Bab 2. Akhir Sebuah Tangisan (1)

222 9 2
                                    

Rora Up nih..
Ini udah part End sih cuma dibagi dua karena kepanjangan.

Jangan lupa tinggalkan Vote dan Coment nya yaa..

💚Jangan lupa follow akun wattpad ny "Lotusia_Aurora"💚

Happy Reading..
Maafkan typo nya 🙇

******

Araf menatap kearah Aima dengan tatapan menuntut penjelasan. ‘’Maksud kamu ada yang membuka praktek aborsi ilegal di dekat wilayah kampus ini?”

Aima mengernyit bingung padahal ia belum mengatakan dugaannya, tapi Araf sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakannya. Hanya ada dua kemungkinan dalam hal ini. Araf tengah merasa panik atau Araf memang juga sedang melakukan penyelidikan untuk kasus yang sama.

“Iya, tapi ini hanya berdasarkan asumsi ku saja.” Dan pada akhirnya Aima memilih untuk tidak menceritakan apa yang sebelumnya sudah menjadi praduga nya.

“Lalu atas dasar apa kamu mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah tindakan aborsi?”

Aima yang merasa janggal dengan ucapan Araf segera bertanya dengan tatapan menyelidik. “Apa aku mengatakan kata mereka dalam hal ini?”.

Araf sendiri terlihat semakin memucat bahkan saat tangan berotot itu meraih gelasnya, getaran itu terlihat jelas dimata Aima.

“Yaa.. karena memang dalam hal ini yang bersalah bukan hanya yang membantu proses aborsi tapi juga yang melakukan aborsi tersebut jadi dalam hal ini bukankah lebih tepat disebut mereka?.”

Penjelasan seorang polisi yang telah banyak mengungkap suatu kasus tentu saja Aima akan kalah jika berdebat.

“Ya.. kau benar. So jadi bagaimana?” tanya Aima kembali.

“Kami tidak bisa melakukan penindak lanjutan ataupun memata-matai apabila tidak ada bukti real yang bisa menjadi alasan dalam kami bertindak.” Tolak Araf.

“Hmm.. begitukah. Baiklah Raf.. Mungkin aku hanya terlalu membawa insting yang selama ini kudapat dari ilmu yang telah kupelajari. “ jelas Aima yang bermaksud untuk segera mengakhiri pertemuan yang tidak berguna ini.

“Hmm.. lalu apakah kamu akan tetap mencari tahu ini sendiri?”

Aima terdiam sejenak lalu menggeleng. “Sepertinya tidak karena aku tidak berani jika hanya melakukan hal sepenting ini sendiri.” Jawab Aima.

Araf pun tersenyum. “Pilihan yang bagus Ai..”

Akhir dari obrolan mereka membuat Aima mengambil kesimpulan, bahwa yang benar adalah saat ini Araf sedang merasakan panic dissorders.

*****

Aima terdiam seraya menatap butiran hujan yang menempel pada kaca jendela. Araf sudah sejak 15 menit yang lalu pergi meninggalkan kedai sedangkan Aima menolak untuk diantar karena saat ini ia butuh waktu sendiri untuk memikirkan langkah yang akan ia ambil.

Tukk.. Tuukkk...

Suara ketukan membuat Aima terperanjat kaget, Aima memegang dadanya lalu menatap kearah sumber suara hingga kata “Hy Cantik..” yang tertulis di kaca yang berembun membuat ia membalas senyum pria yang sedang berdiri di teras toko. Tangan pria tersebut kembali menuliskan sesuatu, “Boleh gabung?”

Aima akhirnya juga menuliskan sesuatu di kaca tersebut, “Bolehh..”. Pria tersebut tersenyum lalu segera berlari kecil memasuki kedai.

“Bu Aima sedang menunggu apa Bu?” tanya Miguel seraya mengelap wajah nya yang basah dengan tisu yang tersedia diatas meja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jerit Tangis Sang JaninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang