6. Mengenal Internet

58 5 1
                                    

Setelah Anita bertepuk tangan, tidak lama kemudian semua penonton termasuk juri berdiri dan bertepuk tangan. Wajah bingung mereka perlahan berubah menjadi senyum.

"Jujur, soal suara memang tidak terlalu memukau. Tetapi, lagu yang kamu nyanyikan membuat saya kagum. Kamu menyanyikan lagu dengan tema yang kritis. Bagus!" komentar seorang juri yang sebenarnya adalah guru mata pelajaran seni budaya.

Singkat cerita, aku juara tiga. Juara pertamanya adalah Ica, aku tidak heran jika dia yang menjadi juaranya karena memang dia sering mengikuti kontes menyanyi.

"Selamat ya, Dit!"

"Terimakasih, Nit." jawabku sambil menerima jabat tangan Anita.

"Dit, sepulang sekolah ada kegiatan tidak? Temani aku ke warnet ya?"

"Tempat apa itu?"

"Warnet, warung internet, Dit." Anita mencoba menjelaskan.

"Internet dijual eceran? Bukannya harus menggunakan modem ya, Nit?"

"Mungkin begitu, Dit. Aku tidak terlalu paham. Jadi, bisa tidak?"

"Bisa!"

***

Setelah makan dan mengganti baju, aku segera menuju tempat yang dimaksud. Anita sudah memberitahu lokasi tempat tersebut. Tidak terlalu jauh, kurang lebih 10 menit jika menggunakan sepeda.

"Hai, kamu tidak pulang?" aku menyapa Anita yang masih menggunakan seragam sekolah.

"Belum, terlalu memakan waktu jika aku harus pulang terlebih dahulu. Rumahku kan jauh, Dit."

Aku hanya menganggukan kepala. Menurutku, rumah Anita tidak terlalu jauh. Aku berpikir positif, mungkin dia malas.

"Ayo, masuk!" ajak Anita.

Aku segera masuk, menyusul Anita yang berada di depanku. Aku melihat sekitar, aku teringat sebuah tempat. Ya, tempat pak Harun. Tempat dimana dulu aku bermain game bersama Anam. Ada banyak bilik-bilik, hanya saja disini dingin. Mungkin ada yang lupa menutup kulkas.

"Dingin, Nit!" keluhku.

"Lebih baik kedinginan daripada kepanasan." jawab Anita.

"Mbak, nomor berapa yang kosong?" tanya Anita kepada seseorang yang duduk dibalik komputer.

"Nomor 6, yang pojok sebelah kiri, Dek." jawabnya.

Anita bergegas masuk ke bilik yang ditunjuk oleh orang tersebut. Aku mengikutinya. Anita menekan tombol pada sebuah kotak hitam. Saat Anita melakukan hal tersebut, tiba-tiba aku tersenyum teringat sesuatu.

Komputer menyala, kemudian muncul layar dengan gambar lumba-lumba. Anita mengetikan namanya pada komputer tersebut.

"Anita, kamu ada keperluan apa datang ketempat ini?" tanyaku penasaran.

"Aku ingin mengirim email ke ayahku yang sedang bekerja di Jepang."

"Email? Apa itu?" tanyaku.

"Electronic Mail, atau surat elektronik."

Aku hanya mengangguk.

"Kenapa, Dit? Kenapa diam?"

"Tidak, aku sedang memperhatikanmu, Nit." aku memperhatikan Anita yang lihai melakukan navigasi dengan mouse dan keyboard.

"Nit, kamu sudah sering mengirim email ke ayahmu?"

"Hampir setiap minggu, ayah memintaku untuk menceritakan kegiatanku setiap hari."

"Aku juga menceritakan dirimu kepada ayahku." imbuhnya.

"Ayahmu bekerja sebagai apa, Nit?"

"Programmer, Dit."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 15, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Titik Masalahnya Adalah TitikWhere stories live. Discover now