11. Kita Satu

11.3K 591 32
                                    

Rapat direksi berjalan lancar, dan aku tetap menjabat CEO di perusahaan ini. Ternyata kemampuanku dipercaya oleh para pemegang saham. Bahkan skandal yang mungkin timbul tak dipusingkan oleh mereka. Mereka justru bersedia membantu meluruskan segala kesalahpahaman yang mungkin timbul. Kurasa, Tuhan memang memudahkan jalanku, kan?

Tapi tak begitu halnya dengan ibuku. Ibu benar-benar menyiksaku. Ibu benar-benar serius dengan pingitan yang dikatakannya tempo hari. Ibu membuatku menderita merindukan Krista yang disembunyikannya sejak minggu lalu. Aku hampir gila merindukan wanita itu. 

"Cie, yang mau nikah.. Kangen nih, ye.." terdengar suara Asa yang menyebalkan, diikuti tawa seorang wanita, yang menarikku kembali dari lamunan dan menoleh pada mereka.

"Si bos memang gitu, mas.. Dari kemarin kerjaannya ngelamunin calon istri terus.." Regata menyambung.

Lihatlah kelakuan sahabat dan sekretarisku yang kurang ajar itu. Bisa-bisanya mereka menertawakan penderitaanku? Aku hanya bisa mendengus pada mereka.

"Pada ngumpul?" satu lagi pembully memasuki ruang kerjaku. Ralat, dua pembully.

"Ngapain?" tanyaku pada Aldo.

"Mau ngomongin soal merger.." jawab Aldo, dan Regata mendekatiku, menyerahkan berkas yang menurutku sangat tidak menarik.

"Aku sudah bilang kau nggak tertarik sekarang ini, tapi Al ngotot mau datang.. Sebenarnya cuma mau lihat penderitaanmu saja sebelum hari bahagiamu tiba." Ando terkekeh.

Tuh, benar, kan..

"Silakan menertawakan penderitaanku. Mulai besok aku hidup bahagia selamanya.." selorohku dengan seringai.

"Bahagia dengan malam pertama, maksudmu?" tanya Ando, membuatku melotot padanya.

Asa memasang wajah menderita.

"Kenapa, mas?" tanya Regata.

"Aku jadi bujang lapuk sendiri.. Kamu mau nggak, nikah denganku?" Asa menatap serius pada Regata.

"Sayang sekali kamu terlambat, saya sudah bertunangan.." jawab Regata dengan ekspresi ala-ala drama di tivi, membuat semua orang terkekeh sementara Asa mengusap wajahnya.

"Nggak ada perempuan yang mau denganku, ya?" ratapnya.

"Kau jatuh cinta aja nggak bisa.. Gimana mau nikah?" tanyaku.

"Asal jangan pindah haluan aja ya.." Aldo bergidik.

Sungguh senang rasanya tak hanya aku yang di bully.

"Saya permisi, pak. Nggak enak ini kumpulan cowok semua. Silakan bapak pelajari berkas itu ya, pak.. Dan saya ijin keluar, mau bantu temen siapin nikahan nya boleh, ya, pak?" Regata bertanya padaku.

"Pernikahan saya maksud kamu?" tanyaku.

Regata terkekeh dan mengangguk.

Enak sekali dia sesuka hati bertemu Krista. Sedangkan aku?

"Titip salam buat calon istri saya, ya.." ucapku.

Regata tersenyum dan mengangguk, lalu keluar dari ruanganku.

"So, kau perlu diajari untuk malam pertama?" tanya Ando.

Aldo terkekeh dan semakin tertawa melihat mata Asa yang melotot sendiri.

"Kurasa sebaiknya kau keluar dulu. Di sini hanya orang-orang yang sudah pengalaman. Takut kau kepengen nanti," ucap Aldo.

"Memang kau hebat banget muasin Disty, hah?" balas Asa, membuat kami tertawa.

"Yang penting aku sudah tau rasanya wanita. Kau?" ejek Aldo, yang sukses mendapat tinju di perut nya.

"Hei! Berkelahilah di luar!" protesku. Sementara Ando hanya menertawakan kedua manusia gila itu.

Jejak CintaWhere stories live. Discover now