"Ke kamar mandi belakang." jawab Chaeryeong singkat.

"Bukannya disana ada kamar mandi, kenapa harus ke belakang?" heran Ryujin sambil menunjuk ke arah kamar yang ada di dekat kamar tamu.

Chaeryeong menggaruk kepalanya yang tak gatal, memberi gestur seolah tengah berpikir. "Eung... Ngga tau, gue pengen ke kamar mandi di belakang aja."

"Ck, aneh... Ya udah sana!" seru Ryujin.

Chaeryeong pun pergi meninggalkan tempat itu, menuju kamar mandi belakang rumah Yeji.

"Kalau gitu gue mau nyusul Yeji ke kamar, kalian ikut?" tanya Lia sembari bangkit dari tempatnya.

"Gue ikut!" Yuna langsung beranjak, "gue juga lelah banget hari ini."

Lia menganggukan kepala, lalu melirik Ryujin, "lo?"

Ryujin menggeleng, "ngga, gue mau nunggu Chaeryong dulu."

"Ya udah kalau gitu, kita duluan."

"Oke,"

Kemudian Lia dan Yuna pun mulai meninggalkan ruang tamu yang kini hanya tinggal Ryujin seorang disana.

Entah mengapa, sejak tadi ia merasakan ada yang aneh dari diri Chaeryeong. Gadis itu tak banyak bicara seperti biasanya. Seolah tengah memendam sesuatu di dalam dirinya.

Ryujin langsung menggelengkan kepalanya guna melenyapkan pikiran-pikiran aneh yang muncul tentang Chaeryeong. Ia mencoba untuk berpikir positif saja dan berharap yang terbaik untuk sahabatnya itu kalau memang ia sedang mempunyai masalah.

°

°

°

°

Namun ternyata Chaeryeong tidak benar-benar ke kamar mandi. Gadis itu malah pergi ke taman belakang rumah yang letaknya memang ada di dekat dapur dan kamar mandi belakang.

Ia kembali menoleh ke dalam rumah untuk benar-benar memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya kemari.

Setelah yakin, Chaeryeong segera mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan satu botol air minum dan botol kecil berwarna puth. Chaeryeong lalu buru-buru mengeluarkan sesuatu dari botol kecil itu yang ternyata adalah satu butir obat dan ia bergegas memasukannya ke dalam mulut.

Memang benar, tidak ada satu orang pun yang mengetahui bahwa ia di haruskan untuk meminum obat setiap harinya agar menjaga kondisi badannya agar tetap fit seperti ini.

Gadis itu menghela napasnya lega setelah meminumnya. Tapi saat ia akan kembali menaruh botoh obat itu ke dalam tas, tiba-tiba seseorang merebutnya dari genggaman.

"Apa ini?" Ryujin langsung membaca tulisan yang tercantum di dinding botol itu. Sedetik kemudian, ia terdiam dengan mata yang bergetar.

Jangan tanya apa yang terjadi pada Chaeryeong, gadis itu justru lebih terkejut dan tidak pernah menyangka jika seseorang akan mengetahui hal ini.

Apalagi orang itu adalah Ryujin.

"R—ryujin i—ini ngga--"

"Jangan bilang kalau lo minum obat ini Chaeryeong.... Jangan bilang kalau lo--"

"Ngga, Ryujin. Gue ngga kok." kedua mata Chaeryeong memanas seketika. Ia tidak mampu berkata-kata lagi saat ini, semuanya sudah terlambat. Ryujin sudah tau semuanya.

Dan mengapa harus Ryujin? Karena menjelaskan padanya pun tidak akan berguna. Ryujin tau betul obat itu untuk apa. Karena dulu, mendiang adiknya pun mengkonsumsi obat yang sama.

"CHAERYEONG!!" teriak Ryujin keras. Ia tidak bisa menahannya lagi, air matanya lolos begitu saja tanpa mengabaikan Chaeryeong yang kini menunduk di depannya.

"Kenapa..... Kenapa Chaeryeong, kenapa?!" Ryujin menangis tersedu-sedu sembari perlahan menundukan kepalanya.

"Ryujin..... Gue mohon, jangan kasih tau siapapun tentang masalah ini, gue mohon....." Chaeryeong perlahan meraih kedua tangan Ryujin dan menggenggamnya erat. Ia benar-benar memohon pada Ryujin saat ini.

Ryujin mengangkat kepalanya dan menatap manik Chaeryeong lekat, masih dengan derai air mata di pipi ia menggeleng pelan, "jangan tinggalin gue, Chaer. Bilang kalau obat ini bukan punya lo..... Buruan bilang....."

Chaeryeong tersenyum miris, sambil terinsak dia menganggukan kepalanya. "Gue ngga akan tinggalin lo, emangnya gue mau kemana sih hah?"

Ryujin kembali menangis sampai hampir berteriak. Ia takut apa yang menimpa adiknya tiga tahun yang lalu terjadi pada Chaeryeong juga.

Chaeryeong mendekat lalu memeluk Ryujin erat. Ia menyandarkan kepalanya pada dada sahabatnya itu, "gue mohon, jangan kasih tau yang lain. Janji sama gue, Ryujin."

Ryujin masih tak bergeming. Ia masih terdiam dan kedua tangannya masih setia mengepal di sisi tubuh, belum mau membalas pelukan sahabatnya itu. "Tapi lo harus janji, lo harus sembuh, ayo cepet janji!"

Chaeryeong mengangguk kuat, "iya, gue janji. Gue janji."

Setelah mendapat jawaban dari Chaeryeong, dengan cepat Ryujin membalas pelukan sahabatnya itu dengan erat. Kemudian mereka berdua menangis bersama di tempat itu.

 Kemudian mereka berdua menangis bersama di tempat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Note : Chaeryeong punya penyakit berat yang secara garis besarnya ia tidak boleh kelelahan dan kedinginan. Tapi Chaeryeong memaksa diri untuk tidak memikirkan sakitnya itu, ia bersikeras menganggap dirinya baik-baik saja. Makanya Chaeryeong suka memakai pakaian minim untuk menyakinkan diri bahwa ia tidak takut merasa kedinginan. Ia selalu ceria dan semangat untuk menyakinkan diri bahwa lelah tidak akan mengganggu aktiftas dan kebahagiaannya.

𝐿𝑜𝓋𝑒 𝐼𝓈 √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang