16. Tension

Mulai dari awal
                                    

"Pertanda atau sebuah peringatan? Keduanya tidak memiliki perbedaan, Mr. Lee.."

Manfred sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan, memberikan gestur menantang kepada Nick. Dan Nick sendiri hanya melirik tanpa meladeni 'tantangan' yang diberikan. Menyadari ketegangan yang muncul secara tiba-tiba, Gia berinisiatif menarik lengan Manfred agar segera menjauh.

"Tiga puluh menit lagi kelas kami dimulai, kami pergi dulu. Bye Nick!"

Gia menyeret Manfred menjauh tanpa mendapat perlawanan sedikitpun. Keduanya menerobos kerumunan mahasiswa lalu menuju kelas.


Kelas terasa hening, mata kuliah pengganti hari ini dipegang oleh seorang dosen killer dan dingin, pantas jika peserta yang menghadiri kuliah nampak kelewat fokus. Manfred sendiri sama tidak perdulinya seperti biasa, dia memang tipikal lelaki seperti itu.

*Drrt. Drrt. Drrt.*

Ponsel Gia bergetar, satu pesan muncul dilayarnya. Itu adalah pesan dari Tamara, gadis yang mengejar-ngejar Nick.

.
•  ———————— Pesan ———————  •

• Bisa kau menemuiku, aku ingin meminta bantuanmu tentang Nick.

Nanti setelah selesai kelas. •

•Ini genting Gia. Aku mohon.. aku tunggu di rooftop.

•  ————————————————————  •
.

Gia berpikir sejenak sebelum keluar kelas dengan alasan kandung kemihnya telah penuh.

Dengan tenang Gia melangkah menuju rooftop kampusnya. Sosok Tamara tidak dilihatnya ketika Gia membuka pintu menuju atap. Ia melirik kekanan dan kekiri mencari Tamara.

"Aaarrrrgh..!"

Gia memekik saat merasakan tarikan kuat pada rambutnya. Dirinya sedang dijambak dan dipaksa berlutut. Kedua tanganya dicekal, dagunya diraih dengan paksa hingga kepalanya mendongak. Dan sosok Tamara lah yang pertama kali Gia lihat. Disamping kiri-kananya terdapat dua gadis lain sedang mencekal kuat tanganya. Tamara menyunggingkan senyum jahat, dia mengejek Gia yang sedang berusaha mencerna situasi tempatnya saat ini berada.

"Stupid!!" Bentak Tamara.

Dia menelakup pipi Gia dengan keras, meninggalkan rasa nyeri juga bekas dipipinya. Tamara mengamati wajah Gia dengan tatapan bencinya.

"Pantas saja Jimin membodohimu sekian lama. Kau memang benar-benar BODOH!!"

Tamara kembali meraung tepat didepan wajah Gia. Setelahnya gadis ini melayangkan tamparan bertubi-tubi pada korbanya. Kepala Gia tertunduk lemah merasakan sensasi panas dipipinya, tapi masih sanggup untuk sekedar melirik kearah Tamara.

"Apa masalahmu?"

Meskipun lemah namun suara Gia masih dapat didengar oleh Tamara dan kedua 'anteknya'.

"Apa masalahmu?!" Bentak Tamara kembali menanyakan pertanyaan yang sama. Tamara sudah kembali mengangkat tanganya siap untuk melayangkan tamparan berikutnya, Gia pun sudah memejam, tapi tamparan tersebut tidak kunjung mendatangi Gia karena sebuah suara lelaki tiba-tiba muncul,

"Apa masalah kalian?"

"Bagaimana kau bisa sampai disini??" Telisik Tamara.

"You left the door open."

Pemuda tersebut menunjuk pintu yang masih terbuka. Sontak Tamara mendelik pada kedua gadis lainnya. Tamara menyalahkan mereka karena lupa menutup pintu, namun nampaknya kedua gadis lainnya juga sama bingungnya.

"Sumpah, Ra, pintunya sudah kami kunci tadi." Aku salah seorang gadis pada Tamara.

"Aargh! Sudahlah! Dan kau pria asing! Jika tidak ada yang ingin kau lakukan lebih baik kau pergi dari sini!!"

"Why? Aku ingin tau apa masalah kalian denganya." Jawab lelaki tersebut dengan santai sambil bersendekap.

"Bukan urusanmu!!" Bentak Tamara.

"Menjadi urusanku karena yang kalian hajar adalah Gia."

Gia menunduk mengetahui suara siapa itu sebenarnya. Lelaki itu berjalan santai mendekati Tamara. Sosoknya menatap Gia kemudian tersenyum manis ketika mata keduanya bertemu.

"Well, hello sweety.. you got a little trouble, don't you?"

"Shut up Manfred!"

"Oops! My bad."

Manfred mengangkat kedua tanganya sambil tersenyum mendengar nada suara kesal dari Gia. Lelaki ini mengalihkan pandanganya pada Tamara dan menatapnya tajam. Matanya menyusuri setiap inci tubuh gadis dihadapanya, kemudian berjalan semakin maju menghampiri Tamara. Secara reflek gadis ini pun mundur hingga punggungnya menabrak dinding.

"S-stop!"

Tamara mulai panik, saat ini ia sedang terpojok diujung gedung tinggi kampusnya. Manfred tidak mengindahkan perintah Tamara dan berakhir memerangkap tubuh ramping gadis itu. Tamara membuang wajahnya yang sudah bersemu merah kesamping, menghindari tatapan tajam dari lelaki yang sedang memerangkap tubuhnya diujung gedung tinggi tersebut.

"Kau cantik. Mau berkencan denganku malam ini?"

Sontak Tamara menatap horor pada lelaki dihadapanya, dan yang ditatap tidak bergeming sedikitpun. Sesaat kemudian, Manfred melirik pada kedua antek Tamara, menatapnya tajam namun menggoda. Cekalan tangan Gia terlepas seketika saat tawaran serupa muncul dari mulut manis Manfred,

"You can join us if you want. Both of you."

Gia dibuat menganga oleh perubahan sikap ketiga gadis ganas sebelumnya. Manfred kembali fokus pada Tamara, dan kali ini tanpa melirik kearah Gia, Manfred memintanya segera meninggalkan atap.

"Tasmu ada pada Jimin, dia akan mengantarmu pulang. Dan katakan pada Rafael bahwa aku tidak akan pulang malam ini."

Dengan itu, Gia bergegas pergi dari rooftop tersebut. Ia berjalan secepat yang ia bisa dan menemukan Jimin sedang menunggunya di lobby gedung. Ditanganya sudah tergantung tas kuliah milik Gia. Dia meraih tasnya dari tangan Jimin tanpa banyak berbasa-basi lebih jauh.

"Aku bisa pulang sendiri."

"Menurut saja." Jimin berkeras.

"Aku bukan anak kecil lagi, Jim.. aku bisa pulang sendiri."

"Buang keras kepalamu untuk sekali saja."

"Tapi Jim—"

"Gianna... Please.."

Suara Gia tersekat, Jimin memang tidak membentaknya namun sangat cukup membuatnya kehilangan kata-kata. Gadis ini pasrah saja ketika tanganya ditarik sedikit dipaksa memasuki mobil milik Jimin.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang