The Last Gift

Mulai dari awal
                                    

Rumah ini memiliki tembok yang tinggi yang terhubung langsung dengan tembok rumah. Mempunyai dua bagian. Rumah utama yang berada di depan dan rumah bagian belakang yang digunakan sebagia dapur dan kamar mandi. Banguna ini sudah ditukiskan terhubung dengan tembok tinggi dan diantaranya ada sebidang tanah. Ada taman kecil disana. Sebuah dipan bambu yang mampu menampung tujuh orang. Jika duduk disana dan menengadahkan kepala, langit ynag telanjang akan terlihat. Tanpa atap dan apapun yang mampu menghalangi mata untuk memandang.

Dibagian timur rumah utama ada sebuah garasi panjang, cukup untuk menampung dua mobil truk. Garasi dan rumah utama hanya disekat oleh tembok bata dan kaca bening yang besar seperti tembok itu sendiri. Begitu juga ruang tamu bagian depan, merupakan tembok kaca yang sangat besar tanpa jendela. Orang yang berjalan di jalan raya dapat melihat dengan jelas bagian dalam rumah walaupun pandangan mereka harus menerobos halaman depan rumah yang luas.

Ada lima kamar di rumah utama, ruang tamu dan ruang rekreasi. Dan tepat menyambung dengan rumah utama, rumahku memiliki koridor yang mampu menampung lima puluh orang yang berdiri. Didepan koridor ada ruang makan keluarga. Sebenarnya mendeskripsika rumahku mudah, tetapi juga sulit untuk menuliskannya. Jika aku bersikeras untuk melanjutkan menulisnya, orang-orang yang membacanya akan berfikir jika rumahku adalah labirin.

Kisah dimulai.

Hari itu aku baru pulang dari sekolah yang berjarak cukup dekat tetapi tidak dekat. Menyeberang jalan raya bersapal hitam yang licin, menerobos ladang-ladang yang ditanami jagung, melewati sebuah rumah, dan menerobos ladang lagi dan langkah kakiku sudah berhenti didepan pinti kayu halaman tengah.

Melewati gerbang kayu itu dan melihat bapak yang sedang memperbaiki ayunan. Dengan langkah biasa mendatanginya, memebri salam dan tersenyum. Hal biasa yang selalu kulakukan tanpa harus diberi perintah.

"Ganti baju," bapak menggunakan kalimat biasa dengan sedikit menekan dibagian yang tepat dan menjadikannya kalimat perintah yang mutlak. Tidak terbantahkan. Begitulah bapakku. Tetapi kemudian dengan nada lembut melanjutkan, "Ayunannya sudah dibetulkan."

Senyum bahagia ynag sejak tadi kutahan karena mengetahui bahwa ayunanku diperbaiki, muncul seketika. Dari senyumku bapak tahu jika aku mengucapkan terima kasih. Dengan berlari, aku berbalik dan masuk ke dalam rumah. Tidak membutuhkan waktu lama, dan aku sudah bermain di atas ayunan.

"Tunggu mbakmu pulang. Bapak mau pergi keladang sampai sore. Jangan keluar jauh-jauh." Setelah berkata begitu, bapak pergi keluar dan melewati pintu kayu itu.

Tidak ada suara tanggapan yang keluar dari mulutku. Hanya sekali anggukan kepala. Aku paham jika aku harus menunggu dengan patuh. Adik laki-lakiku baru saja lewat dan berjalan mengekor mengikuti bapak. Rumah sangat sepi sekarang. Adik perempuanku mengikuti ibu yang berjualan di pasar. Kakak perempuanku sekarang kelas lima, akan pulang paling cepat mungkin dua jam lagi.

Dan sekarang, jarum jam berdetak dan menunjuk angka sepuluh. Kakak perempuanku baru akan pulang pukul dua belas siang. Itu jika tidak ada halangan. Aku memiliki sangat banyak waktu untuk melakukan banyak hal membosankan yang entah mengapa tetap merasa senang melakukannya. Dan walaupun semua semua orang sedang berada di rumah, semua hal yang dilakukan adalah hal yang sama dan selalu terulang.

Ada banyak rahasia yang tersimpan di rumah ini. Rahasia yang terasa mistis. Rahasia yang tidak bisa dilihat orang biasa. Kami berbagi tempat dengan penghuni lain di rumah ini. Orang dunia ketiga, begitu kami menyebutnya. Dan saat ini ada satu dari mereka yang sedang mengamatiku dari balik pintu kamar mandi. Bagi orang normal, mereka tidak bisa melihat, tetapi bagi mereka yang peka, mereka bisa merasakannya. Aku bisa melihat. Kenyataan bahwa kau lain bukan sesuatu yang harus dibanggakan. Tidak juga harus ditakutkan saat itu. Hanya harus melakukan pembiasaan sampai terbiasa. Aku tidak ingat bagaiman areaksi pertama ketika tahu hal ini. Yang aku tahu adalah saat ini. Saat ketika aku hidup dengan hal-hal diluar kemampuan manusia biasa. Aku melai merasa bahwa mereka adalah salah satu bagian dari rutinitas harianku.

MAP OF THE SOUL: City of Dream (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang