prolog

6 1 0
                                        

09:25
SENIOR  HIGH SCHOOL.

"Diamlah Anak tolol! Kau menggangguku!" Teriakan yang memekakan telinga mulai mengganggu.

"Tenanglah, An." Sahut yang lain disampingnya. Seseorang yang di panggil An mendengus tidak suka kala ia harus mengalah, lagi.

"Shit!" Umpatnya tanpa sadar. Si datar menoleh sekilas pada seseorang yang barusan mengumpat.

"Jaga bicaramu,Child." Peringatnya berpengaruh pada orang tadi, sehingga diam sejenak.

"Tidakkah kau lihat? Mereka menghina keluarga kita!" Yang ditanya hanya diam masih sama dengan wajah tanpa ekpresi.

"Duduk ditempatmu, Ana." Perintahnya mutlak. Ana meneguk salivanya, lalu mengangguk pergi.

Yang sedari tadi bersikap tenang, memandang tanpa ekspresi seorang gadis penyebab kekacauan barusan.

Atmosfer seketika menjadi sangat mencekam dengan auranya si datar. Semua orang didalam kelas itu menahan nafasnya sembari merapalkan doa masing-masing.

Sigadis nampak ketakutan saat mengetahui si datar memandangnya lama.

Mengerti ketakukan gadis itu,
"Tenanglah, aku tidak akan melukaimu." Ucapnya, seraya pergi keluar kelas.

Semua orang menghembuskan nafas lega, ketika si manusia datar itu keluar ruangannya.

Tingg!

Ponsel Ana berdenting, Ana dengan cepat membuka notifikasi yang baru saja ia dapat.

She

Temui aku ditaman belakang gedung 2

Ana meremat ponselnya saat membaca pesan itu. Terlihat sederhana bagi siapa saja yang membacanya, tapi tidak untuk Ana.

Ana membawa langkahnya menuju tempat yang kakaknya tuju tadi. Ia merapalkan doa, semoga saja ia selamat dari Aura mengerikan si datar itu.

Hanya butuh waktu 3menit sampai Ana tiba ditaman, jaraknya cukup jauh untuk manusia. Tetapi tidak untuk Ana dan si datar.

"Kakak, maaf aku terlambat." Ucapnya sembari sedikit membungkuk pada orang yang tengah membelakanginya.

"Kakak, ada ap--" Ana menahan ucapannya saat sang kakak berbalik dan memotong ucapannya.

"Duduk ditempatmu, Ana." Ana mengangguk lalu mematuhi ucapan sang kakak untuk duduk.

"Kakak, aku--"

"Bisakah kau tidak membuat kegaduhan, Ana? Aku lelah selalu membelamu didepan semua orang dan didepan mereka."

Ana menunduk takut, meremat jemarinya kuat-kuat. Tubuhnya gemetaran hebat mendengar suara intimidasi kakaknya. Walau datar, namun Ana masih bisa merasakan emosi berlebih dalam kalimat tadi.

Baru mulut Ana terbuka dan hendak mengucapkan sesuatu, namun ia urungkan, karna kakaknya menatap lebih dalam padanya.

"Panggil aku dengan namaku,Ana." Ana menggeleng ribut, tidak mungkin ia melakukan itu. Ia bisa mati kalau begitu.

"Aku tidak bisa. Aku tidak mau. Sudah cukup kau turunkan derajatmu itu hanya untuk membelaku." Ana Utarakan semua isi hatinya pada sosok tanpa ekpresi itu. Orang itu hanya diam, ingin mendengarkan kalimat selanjutnya yang bisa dikatakan Ana.

"Panggilan kakak saja sudah membuat beban padaku. Lalu kau menyuruhku memanggil namamu? Aku tidak bisa." Ana mencuri tatap pada wajah dingin nan pucat milik kakaknya, lalu kembali menunduk.

"Bukan tawaran, Tapi perintah." Setelah mengatakan itu, ia menarik paksa lengan Ana untuk berdiri. Ana tersentak hampir memekik karnanya.

"Kita pulang, Mereka menunggu kita." Ana hanya mengangguk tanpa mengucapkan satu katapun.

Kalian bertanya bagaimana bisa mereka bebas keluar masuk sekolah? Tentu. Karna mereka keluar tanpa terlihat. Gotcha!






TO BE CORTINUE OR UNPUBLISH?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 07, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Element PowerWhere stories live. Discover now