"Meet me at cafetaria after class, my treat." Nick menepuk pundak Gia dua kali kemudian pergi.


.
* Cafetaria, After Class *

Nick sudah duduk manis sambil menyeruput ice americano miliknya. Gia masih tetap sama, berjalan gontai seperti semangatnya telah lenyap entah kemana. Gadis ini seperti telah kehilangan jiwanya. Melihatnya membuat Nick menatap penuh telisik, matanya memincing seakan didalam kepalanya sedang bermain sebuah babak pertunjukan drama.

Hening. Bahkan hingga makanan didepan Gia pun habis. Nick tetap tidak mengeluarkan sepatah kata meski rasa ingin tahu hampir membuat mulut pedasnya berkomentar nyinyir.

"Aku sudah gila." Ucap Gia memecah hening diantara keduanya.

"Baru sadar?"

"Aku tidak habis pikir dengan pikiranku sendiri." Kali ini Gia menerawang lurus jauh kedepan.

"Kekasihmu selingkuh?"

Gia membeliakan matanya namun hanya sesaat, sebelum gadis ini menghembuskan nafas putus asa.

"Selingkuh jika status kami jelas, tapi hubungan diantara kami hanya sebatas kesepakatan. Tapi aku tidak suka dia berada dekat dengan orang lain selain aku."

Nick manggut-manggut sebelum kembali menyeruput ice americano miliknya.

"Sadarlah Gia, kau hanya wanita bayaran dan ketika kontrak—"

"Tau darimana aku dibayar?" Sela Gia tiba-tiba.

"Jadi benar? Padahal aku hanya asal bicara."

Gia mendelik tajam pada Nick, tapi nampaknya lelaki ini tidak merasa terganggu sama sekali.

"Kau menyukainya?" Tanya Nick, Gia mengangguk ragu.

"Sudah diapakan saja?"

Pertanyaan ambigu ini langsung dapat dimengerti oleh Gia dan sebuah gelengan mantab lah yang menjadi jawabanya.

"Kontrak kalian kapan berakhir?"

"Mungkin satu atau dua bulan lagi. Kenapa kau banyak sekali bertanya?"

"Karena selalu kau jawab." Gia kembali mendelik mendengar sanggahan santai dari Nick, lalu Nick melanjutkan pra-duganya tanpa ragu, "Kalau aku jadi dia, ada dua hal yang mungkin melatar belakangi kau masih dibiarkan perawan." Pipi Gia sudah bersemu merah dan kepalanya menunduk malu.

"Pertama, aku bosan bermain denganmu dan menunggu kontrak kita habis, sambil menunggu aku akan mencari kesenanganku sendiri. Yah.. kau mengertilah maksudku."

Gia sempat tercekat sesaat karena pra-duga Nick hampir tepat mengenai sasaran. Gadis ini menatap semakin penasaran pada Nick, menunggu kemungkinan kedua.

"Kedua, karena aku masih penasaran, bisa saja kau selalu mencari alasan untuk menolak melakukan kontak fisik yang lebih intim, jadi aku hanya menunggu waktu yang tepat saja. Tapi ketika kau sudah mulai menginginkanku, maka tantangan sebelumnya sudah tidak lagi menarik."

Gia mencoba berpikir, dirinya tidak pernah berpikir sejauh itu. Mungkin ada benarnya karena pra-duga dari Nick hampir semuanya tepat sasaran. Gia memejam sesaat lalu menarik nafas dalam mencoba menenangkan dirinya.

"Setiap orang memiliki pemikiran berbeda, yang baru saja aku katakan adalah menurut pendapatku."

Nick coba menenangkan sahabatnya tersebut, Gia mengangguk mengerti. Kemudian seperti biasa, keduanya mampir ke caffee milik Nick untuk sekedar melepas penat.

Cukup lama Gia berada di caffee Nick dan membantu Nick melayani pelanggan-pelangganya. Hingga hari mulai gelap dan sebuah notifikasi pesan muncul dilayar ponsel Gia. Christina mengiriminya pesan meminta untuk bertemu disebuah club malam. Gadis itu berpesan agar Gia tidak memberi tahu siapapun dan pergi menemuinya sendiri. Tidak ada rasa curiga karena Christina berdalih bahwa dia butuh seseorang untuk dapat mendengarkan ceritanya, juga karena Christina hanya memiliki kesempatan pada jam dan ditempat tersebut.

Gia pun menurut.

Jimin sempat menawarkan diri untuk mengantar Gia pulang karena curiga saat gadis itu mengatakan akan pulang sendirian. Tetapi Gia berkilah bahwa ia akan menemui supirnya yang sedang berada di swalayan tidak jauh dari caffee. Jimin terpaksa mengalah namun berpesan agar tidak ragu untuk menghubunginya apabila menemui masalah.

Gia yang kebetulan memakai rok span pendek dipadu tanktop dengan jaket sebagai outer cukup layak untuk memasuki sebuah club malam. Gia benar-benar masih awam dengan tempat semacam ini. Ia duduk didepan meja bar dan disambut senyum oleh bartender yang ada. Ia clingukan seperti anak itik yang kehilangan induk. Tidak lama hingga Christina datang, dengan balutan busana mini khas dirinya. Gadis itu tidak tersenyum dan tatapanya mengerikan. Christina nampak memesan sesuatu pada bartender yang langsung dengan lincah mencampur beberapa jenis cairan. Disodorkanya dua gelas sloki dengan cairan coklat kekuningan didalamnya.

"Aku yang traktir. Terimakasih mau datang. Sebenarnya ini tentang Tobi, hati-hati jika—"

Seseorang nampak memanggil Christina karena gadis ini menoleh, Gia sibuk mengendus minumanya lalu menyeruputnya pelan-pelan. Gia bukanya tidak mendengar nama 'Tobi' disebut oleh gadis berambut pirang tersebut, hanya saja bau alkohol dari minuman yang ia hirup mengalihkan perhatianya.

"Itu harus sekali tenggak, baru akan dapat rasa yang sesungguhnya. By the way, just a minute. Don't go anywhere."

Gia mengangguk setelah menenggak habis seluruh isi cairan didalam gelas slokinya. Detik kemudian kepalanya mulai pening dan lantai seakan bergoyang. Sedetik serasa tiga jam bagi Gia tapi Christina tidak juga muncul. Rasanya ia ingin pulang saja. Namun tidak bijak apabila pulang tanpa pamit pada Christina. Akhirnya Gia memutuskan mencari Christina. Sebenarnya kesadaran Gia sudah dikuasai oleh alkohol yang baru diminumnya. Gadis ini berjalan sempoyongan tanpa arah, yang justru mengantarnya ketengah lantai dansa.

Disana seorang lelaki mabuk menarik tubuhnya dan mulai menggeranyangi tubuh Gia. Gadis ini sudah tidak kuat melawan karena tubuhnya benar-benar diluar kendalinya. Akan tetapi tiba-tiba sang lelaki hidung belang sedikit menjauh untuk melakukan aksi bunuh diri ektrim didepan banyak orang. Gia yang melihatnya sontak merogoh ponselnya lalu mengirim pesan pada Jimin agar menjemputnya.

Gia masih mencoba berdiri tegak dengan pandangan berputar-putar ketika tanganya ditarik oleh seseorang. Gia tidak yakin dengan pengelihatan buramnya, karena yang ia lihat adalah Jey. Dan belum juga Jey membawanya keluar, suara Jimin berhasil menghentikan langkah Jey. Gia cengengesan dan tersenyum seperti orang gila ketika melihat sosok Jimin. Cekalan tangan Jey mulai melonggar dan kesempatan itu Gia gunakan untuk segera menghambur kepelukan Jimin. Belum sempat Gia merasakan rengkuhan dari mantan kekasihnya tersebut, Jey sudah kembali menyeretnya menuju pintu keluar. Namun yang Gia lihat sangat jauh diluar nalarnya, sekalinya pintu club malam dibuka bukanya bagian luar club yang Gia lihat, namun Gia sudah berada didalam kamar Jey.

Rasa pening dan kantuk akibat dari minuman beralkohol sebelumnya membuat Gia tidak terlalu memikirkanya. Gadis ini tertidur dengan menyelimuti dirinya sendiri meskipun tubuhnya dilempar secara kasar keatas tempat tidur. Matanya memang tertutup namun kulit Gia masih sama sensitifnya ketika mendapat sentuhan. Hisapan dan gigitan hampir disekujur tubuhnya menghantarkan gelayar panas yang memabukan. Rematan pada kedua dadanya semakin mengganggu tidur Gia.

Inginya Gia membuka mata dan melihat apa yang terjadi pada tubuhnya. Namun sayang, kedua matanya seakan memiliki lem perekat yang teramat kuat. Rasa hangat dan basah dibalik hisapan tersebut berjalan menuruni tubuhnya semakin turun, lalu berhenti disatu titik, dimana hanya dengan sebuah hembusan hangat sudah sanggup membuat Gia menggeliat nikmat. Ditambah dengan lumatan basah nan menggelitik, juga sesuatu yang Gia tidak tahu apa, mencoba mendorong masuk kedalam sana yang sudah semakin sensitif. Gia tidak tahu benda keras macam apa yang coba mengetuk pada pusat dirinya saat ini. Gia hanya mendengar umpatan samar sebelum keningnya dikecup dan Gia kembali terlelap. Esoknya, Gia terbangun sendirian didalam kamar dan menemukan begitu banyak kiss mark ditubuhnya walaupun dirinya masih berbusana lengkap.

"Apa aku masih perawan? Mungkin aku masih perawan karena tidak ada rasa ngilu disana. Tapi apa benar aku masih perawan?"

Itulah pemikiran terakhir Gia sebelum melenggangkan tubuhnya untuk memasuki kamar mandi.

.
.
.

♥ —————— To Be Continue ————— ♥

.
.
.




.
.
.

The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]Where stories live. Discover now