4. Still?

8.8K 527 13
                                    

"Ayah beliin Krista apartemen!?" tanyaku spontan ketika mendengar pernyataan ayah. Sungguh aku tak percaya. 

Ayah mengernyit melihatku. Tentu saja beliau takkan mengerti kenapa aku sekaget ini. 

"Sejak kamu pindah dua tahun yang lalu, dia sudah merengek meminta untuk tinggal di apartemen juga. Katanya mau belajar mandiri. Tapi tetap mintanya di apartemen yang sama dengan kamu.." 

Aku menghela napas dengan sedikit keras.

"Terus?" tanyaku. 

"Ibu selalu membujuk dia... Pada akhirnya dia mengalah dan berhenti merengek . Tapi ternyata dia malah menabung sendiri untuk bisa menyewa apartemen di dekat apartemenmu, De.." jawab ayah.

Aku menggeleng tak percaya. Bahkan aku sudah bela-belain keluar dari rumah untuk menghindari Krista, tapi sekarang dia malah ikut keluar dari rumah!? 

"Tapi memang sedang nggak ada yang kosong di gedung apartemenmu. Dan, kamu taulah gaji Krista nggak besar sebagai staf kantor. Tabungannya paling-paling cuma bertahan setengah tahun kalau dia tinggal sendiri. Jadi, Akhirnya ayah yang belikan. Ayah harap kamu nggak merasa kalau ayah ini pilih kasih ya, De.." 

Jadi itu inti kedatangan ayah hari ini. Ayah takut kalau-kalau aku berpikir bahwa ayah pilih kasih dengan anak kandungnya, dan menganak-tirikan aku yang memang anak tirinya. Karena saat aku pindah dari rumah, ayah hanya menyewakan apartemen untukku untuk 6 bulan, dan sekarang ayah membelikan Krista apartemen.

Tapi, apa ayah tau? Bahkan sedikitpun aknggak peduli dengan itu! Masalahnya, sekarang adikku itu harus tinggal sendiri. Apa dia bisa? 

"Jadi, di mana apartemennya, yah?" tanyaku akhirnya.

"Nggak jauh dari kantor. Mungkin 10 menitan juga dari apartemenmu." 

Sungguh bencana kalau dia harus tinggal tak jauh dariku, bukan? Kami dekat, dan tanpa ada ayah ataupun ibu. Tentu saja itu bisa membuatku menggila! Bagaimana kalau tiba-tiba aku mendatanginya di tengah malam hanya karena aku merindukannya!? 

"De akan coba bujuk dia supaya balik ke rumah.." sahutku pelan. Kuusap wajahku dengan frustasi. 

"Nggak papa, De. Biar saja adikmu belajar mandiri." 

Oh, no! bahkan ayah mendukungnya!? Ayah nggak tahu apa akibatnya ini untukku, yah!

Aku berbaring malas di sofa ruang tamu apartemenku yang hanya terdiri dari 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur kecil dan ruang tamu. Aku memang sengaja memilih apartemen yang kecil, karena memang hanya untuk aku tinggali sendiri. 

Aku berpikir, kenapa setelah meninggalkan rumah selama dua tahun sekalipun, sepertinya rasa cintaku pada adikku itu tak kunjung pudar? Seakan sudah mendarah daging.

Bel apartemen berbunyi mengembalikanku dari lamunan. Aku bergerak cepat membuka pintu. Semoga saja bukan dia. Tapi ketika kubuka pintu itu... 

"Kakak!" 

Ketakutanku menjadi nyata. Sudah malam begini, dan dia ada di apartemenku. Oh, tidak! 

"Ta, ngapain malam-malam kesini?" tanyaku. 

"Baru juga jam 9 kok, kak. Emang kakak udah tidur ya?" tanyanya dengan polosnya.

"Belum, Ta..." jawabku.

"Suruh masuk, kek.." pintanya

"Ini udah malem, Ta. Mendingan kamu pulang aja, deh." 

Meskipun memang dia sering mengunjungiku ketika dia masih tinggal di rumah ayah-ibu, tapi tak pernah dia ada di sini di malam hari. Karena rumah ayah dan ibu memang cukup jauh dari sini. Paling lama jam 9 begini dia sudah harus berangkat pulang ke rumah.

Jejak CintaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora