Truth or Dare

46 6 0
                                    

"Fal makasih ya bantuannya, lo bisa balik, buat motor gue gampang kok bisa minta tolong Angga. Makasih banyak bro, sorry ganggu tengah malem." Ucap Edric pelan kepada Refal, teman SMA nya.

"Santai lah lo kayak gak kenal aja sama gue. Itu siapa sih? Cewek baru?"

"Palalu. Udah lah gue pusing, next time gue cerita."

"Oke gue balik, jagain noh cewek lo."

"Bukan bego. Pergi lo." Usir Edric ketus.

Oh jadi lo bisa se lemah ini ya? Kapan hari galak banget sama gue. Ada masalah apa sih lo sampe bikin beban buat diri sendiri?

.

.

.

Edric yang dari semalam harus jaga di samping tempat tidur Milly. Dokter bilang Milly demam tinggi, mungkin karena kecapekan. Edric merasa bersalah meskipun dia sama sekali tidak melakukan kesalahan. Jam 5:25 Milly belum juga bangun, demam juga belum turun. Tidak ada informasi bagi Edric untuk menghubungi orang tua atau teman-teman Milly. Yang dia hanya bisa lakukan adalah menunggu.

Hari Rabu, kuis mingguan selalu menghantui. Edric tidak bisa menunggu seharian di rumah sakit, ia harus bisa meninggalkan ruangan itu demi kuis. Lalu, apa yang bisa membuatnya tenang?

Catatan kecil di samping meja.

Hai, ini gue Edric. Gue harap lo bangun lebih cepet dari yang gue perkirakan. Jangan lupa makan bubur, jangan banyak gerak. Telfon gue di nomor 081362751*** gue mohon banget lo harus bangun dan hubungin gue. Jam 12:40 gue selesai kelas. Tungguin.

Tanpa mandi, hanya cuci muka. Edric harus mengejar kelas pagi demi kuis dan presentasi. Fokusnya harus terbagi, antara takut kelas dan khawatir dengan keadaan seseorang yang dari semalam membuat dia susah tidur dengan tenang.

--

Mata gue berat, badan gue lemes tapi kaku, dingin banget. Sepi. Gue gatau ini dimana. Gue sama siapa? Gue diculik siapa? Gue di dunia lain? Gue masih idup kan?

"Pasien atas nama Milly? Saya periksa dulu ya." Suara samar itu mendekat.

"Saya dimana?" Tanya gue bingung tapi takut.

"Di rumah sakit, ini demam nya masih tinggi. Jangan lupa dimakan ya buburnya." Ucap dokter itu pelan.

"Dokter, mama saya mana? Saya sakit apa?" Jujur, gue masih gak paham.

"Semalem kamu pingsan kayaknya, kamu demam tinggi banget. Mama kamu? Saya gak tau karna yang bawa kesini itu laki-laki. Pacar kamu ya?" Dokter nya malah godain gue.

"Iya?" Gue gatau harus nanya apalagi, kepala gue masih pusing.

Bubur mana sih ah gue laper. Mata gue burem banget. Jelas-jelas bubur segede itu di meja tapi gue gak bisa liat jelas. Tapi, kok ada notes nya sih?

Hai, ini gue Edric. Gue harap lo bangun lebih cepet dari yang gue perkirakan. Jangan lupa makan bubur, jangan banyak gerak. Telfon gue di nomor 081362751*** gue mohon banget lo harus bangun dan hubungin gue. Jam 12:40 gue selesai kelas. Tungguin.

Edric? Siapa sih? Perasaan temen gue gak ada yang namanya Edric. Apa Jo ganti nama? Katanya cowok gue? Ih anjir serem. Tapi lucu. Tapi serem kocak gue gatau ini siapa yang nulis. Tapi gemes banget? Argh pening. Mending gue makan bubur aja

Kerjaan gue daritadi. Makan bubur-minum-ke toilet-rebahan-mainin kasur-mainin hp-tidur. Gue gatau harus apa, hp mati. Gimana bisa bilang ke mama. Aduh nyesel banget pasti mama lagi bingung nyari gue. Ah anjir gimana sih, mana gue lemes banget pengen keliling rumah sakit. Eh... dipikir-pikir orang yang nolongin gue siapa ya? Kok lucu banget sih, gue udah ngerepotin dia banyak, mana gue gatau diri banget bangun siangan. Ah Milly lo bisa gak sih jangan jadi beban buat orang lain? Apalagi lo gak kenal dia siapa?

Cklek

"Eh? Udah bangun?" Suara itu beneran ngagetin gue

"Eh astaga. Demi apapun gue kaget. Lo ngapain sih?"

"Kok udah bangun? Kok gak tidur aja sih?"

"Lo ngapain gue tanya."

"Gue? Ngapain? Ya nungguin lo lah."

"Iya ngapain?"

"Gue dari semalem di sini ya nungguin lo kayak orang bego, dan lo masih nanya gue ngaoain kesini?"

"Nama lo siapa?" Tanya gue memastikan.

"Edric. Nicholas Edric Lazuardy Pradipta."

"..."

"Jelas? Masih mau nanya apa?"

"..."

"Gue anak kampus lo, gue yang ketemu lo di tempat kopi kapan hari. Gue yang liat lo semalem pingsan di jalan. Ada masalah apa lo?" Tanya dia tanpa spasi.

"Buset, santai boss pelan-pelan nanya nya." Ucap gue sewot.

"Masih demam? Buburnya udah lo makan?" Tanya dia mendekat.

Gatau kenapa gue deg-deg an. Gue takut digigit macan. Semoga dia gatau lah kalo gue gemeteran.

"U-udah tuh. Minggir, gue mau ke toilet." Ucap gue sambil dorong dikit badan dia buat ngejauh.

"Cepet sembuh." Bisik dia pelan.

"Eh? Makasih." Jawab gue seadanya.

"Kenapa semalem lo pingsan gitu aja? Kenapa jalan sendiri jam segitu?" Tanya dia.

"Kepo lo." Jawab gue ketus.

"Khawatir."

"Apaan sih. Pengen aja."

"Pengen apa?"

"Jalan."

"Yuk?"

"Hah? Maksud gue-"

"Mau jalan kemana? Gue temenin."

"..."

"Kok diem? Mulai sekarang gak usah jalan sendiri. Lo punya temen. Ada nomer gue juga kan? Udah dibaca? Telfon aja kalo mau jalan. Jangan sendirian" Tegas dia depan muka gue.

Ah sialan. Bisa gak sih lo jauhan dikit. Gue kan cewek. Gabisa ini gabisa. Gue gemeteran.

"Gue mau tidur."

"Tidur selama itu gak pusing? Mau main gak?"

"Hm? Main apa?

"Truth or dare."

"Dih ngide banget lo.Yaudah oke."

"Gue dulu, sebagai pembuka gue mau nanya ke lo."

"Apa?"

"Kenapa lo selalu muncul dihadapan gue?"

"Eh?"

Kenapa? Kenapa gue? Apa iya gue selalu muncul di depan dia? Aduh ini salah gue? Aduh kenapa dia liat dalem banget sih. Gue bisa merem aja gak sih ini.

Gue boleh skip kejadian semalem sama hari ini aja gak sih?

I Met Him, I Lost Him.Where stories live. Discover now