8. Fakta yang Mengejutkan

9.6K 568 29
                                    

"Maksud ibu?" tanyaku dengan mata melotot lebar.

Ibu mengangguk dengan senyuman di bibirnya. "Ibu rasa Krista juga punya rasa yang sama padamu, De.."

"Bu, itu nggak mungkin. Krista menyayangi De sebagai kakaknya."

"De.. Seharusnya dia marah padamu dengan permintaanmu itu. Bukan malah menghilang begitu saja. Menurut ibu, dia merasa tersakiti karena cintanya tak sekedar tak berbalas. Tapi dia mengira kamu bahkan tak menyayanginya sebagai adik sekalipun. Dan membuatnya mundur dari hidupmu.."

"Bu.." aku masih melotot pada ibu. Selain memberikan fakta yang mengejutkan, ternyata ibu juga mendongkrak anganku untuk bisa memiliki Krista.

"De, kamu punya harapan. Bawa pulang dia, dan kemukakan perasaanmu padanya. Kita lihat apa yang akan terjadi nanti. Kalau dia memang punya perasaan yang sama padamu, ibu rasa memang inilah jalan kalian.."

"Bu.." gumamku pelan, tanpa mampu melanjutkan kalimatku.

Dan ibu terus membuat angan cintaku melambung tinggi. Rinduku rasanya semakin tak tertahankan. Cintaku semakin berkembang dan bahkan sudah tak muat ditopang oleh seluruh tubuhku. Aku harus menemukan Krista. Aku harus mengatakan perasaanku yang sesungguhnya. Tak peduli apapun hasilnya. Dia harus tau betapa aku mencintainya. Walaupun fakta yang membuatku bersyukur dan menghilangkan semua rasa bersalah pada ayah dan ibu itu, justru baru terumgkap di saat seperti ini. Saat ayah telah tiada. Saat aku menyakiti Krista. Dan saat Krista menghilang dari hidupku.

Pergumulan batin terus terjadi di kepalaku. Bagaimana aku bisa menemukan Krista? Bagaimana aku bisa mengatakan perasaanku padanya? Bagaimana caranya aku mengungkapkan fakta yang mengejutkan ini? Bagaimana jika Krista tidak membalas perasaanku? Dan haruskah aku memaksanya tinggal di sisiku dan belajar mencintaiku sebagai sosok pria untuknya?

Semua pergumulan batin itu membuat malamku terasa panjang. Membuatku terus mondar-mandir di apartemenku yang sudah seperti kapal pecah. Sampai akhirnya kuputuskan untuk berbaring di kamarku yang sudah tak karuan bentuknya. Memutar kembali semua kenanganku bersama Krista. Semua momen di mana aku jatuh cinta padanya berulang kali. Kupejamkan kedua mataku. Indah. Semua itu terasa indah. Dengan menghilangkan segala rasa bersalah yang selalu menghantuiku dalam setiap kebersamaanku dengannya, semua itu terasa sangat indah. Jika saat ini Krista ada di sini, maka semuanya sempurna.

Meskipun kebahagiaan ini terasa menyedihkan tanpa ayah di sini, tapi, aku ingin percaya bahwa Tuhan menggariskan takdir kami seperti ini. Menguji cintaku sekian lama. Dan memberi kesempatan bagiku untuk memperjuangkan cinta itu ketika aku telah salah langkah. Salah langkah yang akhirnya membuat ibu bersuara bahwa semua rasaku tidaklah salah. Bahwa bahkan ayah dan ibu pun pernah berharap aku akan berakhir bersama Krista.

*

"Benarkah?" Ando dan Asa bertanya serempak dengan ekspresi yang sama, setelah mendengar ceritaku tentang keinginan ayah dan ibu.

Aku mengangguk cepat.

"Hmm.. Kurasa selama ini memang kau yang terlalu takut untuk mengakui segalanya, De..." sahut Asa yang tak bisa kusalahkan.

"Kurasa kau harus segera menemukannya.." ucap Ando.

"Itu yang membuatku frustasi. Aku tak bisa membayangkan kalau dia harus hilang sampai setahun, seperti kau dengan masa pelarianmu.." sahutku, membayangkan Krista pergi begitu lama.

"Kau tenang.. Krista nggak merencanakan pelarian itu, jadi kita pasti bisa menemukan dia," Asa mengusap pundakku, mencoba sedikit menenangkanku..

"Al udah coba melacak kartu kredit yang kau bilang itu, tapi sampai sekarang itu nggak digunakan.." sahut Ando seraya duduk di sofa.

Jejak CintaWhere stories live. Discover now