[vol. 2] 17. Baik-baik saja

Mulai dari awal
                                    

"Nomor yang anda tuju, tidak menjawab. Silakan―"

"Argh!" Lagi dan lagi, dengan kesal Angkasa langsung memutuskan sambungan panggilannya, sebelum sang operator menyelesaikan kalimatnya. Ini sudah sekian kalinya Angkasa menghubungi, akan tetapi gadis itu tak kunjung menjawabnya. Dan hal tersebut sungguhlah menyulut kecemasan Angkasa semakin menjadi-jadi.

Hingga akhirnya tidak ada pilihan lain, setelah melempar ponsel itu ke kursi penumpang di sebelahnya, kedua tangan Angkasa mencengkram kuat kemudi mobilnya. Dengan pandangan yang menatap lurus pada ruas jalan yang terlihat di balik kaca depan sana, ia pun perlahan menginjak pedal gasnya dalam-dalam.

Didukung dengan emosinya yang membara, matanya yang memerah dan berair, dadanya yang sesak merasakan kekhawatiran yang tak terjelaskan tiada tara akan keselamatan Sakura, tanpa memikirkan apapun lagi di kepalanya tentang keselamatannya sendiri, Angkasa mengemudi dengan kecepatan gila dan tidak sewajarnya.

Tin tin! Tiiiinn!

Banyak yang membunyikan klakson terdengar dari pengendara lain, saat mobil Angkasa menyalip secara ugal-ugalan. Angkasa sadar, dirinya memang bukanlah pembalap handal. Akan tetapi kini tidak ada pilihan lain lagi yang bisa ia ambil.

💕

Alih-alih menjawab pertanyaan Sakura, seseorang itu malah mengeluarkan sebuah pisau, yang sungguhlah membuat Sakura seketika mengambil langkah mundur.

Namun selangkah demi selangkah, semakin Sakura menjauh, semakin gencar pula orang itu malah mendekat padanya sambil memamerkan benda tajam yang ia tahu betul bahwa gadis di hadapannya saat ini pasti ada memiliki trauma dengan itu.

Orang itu tertawa, dengan sengaja memainkan pisau lipat itu, ia bertanya tanpa beban, "Apa ini akan mampu membuang nyawa lo hanya dengan sekali tusuk?"

Sakura menggeleng kaku. Wajahnya seketika pucat pasi. Sehingga kemudian, sesegera mungkin ia berlari menuju kamarnya. Mengunci pintu kamarnya, lalu memilih untuk bersembunyi di dalam lemarinya.

Dor! Dor! Dor!

Orang itu menggedor pintu kamar Sakura. Membentak seperti sedang dirasuki setan. "Keluar lo! Buka pintunya, atau gue dobrak sekalian!"

Dor! Dor! Dor!

Mendengar suara gedoran pintu yang kian mengeras, ditambah ancaman bertubi-tubi yang diteriakkan orang itu, membuat Sakura berupaya sekuat mungkin menutup kedua telinganya rapat-rapat. Sakura tidak ingin mendengar semuanya. Semua itu membuat ketakutan dalam dirinya kian menjalar dan menguasai gerak tubuhnya. Sakura tidak suka itu.

Brak!!!

Bersamaan dengan suara lubang kunci yang rusak, pintu terbuka diiringi dengan gebrakan keras yang membentur tembok di belakangnya.

Melihat suasana kamar itu yang nampak kosong tak berpenghuni, di saat jelas-jelas sebelumnya ia melihat Sakura memasuk ke dalamnya, tentu saja orang itu sudah bisa menerka apa yang terjadi.

Seketika orang itu tertawa. Meski ia tidak tahu di mana keberadaan Sakura tepatnya, dirinya tetap yakin betul kalau gadis yang menjadi targetinya itu pasti sedang bersembunyi dengan ketakutan saat ini.

Ting... Ting... Ting....

"Di mana lo bersembunyi sekarang? Keluar, karena nggak ada gunanya juga lo bersembunyi dari gue. Hal itu cuma mengulur-ngulur waktu kematian lo doang." Sembari mengetuk-ngetukkan besi pisau di tangannya dengan segala benda yang mampu menciptakan suara nyaring, orang itu kemudian mengambil posisi jongkok, mencari Sakura.

Cold EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang