23. EQUALITY

3K 140 10
                                    

25+ #NWR #DOMINATRIX #DANCER #FIKSI #ROMAN #DEWASA

25+ #NWR #DOMINATRIX #DANCER #FIKSI #ROMAN #DEWASA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

MIGUEL

"Berarti kalau sudah besar aku dan Jovita bisa jadi papa mama?" Marissa menangis mengulang pertanyaan Jovan kepadanya.

"Sebelumnya aku ragu membawanya pergi, sekarang aku yakin harus memisahkannya dari Jovita, sebelum terjadi incest, mereka saudara sepersusuan." Imbuh Marissa.

"Tidak," kata Carolus, "Justru kita sekarang tidak bisa memisahkan mereka, Miguel dan Sandrina harus terus-menerus mencamkan kalau mereka tidak boleh menikah."

"Kau ingat cerita tentang Oedipus yg dibuang karena ramalan ia akan membunuh ayahnya dan mengawini ibunya?" lanjut Carolus, "Seandainya Oedipus tetap tinggal bersama dengan kedua orangtuanya, mungkin saja ia tetap membunuh ayahnya karena suatu konflik, atau mabuk, tapi ia tak mungkin mengawini ibunya."

Aku setuju, aku menyayangi Jovan, tak ada bedanya dengan kedua anakku lainnya, sejujurnya aku keberatan menyerahkan Jovan ke orang tua kandungnya.

"Kami akan mengawasi mereka berdua dengan ketat," janjiku.

"Kalian juga bisa membesarkannya bersama kami," kata Sandrina, "Rumah sebelah dijual, mengapa kau tak membelinya Caro? Dinding belakang kita bongkar, anak-anak bebas ke rumahmu atau rumahku."

"Kalau Marissa tidak keberatan." Sandrina mengedipkan mata ke Carolus, lalu tertawa, "Aku sih nggak punya maksud lain, kalau aku mau dengan Carolus, nggak ada Jovan."

"Setuju," Carolus menggenggam tangan Marissa, "Jadi kita juga bisa membantu mengawasi kedekatan Jovan dan Jovita."

**

Sandrina mengajakku menonton video BDSM, matanya tak berkedip memandang adegan demi adegan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sandrina mengajakku menonton video BDSM, matanya tak berkedip memandang adegan demi adegan. Aku memeluknya, video itu membuat gairahku muncul, tapi aku tak berani memulai.

"Kau suka?" Sandrina mematikan TV dan duduk di pangkuanku, aku tidak berani mengangguk, kuatir ia marah, tapi ia tahu.

"Berarti kau suka peran dominant?" tanyanya lagi.

"Aku tak mau menyakitimu," elakku.

"Kau pasti tertekan menjadi submissive," ia menciumku, dan kali ini kami melakukannya tanpa alat bantu apapun.

"Kau ingat awal kita menikah?" katanya kemudian dalam pelukanku setelah kami selesai berolahasmara. "Setiap malam aku melayanimu, tapi kau tidak minta aneh-aneh."

"Waktu itu hidup kita tidak banyak gejolak," kataku, "Dan kau manis sekali, penurut."

Sandrina tertawa, "Aku capai berpura-pura seperti itu, Miguel."

"Kau suka peran dominant?"

"Tidak, aku menghormatimu, aku ingin kita equal."

"So equal we will be." Kataku, "Ingatkan aku selalu, karena bila aku diamuk cemburu, aku tak bisa mengontrol emosiku."

TAMAT

AUTHOR'S NOTE

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

AUTHOR'S NOTE

Mohon maaf pembaca, kelemahanku adalah mempertahankan roh cerita, dan menutupnya agak terburu-buru. Ijinkan kuakhiri di sini, sebelum menjadi membosankan.

Waktu menulis judul, yg terpikir adalah perempuan yg dominan, belakangan baru ingat untuk browsing, ternyata Dominatrix adalah sebutan peran dominan perempuan di BDSM.

Mencoba belok ke sana, tapi passion saya bukan di situ.

Mau ganti judul menjadi Dancer, tapi sudah terlanjur cinta dengan judul yg eksotis ini.

Terima kasih sudah membaca dan menyukai cerita saya, tambahan kasih buat yg vote dan komen. Sampai bertemu di cerita saya yg lain.

Salam dari Surabaya, 7 Oktober 2019

DOMINATRIXWhere stories live. Discover now