Sesak

18 0 0
                                    

September 2018

Hari ini adalah tepat delapan tahun kepergian Eva. Hari yang seharusnya indah karena bulan September, walaupun secerah itu, karena sebentar lagi akan hujan. Hujan. Yang datang setelahnya menjadi begitu samar, membuat Sera kembali mengingat semua detail yang sudah menjadi tidak sesignifikan itu untuk diingat.

Tentang bagaimana Eva begitu menyukai Iris setengah mekar yang basah akibat hujan, di taman berpusat trembesi. Atau tentang bagaimana Eva begitu seringnya merengek untuk diperbolehkan naik kereta api karena ingin bepergian menuju stasiun asing, semacam naik kereta di film the polar express. Lalu tentang bagaimana Nama Dirga begitu sering keluar dari cerita Eva. Dan juga tentang bagaimana Eva akhirnya meninggalkannya sendirian.

Mas Harsa awalnya menolak ide Sera tentang peringatan hari ini. Karena Mas Harsa merasa Sera mungkin tidak sekuat itu untuk menerima semua stimulan tidak menyenangkan tentang kehilangannya secara sekaligus dalam satu waktu. Tapi tekat Sera membuat Mas Harsa akhirnya berpikir ini bukanlah ide yang buruk untuk di coba.

Perjalanan menuju Asylum-begitu Sera menyebutnya-memberikan efek kegelisahan yang luarbiasa lebih besar daripada kegelisahan yang Sera rasakan saat Juni lalu, perjalanan kembali ke Surabaya. Asylum, kata itu tentu terdengar menyeramkan karena banyak film horror Hollywood menggunakan kata itu sebagai setting menakutkan. Padahal sebenarnya, tempat yang Sera tuju saat ini begitu indah karena banyak bunga di sana.

Hanya saja menjadi menakutkan karena banyak muatan emosi tidak menyenangkan yang terpanggil jika Sera ada di sana.

Saat mobil yang dikendarai Alena mulai memasuki pelataran asylum, warna ungu sudah mulai menyebar di seluruh sudut. Seluruhnya tertutup Iris yang bercampur antara ungu dan biru. Membuat Sera mengingat saat pertama kali dirinya menginjakkan kaki di tempat ini.

Februari 2008

Sudah beberapa hari ini Sera harus mulai membiasakan dirinya sendirian di rumah saat jam sekolah berakhir. Tidak ada Eva di kamar sebelah yang akan menunggunya dan memberinya pertayaan sederhana tentang bagaimana hari itu berakhir. Ini disebabkan oleh kali terakhir Eva membuat luka, itu membuat dirinya perlu mendapat perawatan intensif.

Perawatan intensif yang berarti juga meninggalkan baik Sera ataupun Eva sendirian, terpisah dan untuk pertama kalinya menjadi tempat masing-masing.

Ayah mengemudikan mobilnya dengan sedikit gelisah. Ibu duduk di kursi sebelah Ayah dengan terus melihat ke jendela luar, sementara Sera di kursi belakang dengan earphone di telinga ditemani satu buah lagu yang diputar berulang-ulang sejak perjalanan dimulai.

Menerima kenyataan bahwa anggota kita sedang sakit adalah hal yang tidak mudah dilakukan sejak awal, begitu pula dengan Sera. Mungkin Ayah dan Ibu lebih susah lagi, yang selama ini berusaha menutupi dan menolak kenyataan. Terakhir kali Eva melukai dirinya beberapa hari lalu, menyebabkan Eva mengalami fase depresi yang lebih lama dan lebih kelam dari sebelum-sebelumnya.

"Ayah, masih jauh?" tanya Sera akhirnya memecah keheningan.

Ayah tidak menoleh, hanya mengecek Sera lewat cermin kemudinya, "Sedikit lagi, kenapa?"

"Ntar kalo ketemu toko bunga, mampir dulu ya..."

Ayah dan ibu yang sudah melakukan perjalanan ini seminggu yang lalu, sudah tahu betul akan ada toko bunga yang dekat dengan tempat perawatan Eva sekarang, yang berjarak sekitar sepuluh menit dari tempat Eva. "Gausah beli Irisnya, disana banyak Iris, cukup beli mawar sama tulipnya aja," pesan ibu ketika sudah sampai di toko bunga terdekat.

"Tapi kan belum tentu boleh dipetik," sanggah Sera dengan nada suara yang begitu datar seolah tidak lagi ada energi untuk ceria.

"Ada yang bisa saya bantu?" sapa ibu-ibu yang sepertinya florist di toko tersebut. Terlihat seusia ibu Sera, tapi dengan wajah yang penuh keramahan dan ketenangan.

Senyawa [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang