang pernah aku sepelekan tetapi aku gunakan juga, buku yang sampai saat ini bertenger cantik diantara novel-novel kesayanganku. Ah, apa kalian ingat dengan buku Cara Jitu Menguasai Soal Ujian, aku benar-benar memakainya.

Pemberian pria manis itu masih membuatku terus tersenyum saat mengingat kejadian tersebut. Ah, kenapa pipi ini menjadi memanas kembali. Walaupun aku tidak mengetahui nama pria tersebut, alamat rumahnya, dan tidak pernah berjumpa lagi selama satu tahun ini. Pria itu hanya meninggalkan sebuah kalimat yang menjadi sebuah motivasiku untuk menjadi yang sekarang ini.

Ya, walaupun hanya kalimat Belajar yang rajin, itu benar-benar membuat kehidupanku berubah drastis. Semangatku menjadi menggebu-gebu untuk menggapai apa yang aku inginkan. Ha ha ha ... lucu sekali memang, kalimat tersebut benar-benar sangat mempengaruhiku.

"Bunda...," panggilku sekeliling rumah yang sepi biasanya sudah ada kedua kakakku yang sudah berdiam diri didepan televisi.

"Iya sayang bunda didapur." Aku menghampiri suara dan memeluk ibuku –Naura dari belakang. "Ada apa sayang?"

"Kak Dava sama Abang Kenan belum pulang bun?"

"Belum, kamu tahu sendirikan udah hampir sebulan mereka jarang pulang." Aku mengangguk menyetujuinya, aku merindukan keduanya bahkan keduanya tidak banyak berbicara kepadanya akhir-akhir ini.

"Memangnya ada apa sayang?"

"Heum, hanya ingin minta antar ke toko buku saja bun."

"Beli novel lagi?" bunda selalu menuduhku membeli novel, ya walaupun itu benar tapi aku sudah menguranginya semenjak satu tahun yang lalu.

Aku menggeleng. "Adek cuma mau beli barang kecil-kecil buat kuliah bun."

"Jangan beli yang enggak kamu butuhkan sayang."

"Iya bun," jawabku pelan.

Bunda pasti akan mengelus rambutku dengan lembut jika aku sudah mengeluarkan nada lirih seperti ini, dan benar saja bunda melakukan hal tersebut hanya untuk mengalihkan pembicaraan dan pikiranku saja. "Udah kamu siapin buat besok?"

Besok?

Aku lupa hari besok, ada apa dengan besok?

Bunda menjitak kepalaku pelan, "lupa kalau besok kamu ada PKKMB?" aku melebarkan mataku yang kecil ini, dengan cepat aku berlari masuk kedalam kamar menyiapkan barang-barang yang akan aku kenakan besok. Ah, aku lupa menyimpan harnet. Terakhir kali yang aku ingat aku memakainya saat wisuda dua bulan yang lalu.

"Ada yang lupa sayang?" bunda mengangetkanku yang sedang kebingungan ini.

"Iya bun, harnet adek lupa disimpen dimana." Bunda memasuki kamarku dan duduk dilantai bersamaan dengan barang-barang yang berserakan. Bunda ikut merapikan barang-barangku.

"Coba adek chat kak Deva, suruh mampir dulu di tempat aksesoris." Dengan cepat aku meraih benda persegi itu dan mencari kontak bernama 'Kak Dava ganteng'

Whatsapp

Kak Dava ganteng

Kak...

10. HimWhere stories live. Discover now