Chapter Three: Bonjour Trouble

Start from the beginning
                                    

"Tidak terima kasih." Charlotte berusaha mengontrol nada suaranya yang mulai kacau karena wajahnya seketik menjadi merah padam. "Kau membuat perutku semakin sakit dan mual," gumam Charlotte hampir tidak terdengar. Suaranya tenggelam di antara deru mesin pesawat yang perlahan mulai berjalan bersiap lepas landas. Tayangan peragaan keselamatan di putar melalui layar multimedia yang terpasang menyatu dengan kursi yang ditopang oleh sambungan kayu berlapis kulit. Charlotte terpaku menatap layar itu, sementara Dave tampak berbicara dengan salah satu pramugari. Charlotte kira, Dave tengah menggoda pramugari itu seperti apa yang pria itu katakan padanya barusan.

Setelah pesawat lepas landas, Dave bangkit dari duduknya. "Kau mau kemana?" tanya Charlotte. Sedetik kemudian ia menyesal telah bertanya.

"Toilet. Mau ikut?" jawab Dave sedikit memperolok Charlotte.

Charlotte membuang muka, "Bicara apa sih, kau?" katanya galak. Tawa Dave terdengar beberapa saat menjelang pria itu semakin mendekati toilet. Rasanya penerbangan ini akan terasa bagaikan berabad-abad lamanya bagi Charlotte, kalau ia belum juga bisa mencairkan suasananya dengan Dave.

"Ini." Seseorang menyodorkan segelas susu putih pada Charlotte. Pupil mata gadis itu melebar kala melihat itu adalah Dave, "Bukannya kau baru saja pergi ke toilet? Cepat sekali...,dan..ini?" Charlotte menatap gelas susu yang sekarang sudah berada di tangannya.

Dave kembali duduk di kursinya, "Aku tidak benar-benar ke toilet. Aku pergi mengambil susu ini dari pramugari yang tadi kumintai tolong menyiapkannya. Tidak hangat sih, tapi paling tidak, itu bisa menetralkan perutmu sebelum kau meminum coklat panas yang tadi kita beli di lounge."

Daripada menjawab, Charlotte mendekatkan gelas itu ke bibirnya dan mulai meminumnya sedikit-sedikit. Dengan sungguh-sungguh ia berusaha mengabaikan tatapan Dave yang menunggu sesuatu darinya. Charlotte bisa merasakan pengaruh tatapan pemuda itu pada saat ia sedang meminum susunya.

"Argh..oke..oke..." Charlotte frustrasi. Ia meletakkan gelasnya yang sudah kosong-lebih tepatnya mengoper gelas itu ke tangan Dave dengan sedikit gerakan menghentak. Bibirnya yang dipoles lipstik merah itu sedikit mengerucut saat mengucapkan, "Terima kasih, Dave."

***

Begitu menjejakkan kaki di Paris, Charlotte menghirup udara sedalam-dalamnya, dan menghembuskannya dengan kuat. Salah satu impiannya terwujud, pergi ke Paris-meskipun bukan untuk liburan. Tapi sekali Paris, ya tetap Paris. Rasanya berada di sini selama tujuh hari saja tidak cukup untuknya.

"Charlotte," panggil Dave dari belakang. Gadis itu menoleh, mendapati ekspresi muka Dave yang sangat masam. "Cepat cari taksi. Aku tidak ingin terlambat di pertemuan pertama kita dengan mereka." Pria itu mulai memerintah. Ia jadi sedikit gampang marah karena orang yang ditugaskannya untuk menyewakan mobil beserta supirnya selama mereka berada di Paris, melupakan tugasnya. Sekarang dia benar-benar kalut karena pihak hotel pun kehabisan mobil hotel yang biasa digunakan untuk menjemput tamu mereka di bandara.

Apa tidak ada cara memerintah yang lebih baik?sungut Charlotte dalam hati. Tanpa berkata apapun, Charlotte menerobos kerumunan orang-orang yang lalu lalang di depan pintu kedatangan bandara Paris. Seharusnya ia bisa menemukan loket pemesanan taksi di sini. kalau tidak ada, maka ia terpaksa harus menyeret Dave menaiki kendaraan umum seperti bis atau kereta. Semoga saja pria itu tidak keberatan.

Tapi seolah keberuntungan belum enggan meninggalkan sisi pria itu. Charlotte berhasil menemukan taksi yang baru saja menurunkan penumpangnya. Langsung saja ia menghadang taksi itu; menyuruhnya untuk tetap menunggu di tempat semula selagi ia memanggil Dave.

"Dave!" teriak Charlotte. "Ayo, cepat! Aku sudah mendapatkan taksi untuk kita!"

Dave berjalan cepat membawa koper miliknya dan Charlotte. Sementara si supir memasukkan barang-barang mereka ke dalam bagasi taksi, Charlotte masuk ke dalam taksi lebih dulu. Tepat saat Dave akan masuk ke dalam taksi, Charlotte menutup pintu taksi dengan sengaja. Dave berteriak dari luar, memprotes sikap Charlotte yang menurutnya sangat kekanakan. Belum lagi, saat gadis itu tidak ingin bergeser memberi tempat agar Dave bisa duduk. Pemuda itu sampai berjalan memutar ke sisi lain taksi, barulah ia bisa mendapatkan tempat duduk. Charlotte harus bersusah payah menahan tawanya di dalam taksi, atau dia akan mendengar Dave mengomel lagi. Untuk hal satu itu, pemuda ini benar-benar mirip ibunya.

Mr. TroubleWhere stories live. Discover now