six

8.3K 1.2K 38
                                    


.

.

.

Ini sudah hari ke tujuh, dan itu artinya sudah seminggu ia mengenal Jeno. Persahabatan mereka terjalin dengan cukup baik dan karena Jeno pula lah dia lebih terbuka dan jujur pada dirinya sendiri. Ia sering tersenyum dan cukup memberanikan diri untuk bersosialisasi.

Ibunya bahkan berkata ketika sedang sarapan, bahwa Jaemin membuat hari-harinya semakin cerah dan itu memicu semangatnya bekerja. Jaemin terharu, jujur saja. Entahlah, seminggu mengenal Jeno. Dirinya berubah begitu banyak.

Tadi pagi bahkan Haechan berkata kalau Jaemin terlihat lebih hidup dari yang sebelumnya. Tawa renyahnya membuat Renjun dan Mark tersenyum seharian. Entahlah, Jaemin tidak mengerti kenapa ia melakukannya. Membayangkan wajah Jeno membuatnya merasa bebas dari beban yang membelenggu hatinya. Tunggu? Apa tadi dia bilang?

Pipi Jaemin tiba-tiba merona. Beberapa orang di jalan menatapnya, bahkan ada yang tersenyum geli melihat rona diwajahnya. Jaemin jadi merasa sangat malu hingga menundukkan wajahnya dan menabrak seseorang yang berada di depannya. Belum lagi, suara Jaehyun memanggil namanya terdengar sangat dekat.

"Na?", Jaemin mendongak terkejut sembari membungkuk beberapa kali meminta maaf kepada orang yang berada di samping kakaknya.

"Hyung kenapa disini?", Jaemin memulai bertanya lebih dahulu.

"Sedang mencari makan, kau mau ikut? Biar aku bilang pada direk-"

"Jae- halo, kau Jaemin kan? Adiknya Jaehyun? Aku Lee Taeyong temannya", lelaki bernama Taeyong itu segera mengulurkan tangan kearah Jaemin. Senyum manisnya mengembang begitu cerah.

Jaemin membalas uluran tangannya dengan sopan,"saya Jaemin, salam kenal hyung". Jaemin menunduk malu, dia jadi merasa canggung.

"Nah, sekarang ayo kita cari makan. Jangan canggung okay, anggap saja aku ini kakakmu juga", Taeyong berseru ceria dengan refleks tangannya merangkul pundak Jaemin dan mendekatkan tubuh Jaemin kearahnya.

Sedangkan Jaehyun? Wajahnya merona samar namun telinganya sudah berubah menjadi merah.

.

.

.

"Adik Taeyong hyung dirumah sakit?", Jaemin mengerjap lucu. Ekspresi wajahnya membuat Taeyong gemas dan sesekali mencubit pipi Jaemin yang mana si pemilik pipi hanya bisa tersipu-sipu mendengar pujian bertubi-tubi dari lelaki manis dihadapannya.

"Yah, dia sedang koma dan beberapa hari lalu kondisinya kembali kritis. Aku hanya berdoa yang terbaik untuknya dan aku juga sudah memaafkan semua yang ia perbuat", Taeyong berusaha tegar. Ia yakin apapun sekarang yang terjadi mungkin adalah yang terbaik untuknya.

Bercerita dengan Jaemin rupanya membuatnya merasa lega, adik angkat dari pria yang ia sukai itu begitu menggemaskan. Dia jadi teringat pada adiknya.

Tapi, tidak ada yang menyadari raut wajah Jaemin yang sedang berpikir keras. Jaemin merasa pernah mendengar cerita yang sama dari seseorang. Tunggu! Apa bos kakaknya adalah kakaknya Jeno?

"Ehmm Taeyong hyung... siapa nama adikmu?", Jaemin menatap cemas melihat wajah Taeyong yang memucat. Namun seketika ia bisa melihat senyum sendu di wajah Taeyong. Apakah Jaemin salah bicara?

"Namanya Lee Jeno"

.

.

.

Seperti biasanya, setelah Jeno mendapatkan bentuk tubuhnya lagi di lewat tengah malam. Ia akan senantiasa menunggu Jaemin yang tengah terlelap.

Dipandangnya lama wajah damai Jaemin yang terlelap dengan nyenyak. Matanya yang terpejam menampilkan bulu mata lentiknya yang indah. Rambut yang menutup keningnya, disibak Jeno. Menatap si manis dengan tatapan memuja sekaligus sendu.

Goldfish ✔ [Nomin]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon