#18 Harga diri Charlie

Start from the beginning
                                    

"Tidak! Aku tidak akan pulang sebelum kau minta maaf padanya" Kiara menunduk sambil menyembunyikan tangannya di balik badan rampingnya.

Oh ayolah, Kiara.

"Jika aku minta maaf padanya, apa kau akan langsung patuh padaku?" tanyaku sambil membungkukkan badanku untuk menyamai tinggi badan Kiara. Aku berusaha memandang wajahnya, namun ia semakin menundukkan kepalanya.

"Baiklah" aku menghadap pria itu sambil memutar bola mata malas. "Maafkan aku karena mengganggumu dan terimakasih telah menjaga orang yang aku cintai. Jika kau butuh apapun, maka datanglah ke istana. Semua akan aku siapkan untukmu" ucapku sambil melengos.

Aku menghela napas panjang, kemudian memandang pria di hadapanku dengan serius. "Sekali lagi... Terima kasih karena sudah menjaga istriku" kali ini, aku tulus mengatakannya.

Setelah acara maaf-maafan itu selesai. Kiara mau untuk pulang bersamaku. Kini, kami tengah berjalan menyusuri hutan gelap untuk menuju ke istana. Harga diriku tidak jatuh sia-sia, kan? Namun aku merasakan sesuatu yang aneh. Dari tadi, Kiara menahan senyumnya, entah apa yang ia pikirkan. Aku hanya bisa berharap dia tidak memikirkan pria itu.

"Mengapa kau tersenyum?" tanyaku sambil terus berjalan beriringan dengannya.

Sejujurnya, aku suka saat-saat seperti ini. Senyumnya menghidupkan kembali jiwaku yang mati beberapa hari lalu. Aromanya masih sehangat dan selembut dulu. Itulah mengapa aku tidak begitu marah saat melihat dia bersama pria lain. Aroma tubuhnya tidak tersentuh. Pria itu pasti benar-benar menjaga Kiara.

"Kiara" Aku memanggilnya karena ia tak menjawab pertanyaanku.

"Ah, apa yang kau katakan tadi?" nada bicaranya menandakan ia sedikit terkejut lalu langsung menatapku dan menghentikan langkahnya. Spontan aku ikut menghentikan langkahku mengikutinya.

"Mengapa kau tersenyum?"

"A-aku ti-tidak tersenyum"

Uh, rupanya ada yang gugup. Kiara menunduk, dia tidak berani menatap mataku. Aku sedikit tersenyum lalu menarik dagunya agar mata kami bertemu.

"Katakan, mengapa kau tersenyum? Apa ada hal yang lucu dariku?, Apa karena kau berhasil membuat raja angkuh ini minta maaf kepada rakyat jelata?, Atau kau tersenyum karena memikirkan pria itu?"

Bibir Kiara bungkam, tapi pipinya mulai berwarna kemerahan. Matanya berusaha kabur, mengalihkan pandangan ke arah lain, tapi aku sadar dia mencuri pandang ke arahku beberapa kali. Astaga, kenapa aku baru sadar bahwa dia menggemaskan?

"Kiara, kau mendengarku, kan?" tanyaku sambil menurunkan tanganku dari dagunya. Aku sedikit khawatir. Aku mungkin Kiara belum memaafkanku?

"Aku ingin bertanya, apa maksudmu mengatakan bahwa aku orang yang kau cintai?" tanya balik Kiara sambil menunduk.

Aku berusaha menahan tawaku saat menyadari apa yang terjadi pada Kiara. Pipi gadis pirang itu merona karena memikirkan ucapanku. Dia pasti merasa ragu pada pendengarannya sendiri. Astaga, aku tidak tahan untuk menjahilinya.

"Jangan terlalu percaya diri, Kiara. Aku mengatakan itu karena jika kau tidak ada di istana, siapa yang akan aku siksa?"

Wajah Kiara berubah masam. Dia langsung menatapku kesal. Itu membuatku spontan tersenyum, kemudian menjilat pipinya sekilas.

"Ah, apa yang kau lakukan?" tanya Kiara sambil melotot.

"Aku mencintaimu"

"A-apa?"

"Aku mencintaimu"

"Hah?"

"Aku mencintaimu"

"Hah?"

Aku memutar bola mataku malas, kemudian mendekapnya erat. Jika ini tidak aku lakukan, mungkin gadis pirang ini akan terus bertanya sambil memasang wajah melongo.

"Kiara, aku tidak bisa berjanji bahwa suatu hari, aku tidak akan pernah menampar atau memukulmu lagi. Aku juga tidak bisa berjanji bahwa aku tidak akan pernah melontarkan kalimat yang menyakitkan karena aku sungguh melakukannya tanpa sadar, tapi aku berjanji bahwa aku akan berusaha mengendalikannya mulai hari ini. Aku berjanji akan mencintaimu lebih banyak dari pada kau yang mencintaiku" bisikku tepat di telinga Kiara.

.
.
.
Ayo vote!


I'm a MIXED BLOOD [TAMAT]Where stories live. Discover now