Fragment 7:1

11 3 0
                                        


Matanya mengerjap, mencoba merasakan suasana baru yang kini tengah dihadapinya. Ruangan besar bersekat gorden panjang hingga ke lantai, aroma obat yang kian menyeruak ke indra penciumannya, serta tawa kecil yang mengisi sudut ruangan, sukses membuatnya sadar tengah berada di mana ia sekarang.

Perlahan, Andra mencoba bangun dari ranjang, merasakan seluruh tubuhnya yang terasa remuk. Ia ingat. Sangat ingat malah. Saat beberapa besi besar menghantam keras tubuhnya. Saat darah perlahan mengalir keluar dari mulutnya. Juga tak lupa, ekspresi ketakutan Ila. Semuanya masih terekam jelas dalam ingatannya.

Sekali lagi, Andra mencoba bangkit. Dengan perban menutup hampir seluruh bagian tubuhnya hingga membuatnya sesak, serta tangan kirinya yang masih terpasang gips membuatnya sulit, bahkan hanya untuk duduk. Sampai seorang gadis buru-buru melahan bahunya dan membantunya untuk duduk di ranjang.

“Ila?!” Andra berseru kaget, sedangkan Ila hanya mengangguk pelan.

“Gue panggil dokter dulu.”

Ila berlalu, meninggalkan Andra yang masih termangu di posisinya. Entah apa yang Ila lakukan di sini, bahkan sampai dokter datang dan memeriksa kondisi Andra pun, Ila masih di sana. Ini tidak mungkin kalau Ila hanya halusinasi Andra saja.

“Kondisi kamu sudah lebih membaik, tinggal tahap pemulihan saja,” ucap seorang dokter, sebelum akhirnya berlalu setelah dapat anggukan dari Andra. Tatapannya kembali teralih pada seorang gadis yang kini mengenakan kemeja biru tua lengan panjang plus celana jeans dan rambut kuncir kuda andalannya, membuatnya terlihat manis di mata Andra.

“Nyokap lo pulang dulu, mau mandi sekalian ngambil barang lo.”

Ila berucap santai, sambil sibuk menyiapkan sesuatu. Di sisi lain, Andra hanya bisa termangu melihat sikap Ila yang kelewat perhatian begini.

“Sarapan dulu.” Lagi-lagi, Andra hanya bisa terdiam. “Apa mau gue suapin?”

Buru-buru Andra menggeleng, persis seperti anak kecil yang hendak menolak sesuatu. Melihatnya, sudut bibir Ila sedikit terangkat. Entah mengapa, di matanya Andra terlihat manis. Perlahan, cowok itu mulai menyendok bubur buatan rumah sakit itu, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Ada rasa hambar yang mulai menjalar di tenggorokkannya, namun melihat Ila yang kini justru sibuk membuka tirai membuatnya semakin bersemangat. Ada kilat lembut yang terpancar dari mata gadis itu, terutama saat ia tersenyum ketika cahaya matahari menerpa wajahnya.

Andra tidak tahu, dari mana perasaan semangat itu berasal. Yang ia tahu, rasanya ingin cepat-cepat sembuh dan berhenti mendapatkan perlakuan seperti ini dari Ila. Karena jika ini terus berlanjut, perasaannya yang sudah mati-matian ia pangkas habis, bisa-bisa malah tumbuh kembali. Ia sadar betul, kalau apa yang Ila lakukan saat ini semata-mata hanya karena perasaan bersalah, atau mungkin merasa tidak enak padanya. Karena sadar atau tidak, penyebab keberadaan Andra di rumah sakit ini adalah Ila sendiri.

Sambil berusaha menelan bubur yang terasa amat tidak enak di lidah, Andra melirik Ila yang kini sedang berbincang singkat dengan pasien lain. Seorang ibu yang juga tengah dirawat bersamaan dengan Andra. Entah sihir apa yang digunakan gadis itu, tapi Andra ikut tersenyum saat Ila juga tersenyum pada ibu tadi sembari mengupas buah jeruk.

“Buburnya dihabisin, Ndra,” ucap Ila tiba-tiba, membuat Andra yang sejak tadi diam-diam memperhatikannya buru-buru menatap bubur di tangannya.

Ingin rasanya ia mengumpat saat ini, tapi nada yang kelewat lembut itu kembali membelai telinganya. Penuh perhatian dan kasih sayang. Entahlah, Andra hanya bisa mendengar kelembutan itu dari suara Ila.

“Dihabisin buburnya, setelah itu minum obat.”

Ila berucap santai sembari duduk di kursi tepat di samping tempat tidur pasien. Andra yang sejak tadi ingin meminta Ila pergi, hanya bisa diam sembari setengah mati menahan gejolak luar biasa dalam dadanya. Separuh hatinya ingin menghentikan semua drama ini, namun sisanya justru mengiginkan ini berlangsung lebih lama. Angin berhembus pelan melalui sela-sela jendela yang sengaja dibuka lebar, menerbangkan beberapa helai rambut Ila yang terlepas dari ikatan.

Fragment [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant