carilah kebahagiaanmu.

724 77 13
                                    

Lapangan golf yang hijau nan luas membentang di hadapannya. Para lelaki bersenda gurau dengan cady - cady cantik bak model, termasuk ayahnya sendiri. Ya, meski ia tahu ayahnya tidak bermaksud genit seperti rekannya yang lain.

Ia tak suka mendatangi agenda seperti ini. Terlalu dipenuhi basa - basi yang memuakkan. Jika terpaksa, ia lebih memilih untuk menyingkir.

Seperti saat ini. Yohan menyesap air lemon segar di bench berpayung sambil menunggu ayahnya selesai bercengkrama tentang saham, atau sekedar cekikikan tentang trip mereka di Dubai.

Ponselnya seketika berdering. Sudah beberapa lama, dering itu tetap ia diamkan saja, sudah berasumsi sejak awal kalau telfon itu hanyalah berasal dari teman - temannya yang sudah memaksanya sejak kemarin untuk ikut ke Paris di musim panas.

"Tuan Muda, kau mau aku mengangkat telfonnya untukmu?" Pelayannya yang masih muda itu bertanya.

Ia menggeleng. Kemudian berkata dengan sopan. "Tidak perlu, nona
Kim. Ku rasa itu hanya dari Lucas atau Woojin."

"Ah, tapi di sini tertera nama Lee Hangy-"

Yohan merebut ponselnya secepat kilat. Tangannya memanjang seperti lidah kodok yang menangkap lalat. Nona Kim tersentak, hampir terkena serangan jantung akibat gerakan Yohan yang agresif. Namun Yohan sudah tak peduli.

Untuk sekarang, ia memedulikan hal lain.

Ia mengangkat telfon, menempelkan ponsel keluaran terbarunya itu pada telinganya. Tak lama, ia bisa mendengar suara yang paling suka untuk ia dengar.

"Halo, apakah kau sedang sibuk?"


===============


Mereka melakukannya.

Lagi.

Lagi dan lagi.

Mungkin sudah kelima kalinya? Atau keenam? Entah. Yohan tak pernah mempersalahkannya. Baginya itu tak penting.

Untuk kesekian kalinya, Hangyul membiarkan Yohan membuka dan melempar pakaiannya ke lantai, tak peduli bahwa setelan itu berharga lebih dari tiga juta won. Ia membiarkan kulitnya yang sewarna madu diberi tanda - tanda keunguan, juga mempersilahkan Yohan untuk masuk ke dalamnya.

Yohan suka saat - saat ini. Yohan suka kenyataan bahwa hanya ia yang tahu jika laki - laki muda di bawahnya sebenarnya adalah seseorang yang lembut. Berbeda dengan citra kerasnya yang telah diketahui khalayak umum.

Keduanya masih terengah - engah, namun Yohan sudah menagih janji Hangyul untuk menceritakan apa yang tengah ia alami.

Ya, memang benar, mereka terbiasa memuaskan satu sama lain saat ada masalah menerpa. Seperti saat pertama kali mereka melakukannya demi distraksi.

"Kau tak mau cerita?" Ia mengusap dahi Hangyul yang mengkilap karena keringat.

Lawan bicaranya menarik selimut hingga menutupi lehernya yang kemerahan, menatap kedua bola mata Yohan dengan intens. "Aku akan cerita. Tapi jangan terkejut."

"Okay. I'm listening." Jawabnya meyakinkan.

Hangyul entah bagaimana caranya telah mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Yohan. Hal itu ia lakukan dengan mudah, sudah otomatis. Ia mendenguskan nafas sekali lagi, seperti ingin memperlabat waktu agar ia tidak perlu memberi tahu Yohan apa yang terjadi. "Aku akan menikah di bulan depan."

Tidak ada gerak tubuh berlebihan dari Yohan yang menunjukkan bahwa ia terkejut. Namun matanya terbelalak. "Dengan siapa?"

"Entah. Kalau tidak salah namanya Suwoong."

ENCHANT [Yohangyul]Where stories live. Discover now