"Dingin, pake ini." ucap Kai pada Yuna yang memandang kearahnya kosong. Seolah tak menyangka dengan apa yang di lakukan Kai padanya.

Setelahnya, Kai merangkul Yuna erat lalu di ajaknya pergi dari tempat itu. Meninggalkan Jeongin yang sedari tadi menyaksikan dari belakang.

°

°

°

°

Selama dalam perjalanan, tidak ada obrolan yang tercipta dari keduanya. Mereka sama-sama membungkam mulut mereka masing-masing. Sesekali Kai melirik sahabat di sampingnya itu hanya untuk memastikan bahwa keadaan Yuna baik-baik saja.

Yuna, gue tau lo pasti sedih pisah sama dia. Tapi, gue harap kesedihan lo itu ngga berlarut-larut dan buat keadaan lo jadi ngga baik.

Setelah beberapa lama dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai di depan rumah Yuna. Kai membukakan pintu mobil untuk Yuna.

"Masuk sana!" ucap Kai pada Yuna yang sampai detik ini masih terlihat murung.

Perlahan Yuna memandang Kai dengan tatapan sendu. Cairan bening sudah mengumpul di kedua matanya. Sampai akhirnya Yuna menangis di hadapan pemuda itu.

"Kai, hikss."

Kai tau, Yuna sejak tadi menahannya agar tidak menangis di depan Jeongin. Lalu sekarang, gadis itu mengeluarkannya lepas di depannya.

"Kai, apa salah gue sampai gue harus nerima ini semua, hikssss."

Kai terdiam. Ia hanya membiarkan Yuna mengeluarkan semua kesedihannya.

"Seharusnya dari dulu! Dari dulu gue ngga ketemu sama dia. Gue bodoh kenapa selama ini gue milih bertahan sama dia, Kai."

Kai masih tak bergeming. Hanya menatap Yuna dalam diam.

"Gue mencintai orang yang salah, Kai."

"Ngga."

Tiba-tiba Kai bersuara. Membuat tangisan Yuna perlahan mereda.

"A-apa?"

"Sebenarnya lo ngga mencintai orang yang salah. Karena cinta itu ngga akan pernah salah menemukan cinta sejatinya."

Yuna mengedipkan matanya sekali. "Maksud lo?"

"Yang salah itu adalah diri lo sendiri. Karena lo, ngga jadi diri sendiri buat mencintai seseorang."

Yuna menghapus sisa airmata di pipinya, lalu menggelengkan kepala lantaran tidak mengerti apa maksud dari ucapan Kai.

"Gue ngga ngerti, Kai."

Kai melangkah mundur, agar bisa memperhatikan Yuna lebih jelas. Ia melipat tangannya di dada, seraya berkata, "lo bukan kaya Yuna yang gue kenal. Lihat penampilan lo!"

Mendengar itu, Yuna lantas menunduk untuk memperhatikan penampilannya sendiri. Ia mengernyit bingung, ia rasa tidak ada yang salah dengan penampilannya.

Kai tersenyum sekali, lalu kembali mendekat kepada Yuna. Kemudian ia perlahan melepas ikatan rambut Yuna yang membuat Yuna sedikit terkejut dengan tindakan tak terduga dari pemuda di hadapannya itu. Bahkan ia sampai tak bergerak sama sekali.

Setelah itu, kedua tangan Kai bergerak untuk melepas jaketnya dari tubuh Yuna. Yang entah mengapa, Yuna hanya menurut saja pada apa yang di lakukan Kai padanya.

Sampai akhirnya Yuna tau, kalau jaket milik pemua itu berakhir melingkar di pinggangnya setelah di ikat oleh Kai disana.

Kai kembali mundur dan melipat tangannya di dada, memperhatikan dirinya seperti di awal. "Nah ini baru Yuna gue."

Mendengar itu, tawa Yuna langsung pecah. "Haha.... lo bisa aja, Kai?"

"Nah, apalagi kalau ketawa kaya ini. Yuna gue udah kembali."

Setelah puas tertawa, Yuna kembali memandang Kai hangat. "Makasih, Kai."

Kai mengangguk, "hm."

Tapi tiba-tiba Yuna mengerucutkan bibirnya kesal. "Gue kira lo ngga bakal dateng."

"Mana mungkin gue ngebiarin lo pergi ke tempat kaya gitu sendirian?"

Mendengar jawaban Kai, lantas Yuna teringat kembali tentang kejadian disana tadi. "Seharusnya gue ngga pergi tadi."

"Ya, lo kan emang bodoh!" sungut Kai sambil menepuk pelan kening Yuna.

Yuna terkekeh pelan, "lo emang sahabat gue yang paling bisa gue andelin, Kai."

Kai menatap Yuna dalam, senyum di bibirnya perlahan memudar, "cuman sahabat?"

"Hah?"

Kai dan Yuna saling menatap lekat satu sama lain. Entah mengapa pertanyaan Kai itu membuat Yuna tak bisa berkata apa-apa. Seperti ada sesuatu yang salah dengannya dan juga Kai.

"Ma-maksud lo?"

Kai belum menjawab, pemuda itu masih menatap Yuna penuh arti. Seolah mengisyaratkan sesuatu di pandangannya itu.

Tapi beberapa saat kemudian, Kai tersenyum. "Gue pulang dulu, sana istirahat!"

Tanpa menunggu jawaban dari Yuna, Kai segera berjalan menuju mobil.

Namun, baru saja Kai membuka pintu mobil, Yuna kembali memanggilnya.

"Kai?"

Kai memandang Yuna di depannya. Ada apa dengannya, mengapa ia membuat semuanya jadi rumit seperti ini. Apa yang salah dengan dirinya sampai mengatakan hal seperti itu disaat yang tidak tepat?

"Apa maksud lo dengan 'cuman sahabat'?"

Kai mengalihkan pandangannya kearah lain. Jika seperti ini ia tidak sanggup menatap kedua mata Yuna. Gadis itu bisa menemukan kebohongan dirinya disana.

"Ngga ada. Lupain aja."

"KAI!!"

Kai menoleh, lalu tersenyum. "Gue ngantuk, Yuna. Gue harus pulang, udah malem."

"Ngga usah ngalihin pembicaraan, Kai. Cepet bilang sama gue!"

Kai menghela napasnya dalam. Apakah ia harus mengatakan yang sejujurnya tentang perasaannya sekarang?

"Kai, jawab gu--"

"Karena gue memiliki perasaan yang lebih dari seorang sahabat sama lo, Yuna!" Dengan mata bergetar, menahan tremor di dalam dirinya, Kai mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia tidak tau, mengapa ia mengacaukan semuanya. Perasaan yang ia jaga selama ini harus terungkap di saat yang seperti ini. Ia hanya, tidak ingin melihat Yuna bersedih hanya karena pemuda itu.

Deg

Yuna mengerjapkan mata terkejut mendengar pernyataan Kai. Dan entah mengapa hatinya seketika merasa sakit begitu mendengarnya. Apa Kai sedang mempermainkannya sekarang?

"Ja-jadi lo--"

"Sejak dulu, gue cinta sama lo, Yuna!"

"Sejak dulu, gue cinta sama lo, Yuna!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
𝐿𝑜𝓋𝑒 𝐼𝓈 √Where stories live. Discover now