one

24K 1.7K 94
                                    

.

.

.

.

.

.

Sore hari itu keadaan cuaca sedang tidak bersahabat. Sebagian awan mendung sudah memenuhi permukaan langit. Beberapa kali petir menggelegar seolah sedang mencambuk bumi dari atas sana. Angin kencang bertiup menerbangkan dedaunan kering yang mulai berjatuhan diawal musim gugur.

Beberapa ranting rapuh pun juga ikut serta berjatuhan seiring dengan terpaan angin yang bertiup semakin kencang. Awan mendung bergeser berebut tempat di atas permukaan langit. Menutup sepenuhnya sisa cahaya matahari. Perlahan tapi pasti, rintik yang semula berupa bulir air yang begitu kecil bagai debu berubah dalam hitungan menit menjadi sebuah badai. Ya, hujan turun begitu lebatnya. Tak peduli akan berhamburan manusia berlari mencari perlindungan  agar tidak basah kuyup dan kedinginan.

Namun, hal tersebut rupanya tak berlaku pada seorang remaja berusia sekitar lima belas tahunan yang tengah sibuk menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya. Menyapu bersih sisa-sisa noda darah yang ada disudut bibirnya. Membersihkan noda kotor yang juga menempel diseragam sekolahnya.

Anak laki-laki itu tidak peduli jika hujan itu akan mengakibatkan ia terkena demam nantinya. Ia pun bahkan lebih memilih terus berdiri dibawah guyuran hujan. Toh, tidak akan ada juga orang yang menegur anak laki-laki kolot seperti dirinya yang sangat terlihat menyedihkan.

"Na~"

Tubuh anak laki-laki itu tersentak kaget, kepalanya langsung menoleh mencoba mencari asal suara. Saat berhasil menemukan sosok yang ia cari, anak lelaki itu pun terbelalak mendapati seorang pemuda yang terlihat lebih tua beberapa tahun darinya tengah berdiri dibelakangnya. Payung transparan memayungi tubuhnya.

"Oh~ Jaehyun hyung sejak kapan kau berada disana?"

Si pemilik nama tersenyum, namun bukan tersenyum dalam artian tersenyum pada umumnya. Ia tersenyum dengan hati teriris melihat anak lelaki dihadapannya ini kembali terluka.

"Apa mereka masih mengganggumu, Jaemin?"

Jaemin yang sedari tadi mencoba untuk memamerkan sebuah senyum seperti biasanya sesaat mematung. Tubuhnya membeku namun sudut bibirnya tertekuk kebawah. Senyuman manisnya luntur seketika. Raut wajah ceria yang ia pertahankan berubah menjadi suram seketika saat itu juga.

"Tidak apa hyung"

Jaemin menghela nafasnya, wajahnya tertunduk ke bawah sehingga tak menyadari jika pemuda dihadapannya sekarang menatapnya dengan air mata menggenang di pelupuk mata.

Jaehyun segera menghapus genangan air mata yang sempat jatuh ke pipinya saat melihat Jaemin mengangkat kepalanya dan menatap kearahnya. Senyuman kecil penuh luka di pamerkan anak lelaki itu kepada Jaehyun, membuat hatinya seketika kembali merasa teriris. Ini pemandangan yang menyakitkan seperti saat itu.

.

.

"Namanya adalah Na Jaemin"

Jaehyun menatap ibunya yang terlihat sangat terpesona dengan sosok balita berusia tiga tahunan yang tengah memeluk sang ibu dengan jarum infus menusuk pergelangan tangannya.

"Orangtuanya meninggal karena kecelakaan dan sekarang dia sakit"

Seorang kepala panti asuhan menunduk tidak enak hati setelah menyampaikan kabar tersebut kepada sosok wanita cantik dihadapannya.

"Tidak apa- saya akan berusaha merawatnya, dia akan menjadi adik Jaehyun"

Sebenarnya keputusan untuk mengadopsi Jaemin dari panti asuhan adalah karena permintaan Jaehyun. Anak kecil berusia tujuh tahun itu terus merengek meminta adik, yang mana hal itu membuat seorang ibu tunggal hampir mengalami mimpi buruk karena terus di pintai hal seperti itu.

Goldfish ✔ [Nomin]Where stories live. Discover now